Senin, 26 Maret 2012

Kesuksesan Sang Pemenang Tidak Pernah Berdiri Sendiri


“No person will make a great business who wants to do it all himself or get all the credit”
~ Andrew Carnegie ~

Sepanjang yang saya amati dan yakini, tidak ada seorangpun yang mencapai suatu kesuksesan semata-mata dari hasil usahanya sendiri. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kesuksesan seseorang dibangun di atas kesuksesan orang lain. Dengan kata lain, jika kita ingin sukses maka terlebih dahulu bantulah orang lain mencapai kesuksesan. Hal tersebut berlaku untuk siapapun, pengusaha ataupun karyawan,  apapun jabatannya, karyawan terendah ataupun pimpinan perusahaan, dan apapun bidang pekerjaannya.  

Katakanlah Anda adalah karyawan pada level pemula di suatu tim penjualan. Sebagai anggota tim penjualan Anda tentunya mendapat target tertentu untuk dicapai. Mungkin Anda akan berpikir bahwa sukses atau gagalnya Anda mencapai target penjualan sepenuhnya bergantung pada usaha Anda sendiri. Namun, sesungguhnya Anda akan sukses mencapai target penjualan jika Anda membantu orang lain sukses terlebih dahulu. Jika produk yang Anda jual adalah consumer goods maka terlebih dahulu Anda harus membantu toko-toko pelanggan Anda sukses menjual produk Anda, dengan cara memberikan penjelasan yang cukup tentang produk Anda, memberi saran pada aspek merchandising, atau bahkan memberi saran harga jual agar dapat bersaing dengan toko lainnya. Jika produk yang Anda jual adalah industrial goods, maka terlebih dahulu berikanlah solusi yang dapat diberikan oleh produk Anda atas permasalahan perusahaan pelanggan Anda. Kesuksesan toko-toko atau perusahaan pelanggan akan berujung pada kesuksesan Anda mencapai target penjualan. Atau, mungkin Anda adalah karyawan level pertama di bagian keuangan yang sepertinya tidak terkait dengan karyawan lain. Tetapi, tiap karyawan di bagian keuangan memiliki tugas tertentu, dan biasanya hubungan tugas antara satu karyawan dengan karyawan lain adalah hubungan serial. Artinya pekerjaan Anda tidak akan dapat dimulai jika teman Anda yang berada di urutan sebelum Anda belum menyelesaikan pekerjaannya.    

Jika Anda adalah karyawan pada level manajerial, yang membawahi beberapa staf, maka sudah sangat  jelas bahwa kesuksesan Anda bergantung pada kesuksesan staf-staf Anda. Jadi dengan membantu mereka meraih kesuksesan maka secara langsung akan berujung pada kesuksesan Anda. Terlebih lagi jika Anda adalah pemilik perusahaan, maka keberhasilan Anda bergantung pada keberhasilan seluruh karyawan dari berbagai bagian. Sekali lagi, bantulah mereka meraih kesuksesan maka kesuksesan Anda akan mengikutinya.

Hal kedua yang perlu kita sadari adalah bahwa kesuksesan Sang Pemenang tidak pernah berdiri sendiri. Di balik kesuksesan Anda pasti ada dukungan dari orang-orang sekeliling Anda. Anda masih ingat dengan Mike Tyson? Mike Tyson terkenal sebagai salah satu petinju fenomenal, yang merobohkan lawan tandingnya secepat kilat. Dia mengandaskan mimpi lawan-lawannya dengan knock-out (KO) hampir semuanya di ronde pertama, bahkan ada yang baru bertarung beberapa detik di ronde pertama. Mike Tyson pernah menyandang juara dunia tinju kelas berat untuk ketiga komisi tinju dunia, yaitu WBA, WBC, dan IBF. Dan kita tahu, di belakang kesuksesan Mike Tyson ada seorang pelatih legendaris bernama Cus D’Amato. Dan lebih jauh lagi, kesuksesan pertandingan Mike Tyson karena ada ratusan orang lainnya yang mendukungnya, sebut saja promotor, marketing agent, publikasi media, dan pastinya adalah penonton yang rela membayar mahal untuk menonton pertandingan itu. Kesuksesan Mike Tyson adalah hasil kesuksesan dia menjadikan pelatih yang efektif dengan mendengarkan dan mematuhi setiap instruksi sang pelatih. Namun, ketika Mike Tyson mulai bersikap menghambat kesuksesan Cus D’Amato sebagai pelatih yang efektif, maka kita tahu saat itulah kesuksesan Mike Tyson mulai memudar. 

Whitney Houston
Kita juga tahu bahwa di belakang kesuksesan mendiang Whitney Houston ada seorang pencari bakat Gary Griffith yang menemukan dia dan Clive Davis yang mempopulerkannya. Demikian pula di balik kesuksesan tur konsernya ada ratusan orang yang mendukungnya, sebut saja promotornya, penata busananya, penata riasnya, penata panggungnya, penari latarnya, penyanyi latarnya, pemain band pengiringnya, dan lain-lain. Dan ketika sikap mendiang Whitney Houston mulai menghambat kesuksesan orang-orang sekelilingnya, maka kita pun tahu kesuksesannya mulai memudar.

Kesuksesan Sang Pemenang tidak pernah berdiri sendiri. Hargai dan doronglah orang-orang sekitar kita agar mereka sukses dalam perannya masing-masing. Maka kesuksesan mereka akan berujung pada kesuksesan kita.    

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Senin, 19 Maret 2012

Kita Adalah Lingkungan Kita



Kata-kata bijak mengatakan bahwa jika kita ingin mengenal seseorang lebih jauh kenalilah lingkungannya, kenalilah kelompoknya, teman-teman bermainnya. Saya pikir ada benarnya juga. Sebagian penjahat merupakan penjahat kambuhan. Demikian juga halnya dengan pecandu narkoba. Anda masih ingat sebuah cerita seorang anak manusia yang sejak bayi dirawat oleh sekumpulan serigala? Dalam cerita itu, ketika anak manusia tersebut beranjak dewasa dia bersikap layaknya seekor serigala.

Namun, kabar baiknya adalah bahwa cerita itu juga menegaskan bahwa manusia adalah manusia, bukan hewan. Akal budi menjadi pembeda yang nyata. Manusia memiliki kehendak bebas. Bebas menentukan dirinya. Lingkungan yang ada saat ini bukanlah vonis mati. Selalu ada kesempatan untuk keluar dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan kita. Dan itu dimulai dari suatu keputusan. Keputusan dari diri kita sendiri. Jamar Rogers adalah seorang pemuda tim asuhan Cee Lo Green, salah satu juri dan pelatih dalam ajang kompetisi The Voice Season 2 yang saat ini sedang berlangsung. Dia adalah mantan pecandu narkoba dan positif terinfeksi HIV. Namun, enam tahun yang lalu Jamar Rogers mengambil keputusan untuk keluar dari kecanduannya, dan saat ini dia sudah bersih, dan menapak kehidupan yang lebih baik. 

Jamar Rogers adalah salah satu contoh mereka yang mengambil keputusan untuk keluar dari lingkungannya yang tidak mendukung kesuksesannya. Sementara, ada banyak lainnya yang hingga kini belum berhasil, tepatnya belum mau, keluar dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan mereka. Mengapa bisa demikian? Karena mereka merasakan kenyamanan (walaupun semu) dalam lingkungan tersebut. Mereka belum mau keluar dari comfort zone-nya. Harus diakui, memasuki dan menapaki hidup dalam lingkungan yang baru bukanlah perkara mudah. Tantangan datang dari kedua pihak. Pertama adalah dari komunitas lingkungan lama yang akan mencibir kita yang dianggap aneh dan sok. Kedua, lingkungan baru yang belum yakin apakah kita sungguh-sungguh akan berubah. Prosesnya, pada awalnya, akan terasa menyakitkan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Tetapi, percayalah harga tersebut sepadan dengan hasil akhirnya.

Terkadang ketakutan menjadi penghalang bagi tekad kita keluar dari comfort-zone. Saya teringat dengan situasi saya sepuluh tahun yang lalu. Saat itu saya sudah sekitar sepuluh tahun lulus S-1, dan sudah mencapai posisi senior manager. Saat saya lulus S-1, ada cita-cita saya untuk bisa mengambil kuliah S-2. Namun, cita-cita itu mulai memupus dengan membayangkan betapa sulitnya kuliah S-2 sambil bekerja meniti karir dan berkeluarga, belum lagi kalau mengingat masalah biaya yang harus disiapkan. Itulah comfort-zone saya saat itu. Namun, sepuluh tahun yang lalu, pada suatu kesempatan bincang-bincang, kolega saya di tempat kerja baru bercerita bahwa dia sedang studi S-2 dan dalam proses akhir mengerjakan tesis. Saat itu, saya berpikir koq dia bisa ya? Padahal kondisi dia sama dengan saya, dia juga bekerja (satu kantor dengan saya dan pada posisi jabatan yang sama tapi berlainan divisi), dan juga sudah berkeluarga. Kalau dia bisa kenapa saya tidak bisa? Tanpa berpikir lebih lama lagi, saya mendaftar kuliah S-2. Dan puji syukur kepada Tuhan yang melapangkan jalan yang saya ambil. Saya mengambil fasilitas bea siswa 50% dari kantor dengan ikatan dinas. Saya menyelesaikan studi S-2 dengan hasil yang sangat memuaskan, dengan IPK mencapai 3.94 dari skala 1-4. Dan itu saya capai di sela-sela kesibukan kerja dan waktu ekstra yang harus saya berikan kepada putra kembar saya, yang saat itu sudah berusia tiga tahun tetapi belum bisa bicara sama sekali.

Jadi, jika Anda ingin memiliki pola pikir positif, bergaullah dengan orang-orang yang berpikir positif. Jika Anda ingin sukses, bergaul dan belajarlah dari orang-orang yang sukses. Dengan bergaul dengan orang-orang sukses kita dapat belajar pola pikir mereka, cara pandang mereka dan kebijaksanaan (wisdom) dari mereka. Salah satu wisdom yang saya dapat dari perbincangan dengan seorang pengusaha muda baru-baru ini adalah, tetapkan target pencapaian Anda setinggi mungkin, misalnya tetapkan target pada angka 100. Dengan attitude yang benar tentu Anda akan berusaha mengejar angka 100. Jika pada akhir proses usaha Anda ternyata hanya berhasil mencapai angka 75, itu tetap lebih baik daripada Anda hanya menetapkan target pencapaian pada angka 50, yang jika berhasil tetap lebih kecil daripada angka 75.

Sebagai penutup, tulisan ini tidak dimaksudkan agar Anda hidup eksklusif dengan hanya bergaul dengan orang-orang tertentu dan mengabaikan mereka, teman-teman Anda, sahabat Anda yang saat ini masih terpuruk atau hidup dalam lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan mereka. Kita bergaul dengan semuanya, tetapi membatasi diri untuk tidak larut dalam lingkungan mereka, lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan. Justru tugas kitalah untuk menebar virus perubahan positif dan mengajak mereka keluar dari comfort zone mereka, seperti yang dilakukan oleh sahabat saya. Sahabat saya sejak beberapa tahun yang lalu memutuskan untuk mulai berwirausaha. Dalam kesempatan bincang-bincang santai dengan dia beberapa waktu yang lalu dia bercerita bahwa beberapa orang tetangganya sudah tertular virus wirausaha yang dia tebarkan dalam setiap kesempatan kumpul-kumpul bersama tetangganya. Jadi, sekali lagi pilihkan lingkungan yang tepat, lingkungan yang mendukung kesuksesan Anda, karena kita adalah lingkungan kita.

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Senin, 12 Maret 2012

Kesuksesan Sang Pemenang Sejati Dibangun di Atas Pondasi Batu Karang


There is no “Right” way of doing something “Wrong” – Stephen C. Phillips

Adalah Rudy Kurniawan, pedagang dan kolektor minuman anggur (wine), yang membuat heboh negera Paman Sam, khususnya komunitas penggemar dan kolektor wine di Amerika Serikat. Rudy Kurniawan, orang Indonesia, ditangkap FBI pada hari Kamis, 8 Maret 2012 yang lalu atas tuduhan menjual wine palsu (Kompas, 10 Maret 2012) atas laporan miliarder William Koch yang membeli 5 botol wine palsu senilai US$ 75 ribu atau sekitar Rp 684 juta dari kurun 2005-2006. Tergelitik rasa ingin mengetahui lebih jauh tentang sosok Rudy Kurniawan, saya googling namanya dan muncullah hasil 1.500.000 tautan yang terkait dengan nama Rudy Kurniawan! Sebagian besar tautan itu berisi berita mengenai penangkapannya oleh FBI.
DetikNews menuliskan, Rudy, pria berusia 35 tahun kelahiran Jakarta, diperkirakan masuk ke AS sekitar tahun 1995 dengan visa pelajar, namun setahun kemudian dia drop-out. Sekitar tahun 2000, Rudy mulai membeli dan mengumpulkan wine yang termasuk kategori langka, yaitu Bordeaux dan Burgundy yang bernilai puluhan juta per botolnya. Disebutkan Rudy, mengucurkan jutaan dollar Amerika Serikat setiap bulannya untuk membeli dan mengkoleksi wine-wine tua. Pembelian yang dilakukan Rudy melejitkan harga wine tua. Banyak orang-orang kaya yang mulai berebut membelinya. Rudy pun mulai menjual koleksi wine- nya. Sebotol Chateau Lafleur, berlabel tahun 1949, pada pelelangan di rumah lelang The Acker, Merall & Condit Company (AMC) di New York pada 23 April 2005 berhasil dijual dengan harga hampir seratus juta rupiah. Bahkan sebotol Chateau Petrus, berlabel 1947 dihargai US$ 30.000! Dikabarkan, pada tahun 2006, Rudy berhasil meraup US$ 35 juta dari penjualan koleksinya.

Rudy Kurniawan (Los Angeles Times)
Sejauh itu, gambaran sosok Rudy Kurniawan adalah gambaran sukses seorang kolektor wine, yang menikmati gaya hidup orang sukses di megapolitan di negara Paman Sam. Namun, akhir dekade lalu merupakan ujung dari kesuksesannya. Dilaporkan, sepanjang tahun 2007 Rudy berhutang US$ 7,4 juta pada balai lelang AMC. April 2007, dia bermaksud menjual wine Le Pin pada balai lelang Chrisitie’s. Namun dibatalkan karena Christie’s menemukan bahwa wine tersebut palsu. Awal 2008, Rudy meminjam uang sebesar US$ 3 juta pada anak perusahaan Emigrant Bank. Di tahun yang sama, Rudy berniat melelang wine Ponsot melalui balai lelang AMC. Namun, kembali penjualan tersebut dibatalkan oleh AMC karena wine tersebut adalah palsu. Awal 2009, pihak Emigrant Bank mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri di New York atas kegagalan Rudy membayar pinjamannya. September 2009, miliarder AS William Koch mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi California karena mendapati 5 botol wine yang dibelinya melalui lelang dan penjualan privat dari AMC adalah palsu. Dan minggu lalu, Rudy Kurniawan ditangkap dan ditahan oleh Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat.

Terlepas apakah nantinya dakwaan-dakwaan terhadap Rudy Kurnawan itu terbukti atau tidak, satu hal yang perlu selalu diingat bahwa kegagalan bersifat sementara, demikian juga kesuksesan yang dibangun atas ketidakjujuran. Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu ia akan jatuh juga. Kesuksesan Sang Pemenang sejati (The Real Winner) dibangun di atas pondasi batu karang, yaitu karakter-karakter kuat yang baik (lihat artikel saya “The Flower of Character”). Kesuksesan yang dibangun di atas pondasi pasir akan lenyap tersapu ketika badai menerpa. Kehormatan, integritas, dan harga diri adalah milik kita. Dan tidak seorangpun yang dapat merenggutnya dari kita, kecuali kita sendiri yang mencampakkannya.

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Senin, 05 Maret 2012

Ada Harga Yang Harus Dibayar Untuk Sebuah Kesuksesan


“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % kerja keras.”
-Thomas Alfa Edison-

Minggu lalu saya membaca sebuah berita dimana banyak masyarakat uangnya terkatung-katung tanpa kejelasan akibat membeli atau berpartisipasi dalam program investasi yang ditawarkan sebuah koperasi di Tangerang, Banten. Uang yang diinvestasikan berkisar antara Rp 385.000 hinga Rp 14 juta dengan janji imbal hasil sekitar Rp 75.000 hingga Rp 1,7 juta per bulan selama 33 bulan, dengan kata lain sama dengan lebih dari 100% per tahun (Kontan, 27 Pebruari 2012). Suatu penawaran yang sangat menggiurkan. Penawaran semacam itu sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, sudah banyak penawaran serupa dengan berbagai bentuk, dan semuanya juga berujung pada ketidakpastian pengembalian uang peserta. Saya tercenung, membayangkan situasi yang dialami oleh ribuan peserta / investor koperasi tersebut. Resiko kehilangan yang mereka hadapi itu didorong oleh keinginan mendapatkan hasil yang besar dalam jangka waktu singkat. Budaya serba instan yang saat ini begitu kuat mempengaruhi banyak masyarakat kita dewasa ini. Ingin segalanya tercapai dalam sekejab.

Dari apa yang selama ini saya amati, apa yang saya baca, apa yang diceritakan oleh mereka yang sukses, dan apa yang saya alami sendiri, semua kesuksesan tidak didapat dalam waktu singkat. Seandainya ada maka biasanya kesuksesan itu tidak akan langgeng. Semua orang sukses (di berbagai bidang) tetap bekerja keras, bahkan sangat keras. Setiap hari mereka bangun dengan semangat yang menggelora. Sepanjang hari mereka berpikir dan bekerja, kadang hingga larut malam. Ada proses yang harus mereka lalui sebelum mencapai kesuksesannya. Kesulitan demi kesulitan, hambatan demi hambatan, gangguan demi gangguan, tantangan demi tantangan, ancaman demi ancaman datang, dan mereka hadapi itu satu demi satu dengan respon yang tepat.

Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar dan pendiri perusahaan General Electric, adalah contoh klasik pekerja keras. Pada Usia 12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf. Proses dia menemukan lampu pijar penuh dengan cucuran keringat. Dia harus melakukan ribuan kali percobaan hingga akhirnya baru berhasil menemukan lampu pijar.

Kerja keras mengalahkan bakat dan pengalaman. Saya teringat ketika mewancarai pak Budi (lihat artikel saya Cintailah Apa Yang Anda Kerjakan), pendiri sekaligus pemilik grup perusahaan yang berawal dari sebuah perusahaan distribusi alat tulis dan kantor. Dia bercerita bagaimana di awal-awal bisnisnya dia ditawarkan oleh sebuah perusahaan mesin fotocopy dari Jepang menjadi distributor tunggal di Indonesia. Tentu dia menerima tawaran itu dengan senang hati, dan tanpa berpikir panjang dia menyanggupi jumlah unit yang harus dia jual selama setahun. Pak Budi bercerita, bahwa sepanjang perjalanan Tokyo-Jakarta, dia terus berpikir keras bagaimana dia dapat memenuhi target yang ditetapkan prinsipal, sementara dia belum punya pengalaman sama sekali dalam menjual mesin fotocopy. Sampai dengan waktu itu, pak Budi baru berkecimpung di distribusi produk alat tulis dan kantor. “Tapi, saya sudah telanjur komit dengan prinsipal. Jadi bagaimanapun saya harus berusaha memenuhi komitmen itu”, katanya. Dan pak Budi bekerja keras, sangat keras. Foto-foto jaman dahulu menceritakan bagaimana pak Budi turun tangan sendiri dalam pameran-pameran mesin perkantoran. Akhirnya dia berhasil memenuhi target yang telah dia sanggupi. Demikian pula tahun-tahun selanjutnya. Kerja kerasnya berbuah manis. Berturut-turut dua merek lain mesin fotocopy, yang keduanya juga dari Jepang, ditawarkan kepada pak Budi sebagai distribusi tunggal mereka. Hingga saat ini ketiga merek berbeda mesin fotocopy buatan Jepang itu dipasarkan oleh ketiga perusahaan pak Budi.

Dulu semasa SMA, saya punya dua orang teman satu kost yang keduanya kuliah di Fakultas Kedokteran, sebut saja Andy dan Brian. Brian tampak lebih cerdas dan berbakat daripada Andy, tetapi saya memperhatikan bahwa Andy lebih tekun belajar, sementara Brian lebih santai. Andy belajar dengan keras. Dan dapat diduga, di akhir tahun Andy naik ke tingkat berikutnya sementara Brian harus menelan pil pahit karena tidak naik tingkat.

Cerita-cerita di atas adalah cerita mereka yang meraih kesuksesan karena kerja keras. Mereka sama sekali tidak merasa tertekan untuk bekerja keras, sebaliknya mereka menikmati kerja keras itu. Mereka menyadari bahwa ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan. Dan mereka membayarnya dengan sukacita, karena mereka tahu bayarannya setimpal dengan kesuksesan yang diraihnya. Itulah proses yang sesungguhnya harus dilalui oleh Sang Pemenang. Last but not least, usaha dan kerja keras masih perlu dilengkapi dengan doa. Berdoa agar kita diberikan kekuatan, ketahanan, dan kesehatan yang diperlukan dalam menjalani rute Sang Pemenang.



Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.