Rabu, 21 Desember 2011

Adversity Quotient


Dulu orang menghubungkan kesuksesan seseorang dengan tingkat kecerdasan intelektualnya. Semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang, yang dinyatakan dengan tingginya skor IQ (Intelligence Quotient), maka semakin besar peluangnya untuk sukses. Namun, kita sudah sering menemukan fakta bahwa banyak orang yang memiliki IQ tinggi ternyata hidupnya gagal. Saya sendiri melihat beberapa orang di sekitar saya yang seperti itu. Ada seorang teman yang cerdas lulusan S-2 tidak memiliki pekerjaan atau aktifitas produktif apapun. Dengan kondisi seperti itu kehidupan keluarganya pun menjadi terganggu dan akhirnya harus berakhir dengan perceraian. Sebaliknya banyak orang dengan tingkat IQ biasa-biasa saja tetapi sukses dalam hidupnya. Jadi, IQ tidak cukup untuk memprediksi sukses atau gagalnya hidup seseorang.
Kemudian berkembang teori yang mencoba menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang tidak semata bergantung pada kecerdasan intelektualnya, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya (Emotional Intelligence). Menurut Daniel Goleman, EQ (Emotional Quotient) lebih banyak berperan dibanding IQ dalam kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosional mencerminkan kemampuan sesorang untuk berempati, mengontrol emosi, bergaul secara efektif dengan orang lain. Tetapi, kita juga melihat fakta yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi banyak juga yang tidak berhasil dalam hidupnya. Jadi, IQ maupun EQ belum cukup sebagai prediktor atas kesuksesan seseorang. Keduanya berperan dalam kesuksesan seseorang tetapi masih belum cukup.
Paul G. Stoltz (Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, Penerbit PT Grasindo, Tahun 2000), mengembangkan teori baru, yaitu Adversity Quotient, melalui riset mendalam atas kajian-kajian ilmiah di bidang psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neorofisiologi selama 19 tahun dan penerapannya selama 10 tahun. Menurut Stoltz, suksesnya hidup seseorang lebih ditentukan oleh AQ-nya, bukan IQ atau EQ. Ketiganya berperan dalam kesuksesan seseorang, namun yang paling besar perannya adalah AQ. Hubungan ketiganya digambarkan dalam Segitiga AQ-EQ-IQ. AQ memberitahu kita seberapa jauh kita mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan mengatasinya. AQ mempunyai tiga bentuk, yaitu merupakan suatu kerangka kerja konseptual untuk memahami dan meningkatkan segala aspek kesuksesan; suatu ukuran untuk mengetahui respon Anda terhadap kesulitan; dan serangkaian peralatan (tools) untuk memperbaiki respon Anda terhadap kesulitan.
AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu C, O2, R, dan E. C (Control) adalah dimensi yang mempertanyakan seberapa banyak kendali yang Anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. O2 terdiri atas Origin dan Ownership. Origin (asal-usul), mempertanyakan siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, sedangkan Ownership (pengakuan) mempertanyakan sampai sejauh manakah Anda mengakui akibat-akibat kesulitan itu. R merupakan singkatan dari Reach (jangkauan), yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan Anda. Sedangkan E (Endurance) mempertanyakan dua hal yang berkaitan, yaitu berapa lamakah kesulitan akan berlangsung, dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Gabungan skor keempat dimensi membentuk skor AQ Anda (AQ = C + O2 + R + E). 
Dalam bukunya, Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, Penerbit PT Grasindo, Tahun 2000, Stoltz menyediakan lembar evaluasi diri kita saat ini yang disebut Adversity Response Profile (ARP) Quick Take™, yang bisa Anda temukan di halaman 121 – 131. Jika Anda tidak memiliki buku tersebut tetapi ingin mengevaluasi diri, Anda bisa mengirimkan permintaan kepada saya dengan mengisi komentar atas tulisan ini. Segera saya akan kirimkan file softcopy ke alamat email Anda. Jika skor AQ Anda saat ini berada pada kategori rendah bukan berarti dunia Anda berhenti, karena Adversity Quotient menyediakan tools untuk memperbaiki respon Anda terhadap kesulitan. Demikian pula seandainya nilai Anda saat ini masuk pada kategori tinggi, Anda pun punya kesempatan untuk terus meningkatkan respon Anda sehingga memiliki daya tahan yang lebih tinggi dalam menghadapi kondisi-kondisi yang lebih sulit yang akan Anda hadapi dalam menyusuri perjalanan Sang Pemenang.

6 komentar:

  1. sangat menarik kalau membahas mengenai AQ. Generasi sekarang perlu membaca & mengerti akan hal ini.
    mohon dikirimkan ARP ke e-mail saya : 421.sadjiarto@gmail.com
    terima kasih,
    salam, ari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam mas Ari,

      Ya, memang betul sekali jika kita bisa memahami dan meningkatkan AQ kita akan sangat membantu dalam menjalani kehidupan kita.
      Mohon maaf sebelumnya jika saya lambat merespons permintaan mas Ari, sehubungan dengan meningkatnya kesibukan saya di akhir tahun.
      ARP yang mas butuhkan sudah saya kirim ke alamat email mas Ari.
      Semoga bermanfaat.

      Salam Pemenang,
      Suhartono Chandra

      Hapus
  2. jujur saya baru dengar istilah ini.. untuk itu saya langsung tertarik. mohon juga dikirimkan melalui email saya :gemppar72@yahoo.com. terima kasih

    BalasHapus
  3. ilmu baru :) mohon dikirimkan ke heprut.joko.thole@gmail.com. terimakasih banyak :)

    BalasHapus
  4. Mas Suhartono Chandra, apakah masih berkenan membagikan kuesioner ARP ini? Kebetulan saya ada tugas untuk analisis adversity quotient pada fresh graduates di tempat kerja. Kalau ya, tolong di-share melalui email ini: saya.ellen@gmail.com ya Pak. Terima kasih atas bantuannya.

    Salam, Ellen.

    BalasHapus
  5. Yess. AQ menarik untuk dipelajari dan dikembangkan.
    Pak, saya ijin untuk copy gambar hubungan AQ, IQ dan EQ, di blog saya https://www.gabrieldwi.web.id/pengertian-adversity-quotient/.

    Terima kasih Pak
    Terima kasih

    BalasHapus