Kamis, 29 Desember 2011

Sejauh Manakah Kesulitan Akan Menjangkau Bagian-bagian Lain Kehidupan Anda?


Hari ini saya akan mengupas dimensi ketiga didalam AQ (Adversity Quotient – Paul G. Stoltz), yaitu Reach (jangkauan). Seperti yang sudah saya uraikan bahwa AQ menunjukkan tingkat ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup dan tetap tegar di dalam upayanya mencapai kesuksesan diri. AQ, bersama-sama dengan IQ dan EQ, berperan dalam kesuksesan seseorang. Dan diantara ketiganya AQ memainkan peran yang paling besar. AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu CO2RE. Dua dimensi, yaitu C (Control) dan O2 (Origin dan Ownership), sudah saya kupas pada dua artikel sebelumnya.
Dimensi R mempertanyakan “Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan saya?”. Semakin tinggi skor AQ, Anda akan cenderung mampu membatasi jangkauan suatu masalah atau kesulitan yang sedang Anda hadapi. Sebaliknya mereka yang memiliki skor AQ yang rendah cenderung tidak memiliki cukup perisai diri sehingga kesulitan akan menyusup ke segi-segi lain kehidupannya. Misalkan, Anda baru saja gagal dalam proses tender yang Anda ikuti, yang nilainya besar. Tentu saja Anda kecewa, bukan? Suatu hal yang sangat wajar jika Anda kecewa, karena tender itu sangat berarti bagi Anda. Nah, respon Anda terhadap kegagalan itu menunjukkan sejauh mana AQ Anda. Jika Anda membiarkan rasa kecewa itu mempengaruhi keseluruhan hari Anda, sehingga mood Anda hari itu menjadi tidak karuan, maka mungkin akibatnya sikap Anda menjadi uring-uringan. Semua orang yang berhubungan dengan Anda hari itu akan mendapat perlakuan yang kasar dari Anda, bahkan mungkin termasuk keluarga di rumah. Anda merasa dunia kimat. Anda membiarkan masalah kekalahan tender itu merembes ke segala segi kehidupan Anda. Bahkan, bisa jadi hubungan Anda dengan banyak orang menjadi terganggu karena sikap Anda yang kehilangan kontrol. Bayangkan saat Anda tiba di rumah, anak Anda yang berusia lima tahun berlari menyambut Anda sambil menunjukkan gambar hasil karyanya mengharapkan pujian Anda, tetapi alih-alih pujian malah bentakan Anda yang didapatnya. Istri Anda yang menanyakan masakan apa yang Anda inginkan untuk disiapkan malah mendapat jawaban ketus dari Anda. Ada banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan kita dimana suatu masalah muncul sebagai konsekuensi logis bahwa kita masih hidup. Orang yang sudah meninggal tidak memiliki masalah, bukan?
Mereka yang memiliki AQ tinggi mampu membatasi masalah. Mereka akan membatasi sebatas masalah itu saja. Kegagalan tender adalah kegagalan tender, tidak lebih dan tidak kurang. Gagal ujian adalah gagal ujian, tidak lebih dan tidak kurang. Konflik yang terjadi dengan kekasih adalah konflik, tidak lebih dan tidak kurang. Respon seperti itu bukan berarti kita tidak peduli atas kegagalan tersebut. Tentunya, evaluasi dan tindakan koreksi perlu kita lakukan agar kita bisa lebih baik di masa mendatang. Mereka dengan skor AQ yang tinggi tidak menjadikan orang-orang di sekitarnya yang tidak terkait dengan masalah itu terkena imbasnya.
Ada satu cerita mengenai seorang tukang servis peralatan elektronik rumah tangga yang melayani jasa panggilan ke rumah-rumah. Hari itu sudah menjelang sore dan cuaca mendung. Namun, tukang servis itu tetap berjalan menuju rumah yang membutuhkan jasanya memperbaiki mesin cuci si pemilik rumah. Saat sedang memeriksa mesin cuci itu, hujan turun dengan derasnya. Dan ketika petir menggelegar aliran listrik terputus. Ketika aliran listrik tersambung lagi, si tukang servis menyadari bahwa petir tersebut menyebabkan salah satu komponen mesin cuci menjadi rusak terbakar. Masalahnya, tukang servis itu tidak memiliki komponen penggantinya. Dengan muka sangat kecewa dia menyampaikan hal tersebut kepada si pemilik rumah. “Ya, sudah kalau begitu besok saja dilanjutkan perbaikannya.”, kata si pemilik rumah. Merasa iba kepada si tukang servis dan hujan masih turun walau tidak selebat sebelumnya, si pemilik rumah mengantarkan tukang servis itu pulang. Sepanjang perjalanan, si tukang servis itu duduk tercenung di kursi di sebelah si pemilik rumah yang mengendarai mobilnya. Tergelitik dengan sikap si tukang servis itu, si pemilik rumah bertanya, “Mengapa Anda sepertinya sedang susah sekali?”, tanya si pemilik rumah.
“Hari ini bukanlah hari saya”, jawab si tukang servis.
“Ohya? Mengapa bisa demikian?”, si pemilik rumah kembali bertanya.
“Sepanjang hari ini saya melayani enam pelanggan, dan lima diantaranya tidak dapat saya layani dengan baik. Selalu ada saja masalah yang membuat saya tidak bisa menuntaskan masalah peralatan elektronik pelanggan saya, termasuk mesin cuci Anda”, kata si tukang servis. “Sungguh sangat mengecewakan”, lanjutnya.
       Si pemilik rumah mengangguk-angguk seakan dapat memahami apa yang membuat si tukang servis begitu kecewa. Untuk menghiburnya, si pemilik rumah mengalihkan percakapan ke hal-hal ringan seputar keluarga. Tanpa terasa akhirnya mereka tiba di depan rumah si tukang servis. Si pemilik rumah melihat si tukang servis itu berhenti di depan sebuah pohon besar di depan pintu pagar rumahnya, dan melihat dia memukul-mukul pohon besar itu dengan kepalan tangannya sambil bergumam lirih. Setelah beberapa lama akhirnya urusan dengan pohon itu selesai, dan si tukang servis itu berjalan menuju pintu pagarnya. Si pemilik rumah tergelitik untuk menanyakan apa yang barusan dilakukan si tukang servis itu. “Ini adalah pohon masalah saya. Setiap hari sebelum saya masuk dan menemui istri dan anak saya, saya selalu menumpahkan masalah-masalah pekerjaan yang masih belum terselesaikan ke pohon ini. Sehingga ketika saya menemui mereka, saya sudah tidak membawa beban masalah pekerjaan masuk ke dalam rumah. Mereka samasekali tidak terkait dengan masalah-masalah pekerjaan saya, jadi tidak adil jika mereka harus ikut merasakan masalah pekerjaan saya. Keesokan harinya saya akan ambil kembali masalah-masalah itu dari pohon ini untuk saya selesaikan. Namun, yang saya rasakan ketika masalah-masalah tersebut saya ambil keesokan harinya bebannya terasa lebih ringan walau sesungguhnya masalah tersebut belum terselesaikan.” Mendengar jawaban itu si pemilik rumah tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, dan lalu menyalami si tukang servis dan berjalan masuk ke dalam mobilnya.                     

4 komentar:

  1. Cerita artikel ini benar terjadi di alam nyata, saya pun melakukan itu....saya akan mencari "pohon" itu untuk menjadi persinggahan untuk menitipkan permasalahan saya, sebelum menemui org yg saya cintai...

    Makasih bang.....Mantap....

    BalasHapus
  2. @Endi Fathoni
    Bagus sekali kalau Anda sdh lakukan itu.
    Ya, lampiaskanlah rasa marah, kecewa dan perasaan tertekan Anda atas kesulitan-2 yg ada. Tetapi ingat, jgn lampiaskan pd seseorang apalagi yg berlainan jenis........cukup cari benda mati yg hanya bisa menerima pelampiasan Anda dgn netral.
    Tetap semangat.

    Salam Pemenang,
    Suhartono Chandra

    BalasHapus
  3. apakah saya terlalu sabar... ketika saya terzolimi sekalipun saya masih bisa tersenyum. Paint is beutiful, saya menyukai rasa pahit, karena hambatan itulah yang membuat saya merasa hidup????

    BalasHapus