Rabu, 30 November 2011

Attitude Determines Altitude


"There is little difference in people, but that little difference makes a big difference. This little difference is attitude. The big difference is whether it is positive or negative."
 Clement W. Stone

Attitude adalah sikap mental, suatu cara pandang bagaimana kita merespon suatu keadaan, suatu penilaian (judgement) terhadap suatu fakta. Attitude bisa positif ataupun negatif. Attitude yang positif atau negatif akan membuat perbedaan yang besar. Perjalanan Sang Pemenang terdiri atas serangkaian hasil. Bagaimana cara kita menyikapi setiap hasil yang didapat membentuk pola pikir kita. Jika terhadap setiap hasil apapun kita menerimanya secara positif maka kita akan menghasilkan citra diri (self image) yang positif. Citra diri yang positif akan membuat kita menjadi lebih percaya diri. Tingkat kepercayaan diri yang tinggi akan mendorong antusiasme, dan selanjutnya akan mendorong kita ke tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.   
Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar, ketika itu sedang dalam pencarian untuk menemukan pengganti mantel gas. Dia begitu antusias dan tenggelam dalam usahanya itu sehingga akhirnya keluarga dan teman-teman meminta Thomas Alfa Edison menghentikan eksperimennya karena telah mengabaikan keluarga dan teman-temannya. “Sudah 10.000 kali eksperimen Anda telah gagal, lalu buat apa melanjutkan eksperimen?”, kata teman-temannya membujuk. Thomas Alfa Edison menjawab demikian, “Saya bukan gagal 10.000 kali, tetapi justru saya berhasil mengetahui bahwa 10.000 cara tersebut tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan”. Hari ini, attitude positif dari seorang Thomas Alfa Edison telah membuat perbedaan yang besar dalam peradaban manusia. Dengan merespon setiap kegagalan sebagai upaya pembelajaran dan keyakinan untuk berhasil maka kesuksesan tinggal masalah waktu saja. Kegagalan adalah sukses yang tertunda, bukan?
Dua puluh tahun yang lalu ketika selesai masa pelatihan selama sebulan sebagai tenaga penjualan, saya mulai mempraktekan apa yang saya dapatkan selama pelatihan ke dunia nyata penjualan. Sebagai Sales Engineer baru saya mendapat wilayah penjualan yang masuk kategori “kering” karena hampir semuanya adalah pelanggan BSH (Barisan Sakit Hati) akibat ulah tenaga penjualan sebelumnya. Bagaimana saya menyikapi kondisi tersebut? Saya merespon secara positif. Saya melihat bahwa kondisi itu memberi saya kesempatan untuk melayani mereka lebih baik daripada tenaga penjual sebelumnya. Tantangan kedua adalah melawan diri sendiri. Sebelumnya, selama lima tahun saya adalah wakil kepala sekolah dan guru, yang dihormati baik oleh guru ataupun murid-murid. Saya lebih banyak didengar daripada mendengar. Tetapi ketika saya menjadi tenaga penjualan saya harus menghadapi situasi yang sangat berbeda. Saya harus merendahkan hati untuk lebih banyak mendengar dibanding berbicara. Saya harus panjang sabar menunggu orang yang harus saya temui, kadang hingga berjam-jam. Itulah keadaan yang harus saya terima, tidak mudah memang terutama saat bulan-bulan pertama, namun saya merespon dengan positif. Apakah semua itu menjamin keberhasilan saya? Ternyata tidak juga, setidaknya pada tiga bulan pertama. Selama tiga bulan pertama berturut-turut saya belum bisa mencapai target penjualan yang ditetapkan walaupun sejak bulan pertama hasil penjualan saya selalu meningkat. Saat seperti itulah attitude positif membedakan attitude yang negatif. Jika attitude saya negatif, saya akan merasa bahwa memang tidak berbakat sebagai tenaga penjualan, dan tidak lama kemudian kemungkinan saya akan mengakhiri dengan surat pengunduran diri, dan itu dalam jangka panjang akan terus berbekas dan mempengaruhi citra diri. Tetapi, dengan attitude positif saya memandang ketidakberhasilan tersebut sebagai proses pembelajaran dan saya terus meningkatkan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang saya lakukan sebelumnya. Bulan keempat dan seterusnya saya tidak pernah lagi tidak mencapai target penjualan. Kepuasan pelanggan wilayah penjualan saya terus meningkat, yang tadinya BSH berubah menjadi BSP (Barisan Puas Hati). Dan hasil insentif penjualan yang terkumpul pada akhirnya dapat saya gunakan untuk uang muka pembelian rumah sederhana saya yang pertama, sebagai persiapan rencana berumah tangga.
Jadi, ingatlah bahwa tidak penting apa kondisi yang terjadi dalam hidup kita. Bagaimana kita bersikap terhadap apa yang terjadi dan apa yang kita lakukan kemudian merupakan hasil langsung dari apa dan bagaimana kita berpikir. Itulah attitude yang akan menentukan sejauh kita akan mencapai tangga kesuksesan. Seperti yang dikatakan Thomas Jefferson bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menghentikan orang dengan sikap mental yang tepat dari pencapaian tujuannya, sebaliknya tidak ada satupun di dunia ini yang dapat membantu orang dengan sikap mental yang salah.

“Nothing can stop the man with the right mental attitude from achieving his goal; nothing on earth can help the man with the wrong mental attitude.”
 Thomas Jefferson

Senin, 28 November 2011

Menyikapi Kesempatan


Terkadang ketika merekrut karyawan level pelaksana saya memberi kesempatan kepada pelamar yang belum berpengalaman namun memiliki potensi dengan menilai sikap mentalnya (attitude), sementara banyak perusahaan lebih suka mencari yang sudah berpengalaman saja. Alasan saya, pertama, dilandasi pada keyakinan bahwa seseorang walaupun belum berpengalaman namun jika memiliki modal dasar yang bagus, yaitu attitude yang positif maka calon karyawan tersebut memiliki kesempatan untuk berkembang asalkan yang bersangkutan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya. Kedua, saya sadar bahwa calon karyawan yang berpengalaman pada awalnya tentu tidak berpengalaman. Nah, jika kita tidak memberikan kesempatan bagi yang belum berpengalaman kapan mereka menjadi berpengalaman?   
Dalam pengembangan diri seseorang dikenal faktor Attitude – Knowledge – Skill, dimana hubungan ketiganya membentuk sebuah segitiga sama sisi. Ketiganya memiliki peranan yang sama penting (direpresentasikan oleh ketiga sisinya yang sama panjang). Attitude adalah sikap mental, Knowledge adalah pengetahuan sedangkan Skill adalah ketrampilan yang merupakan pengetahuan yang terus menerus dipraktekkan. Namun, dari ketiga faktor itu attitude merupakan yang paling penting. Oleh karenanya attitude menjadi dasar segitiga tempat berdirinya kedua sisi knowledge dan skill. Seseorang dengan attitude yang positif akan dengan tekun mempelajari pengetahuan yang baru, selalu rendah hati, tidak sok tahu. Seseorang yang memiliki attitude yang baik akan dengan tekun mempraktekkan pengetahuannya agar menjadi ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan membentuk kemampuan (ability). Sebaliknya seseorang walaupun memiliki pengetahuan dan ketrampilan namun attitude-nya negatif tidak akan berkembang karena dia merasa sudah tahu segalanya, enggan melatih ketrampilannya sehingga dalam jangka waktu tertentu kemampuannya akan tersusul oleh mereka yang awalnya belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan seperti orang tersebut namun memiliki attitude yang baik.
Anda perhatikan Sang Pemenang pasti memiliki attitude yang bagus. I Gede Siman Sudartawa, peraih empat medali emas dalam cabang renang gaya punggung, atau Triyaningsih pelari yang meraih tiga medali emas pada nomor 5.000 meter, 10.000 meter dan maraton (keduanya di ajang SEA Games XXVI Tahun 2011 di Palembang, Sumatera Selatan yang baru berakhir), atau Javier Colon pemenang acara televisi NBC The Voice, mereka semuanya memiliki attitude yang bagus. Mereka tidak pernah mengeluh atau menawar ketika pelatih mereka menyuruh berlatih dengan keras, padahal mereka semua sudah memiliki kemampuan yang tinggi di bidang masing-masing. Mereka tidak merasa sudah ahli sekali sehingga tidak perlu mendengar instruksi pelatihnya. Itulah attitude. Dan satu hal lagi, yaitu bahwa mereka semua memiliki antusiasme yang tinggi untuk terus meningkatkan kemampuannya. Antusiasme itulah yang menjadi sumber energi bagi Sang Pemenang.
Saya tidak akan melupakan peristiwa dua puluh tahun yang lalu, ketika saya diberi kesempatan diterima menjadi Sales Engineer barang-barang industri. Saat itu, pengalaman yang saya miliki hanyalah lima tahun menjadi guru Fisika dan Matematika dan dua tahu di antaranya merangkap sebagai wakil kepala sekolah di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) swasta di Jakarta Utara. Saya sama sekali tidak memiliki pengalaman sebagai seorang salesman. Tetapi, dengan tekun saya mengikuti pelatihan wajib oleh perusahaan selama sebulan penuh. Pelatihan mencakup pengetahuan produk-produk perusahaan dan teknik-teknik penjualan, serta materi-materi terkait pengembangan diri. Tiap pagi sebelum pelatihan dimulai diadakan test tertulis materi hari sebelumnya. Pada akhir masa pelatihan diadakan ujian komprehensif dan ada beberapa rekan seangkatan saya yang terpaksa dipulangkan atau dengan kata lain gugur. Attitude yang baik memisahkan mereka yang lolos untuk menapaki rute Sang Pemenang dan mereka yang terpaksa gugur sebelum memulai mejalani rutenya. Dan saya sangat bersyukur mendapat kesempatan itu karena itulah awal dari perjalanan karir saya di bidang marketing, sales dan human resources development.
Jadi apakah saat ini Anda mendapat kesempatan dan baru memulai rute perjalanan atau sedang menapaki rute perjalanan menuju tempat Sang Pemenang, sikapilah kesempatan berharga yang Anda dapatkan dengan memelihara attitude yang positif dan penuhilah energi Anda dengan antusiasme yang tinggi.

Hanya Perlu Satu Kesempatan


Banyak orang mengatakan suatu kesempatan yang muncul begitu saja adalah suatu keberuntungan, suatu kebetulan yang membawa berkah. Kesempatan bukanlah suatu hasil dari usaha kita, tetapi merupakan faktor eksternal. Dalam beberapa hal saya sependapat bahwa kesempatan adalah faktor eksternal. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini bukanlah suatu kebetulan, semua ada maksudnya. Segala sesuatu terjadi demikian adalah atas perkenan-NYA. Apakah kesempatan itu adalah suatu keberuntungan? Bagi saya, kesempatan yang muncul bukanlah keberuntungan. Jika kita tidak siap meraih kesempatan yang muncul maka kesempatan itu tidak akan menjadi keberuntungan justru dalam hal tertentu bisa menjadi malapetaka. Jadi, bagi Sang Pemenang, fokus utamanya adalah bagaimana bisa menangkap kesempatan yang muncul dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya itulah yang lebih penting. Bagi banyak pemenang, apakah itu pribadi-pribadi maupun perusahaan, kesempatan adalah suatu pintu masuk untuk keluar menjadi pemenang.
Ada banyak contoh dari jaman dahulu hingga saat ini, bagi sang pemenang hanya perlu satu kesempatan baik untuk maju sebagai pemenang. Salah satu contoh adalah Javier Colon pemenang juara pertama lomba menyanyi yang diadakan stasiun televisi NBC, yaitu The Voice (di Indonesia acara tersebut dapat ditonton di saluran televisi berbayar yang disiarkan oleh AXN). Sebelum Javier mengikuti ajang The Voice sesungguhnya dia sudah menjadi seorang musisi, seorang penyanyi dan penulis lagu.  Ayah dua anak yang lahir 33 tahun yang lalu itu memulai karir di dunia musik sekitar tahun 2000-an. Pada tahun 2002 dia mendapat kontrak rekaman dengan Capitol Records, namun albumnya kurang sukses dan pada tahun 2006 kontraknya diputus oleh Capitol. Dan selanjutnya perjalanan karir Javier biasa-biasa saja tanpa prestasi yang menggembirakan. Hingga pada akhirnya dia mengikuti acara The Voice pada tahun 2011. Momen yang pastinya sangat bersejarah bagi dia adalah momen yang terjadi pada malam blind auditions (audisi buta, dimana para juri duduk membelakangi peserta audisi dan hanya mendengar alunan suara dari kontestan tanpa melihat penampilannya), pada tanggal 26 April 2011 dimana keempat juri, yaitu Adam Levine (vokalis Maroon 5), Cee-Lo Green, Black Shelton, dan Christina Aguilera) menekan tombol “I Want You” di meja masing-masing. Dengan kata lain semua juri menginginkan Javier masuk sebagai anggota tim mereka. Sejak itu nama Javier mulai dikenal secara luas dan puncaknya adalah pada tanggal 29 Juli 2011 Javier berhasil mengumpulkan suara lebih banyak daripada rivalnya, yaitu Dia Frampton dan keluar sebagai Sang Pemenang dengan mengantong hadiah uang $100.000 dan kontrak rekaman dengan Universal Republic Records. Anda lihat hanya karena satu kesempatan baik, yaitu acara The Voice, Javier menikmati popularitas yang diperlukan dan tentunya bagi perkembangan karir dia. Saat tulisan ini dibuat, jika Anda “googling” nama Javier Colon maka ada 14.300.000 tautan (link) yang memuat nama dia!.
Di Indonesia sendiri juga tidak sedikit contoh. Anda masih ingat dengan Inul Daratista, yang terlahir dengan nama Ainur Rokhimah di Pasuruan, Jawa Timur, 21 Januari 1979, penyanyi dangdut yang sekitar delapan tahun yang lalu terkenal dengan julukan Ratu Ngebor. Sebelum Inul menjadi sangat terkenal, sesungguhnya dia sudah menjadi penyanyi dangdut, walaupun dia hanya manggung dari kampung ke kampung. Untuk ukuran kampung nama Inul sudah terkenal namun kehidupannya biasa-biasa saja. Nasibnya berubah drastis ketika rekaman goyang ngebor di salah satu pertunjukannya direkam dan beredar luas sehingga namanya mulai terkenal ke seantero Indonesia. Media elektronik dan cetak tidak henti-hentinya memuat berita mengenai Inul. Sejalan dengan ketenaran Inul maka berbagai tawaran pun menghampiri dia, wawancara, rekaman, bintang iklan, bintang film, maupun sinetron. Banyak pengamat pun mengulas tentang fenomena inul. Hidup Inul berubah seratus delapan puluh derajat. Derajatnya terangkat dan sudah pasti dilimpahi materi sebagai bonusnya.
Dari dua contoh di atas, kita melihat bahwa hanya perlu satu kesempatan untuk mengubah kehidupan yang biasa-biasa menjadi kehidupan yang berbeda, dan itu menuntut kesiapan kita setiap saat. Jika kita tidak siap, maka kesempatan akan lewat begitu saja. Dan perlu disadari bahwa bagi Sang Pemenang kesuksesan bukanlah tujuan tetapi suatu perjalanan, setiap kesuksesan harus diikuti dengan kesuksesan lainnya. Sama seperti naik sepeda, Anda harus terus mengayuh sepeda untuk terus dapat bergerak dan maju. Ketika Anda berhenti mengayuh atau Anda lengah bisa saja Anda menabrak tembok atau terjatuh. Sama seperti Inul, dia sadar maka kemudian uang yang saat itu berlimpah digunakan untuk membangun bisnis hiburan rumah karaoke Inul Vizta. Apakah perjalanan Javier dan Inul sudah selesai. Tidak, perjalanan Sang Pemenang tidak akan pernah berhenti, Sang Pemenang akan terus mendaki dan menaklukan gunung kesulitan untuk kemudian keluar sebagai Sang Pemenang, hingga saatnya Tuhan memanggil pulang.

Sabtu, 26 November 2011

Kesempatan Tidak Pernah Menunggu


Ketika hari-hari pertama kuliah, saya sudah dihadapkan dengan suatu tantangan. Saya harus mencari uang sendiri untuk kebutuhan kuliah sehari-hari, buku-buku dan keperluan lainnya. Alih-alih mengeluh dan meratap saya mulai berpikir apa yang harus saya kerjakan untuk bisa menghasilkan uang. Saya memiliki pemahaman yang kuat atas mata pelajaran Fisika dan Matematika, dan saya sudah terbiasa memberikan penjelasan di depan beberapa teman sekelas dalam kelompok belajar. Jadilah saya guru les privat khusus mata pelajaran Fisika dan Matematika. Motif saya adalah bagaimana saya bisa membiayai kuliah saya karena saya sangat ingin lulus menjadi sarjana teknik sipil. Jadi tujuan utama saya adalah mampu membiayai kuliah dengan sarana memberikan les privat.  
Pekerjaan sambilan sebagai guru les privat saat itu sudah dapat membiayai kuliah saya. Namun, sejalan dengan waktu ada kepuasan yang ‘terampas’ dengan hanya menjadi guru les privat. Walaupun cara penyelesaian soal yang saya ajarkan lebih efisien dan tidak bertele-tele namun karena guru murid les saya punya cara yang berbeda walau hasilnya sama maka tetap saja cara gurunya yang harus diikuti. Jadi untuk memuaskan ego, ketika ada kesempatan saya langsung saja menerima tawaran teman saya menggantikan dia yang saat itu menjadi guru di sebuah sekolah swasta dan akan keluar. Disini motif saya bukan semata uang tetapi kepuasan, karena uang yang saya butuhkan untuk membiayai kuliah sudah tercukupi. Dengan tujuan utama adalah ekspresi diri maka saya sangat bersemangat untuk terus meningkatkan pemahaman atas kedua mata pelajaran tersebut. Setiap minggu saya memburu buku-buku lama (umumnya karangan Belanda) yang terkait dengan kedua mata pelajaran tersebut. Jenis-jenis soal dan variasinya semua saya kerjakan. Pendek kata, yang ada di benak saya adalah bagaimana saya dapat memiliki pemahaman yang di atas rata-rata guru yang mengajar mata pelajaran yang sama, tidak hanya di sekolah dimana saya mengajar namun juga di sekolah-sekolah lain.
Mungkin Anda yang membaca tulisan saya ini merasa koq sepertinya perjalanan saya mudah-mudah saja. Sesunguhnya tidaklah demikian, apalagi dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada saat itu. Semuanya itu dimungkinkan terjadi seperti itu karena sudah ada ‘persiapan’ sebelumnya (walaupun saat melakukannya saya tidak bermaksud itu sebagai persiapan). Saya bercita-cita ingin menjadi sarjana teknik sipil. Saya mencari tahu dan mendapatkan informsi bahwa jika ingin kuliah di fakultas teknik jurusan sipil harus memiliki pemahaman yang bagus atas pelajaran Fisika dan Matematika. Maka saya menaruh perhatian dan minat yang tinggi atas kedua mata pelajaran tersebut. Dan saya bersemangat untuk bisa maju ke depan menjelaskan kepada teman-teman dalam kelompok belajar. Tentunya sebelum saya maju ke depan menjelaskan kepada teman-teman saya harus memastikan bahwa saya memang mengerti apa yang akan saya jelaskan. Dengan kata lain saya belajar terlebih dahulu sebelum teman-teman saya belajar. Dan pada saat saya memberi penjelasan sesungguhnya saya sedang mengulang apa yang sudah saya pelajari. Dengan demikian ketika saya menjelaskan kepada teman-teman sesungguhnya saya sedang melalui suatu proses pembelajaran. Tidak heran jika hasilnya saya lebih baik dari teman-teman karena saya belajar minimal dua kali lebihnya dari teman-teman saya.
Ketika saya dihadapkan pada fakta bahwa harus bisa membiayai kuliah sendiri maka segera saja terbersit gagasan menjadi guru les privat. Dengan kata lain apa yang saya lakukan saat SMA, ketrampilan yang saya asah ternyata menjadi jalan keluar bagi permasalahan saya atas biaya kuliah. Tidak dipungkiri bahwa semuanya berawal dari suatu kesempatan, jika kesempatan tidak ada tentu sesuatu tidak terjadi sebagaimana terlihat. Namun, kesempatan itu biasanya hadir dengan tiba-tiba dan tidak pernah menunggu kita. Artinya, walaupun ada kesempatan tetapi kalau kita tidak siap maka kesempatan itu menjadi tidak berarti. Masalahnya lagi, kita tidak pernah tahu kapan kesempatan itu hadir. Jadi lakukan persiapan diri dengan tekun sehingga ketika kesempatan itu muncul Anda dapat mengambil kesempatan tersebut. Persiapan diri yang saya maksud mencakup apa saja yang bisa Anda lakukan dan sukai. Jika Anda menyukai musik dan selalu bergairah jika sedang bermain musik lakukan itu dengan tekun. Jika Anda menyukai mengoleksi perangko lakukan itu dengan tekun. Suatu saat apa yang Anda kerjakan dengan tekun pasti bermanfaat bagi Anda.

Jumat, 25 November 2011

Anda Perlu Memiliki Mimpi


“If you were born poor it is not your fault, but if you are dying poor  it is your fault”

(Bill Gates)

Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali                2x
Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara                     2x   

Mungkin Anda masih ingat lagu di atas. Pertama kali saya tahu tentang lagu itu adalah saat bersekolah  di Taman Kanak Kanak (TKK). Saat itu saya tidak berpikir lain kecuali suasana gembira saat menyanyikan lagu tersebut bersama teman-teman satu kelas dan ibu guru. Coba Anda perhatikan lebih seksama. Apakah Anda menemukan “keanehan” pada lirik lagu tersebut? Naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara. Pertanyaannya, apakah memang anak TKK sudah sanggup naik gunung? Tentunya tidak, bukan?. Lalu apa maksud lagu tersebut diajarkan kepada anak-anak TKK? Saya mengambil kesimpulan bahwa lagu itu diajarkan kepada anak-anak TKK untuk menanamkan imajinasi, keberanian dan sukacita untuk mengambil keputusan naik ke puncak gunung. Menanamkan mimpi untuk mencapai gunung-gunung kesuksesan Anda.
Agar hidup kita bergairah maka kita perlu menetapkan suatu mimpi. Mimpi itu yang menjadi sumber energy kita. Mimpi itu yang akan menjadi acuan kita dengan menetapkan langkah-langkah untuk mencapainya. Mungkin Anda berpikir bahwa bagi Anda belum saatnya memiliki mimpi karena masih muda. Atau mungkin Anda berpikir bahwa seusia Anda sudah terlalu terlambat memiliki mimpi. Namun,  saya ingin katakan bahwa mimpi tidak ada kaitannya dengan usia. Mark Zukerberg sudah menjadi miliarder pada usia 20 tahun. Kolonel Saunders baru mulai berusaha menawarkan resep ayam goreng keluarganya kepada pemilik rumah makan pada usia 65 tahun. Jadi sekali lagi mimpi tidak ada hubungan dengan usia. Mimpi yang seperti apa yang terbaik. Semua mimpi adalah baik, terutama jika mimpi itu berkaitan dengan hobby Anda atau berhubungan dengan ketrampilan yang Anda kuasai.
Mimpi hanya menjadi sekedar mimpi jika Anda tidak menetapkan tahapan-tahapan yang diperlukan dalam pewujudannya. Dalam setiap tahapan, pasti ada beberapa tujuan yang harus dicapai dan dalam setiap tujuan ada langkah-langkah untuk dijalankan. Saat saya masih duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Atas / SMA (sekarang penyebutannya adalah SMU) saya bercita-cita menjadi seorang insinyur teknik sipil. Mahasiswa yang kuliah di Fakultas Teknik jurusan Sipil memerlukan penguasaan mata pelajaran Fisika dan Matematika. Oleh sebab itu sejak kelas 1 SMA  saya benar-benar menekuni mata pelajaran tersebut lebih dari mata pelajaran lainnya. Dan saya memang benar-benar lulus sebagai seorang insinyur teknik sipil, walaupun setelah lulus sampai sekarang saya tidak pernah bekerja di perusahaan konsultan kontruksi ataupun menjadi kontraktor.
Sebagai penutup saya ingin membagikan cerita yang saya dapatkan hampir sepuluh tahun yang lalu melalui sebuah milis. Diceritakan bahwa saat itu Tuhan menciptakan Keledai, dan kepadanya berkata “Kau akan AKU jadikan seekor Keledai. Kau akan bekerja tidak kenal lelah dari matahari terbit hingga terbenam membawa beban di atas punggungmu dan kau akan hidup selama 50 tahun”. Keledai menjawab, “Tuanku, aku akan menjadi keledai, tetapi hidup selama 50 tahun terlalu lama. Beri saja aku hidup 20 tahun”. Tuhan pun mengabulkan permintaannya. Kemudian Tuhan menciptakan anjing dan kepadanya berkata, “Kau akan AKU jadikan seekor Anjing. Kau akan menjaga rumah manusia. Kau akan menjadi teman terbaiknya. Kau akan makan sisa makanan yang diberikan kepadamu. Kau akan hidup selama 25 tahun.” Anjing menjawab, “Tuanku, aku akan menjadi seekor anjing tapi hidup selama 25 tahun terlalu lama. Beri aku cukup 10 tahun saja.”. Tuhan pun mengabulkan permintaannya. Berikutnya Tuhan menciptakan Monyet dan kepadanya berkata, “Kau akan AKU jadikan seekor Monyet. Kau akan bergelantungan dari cabang satu ke cabang lainnya melucu dan menghibur. Kau akan hidup 20 tahun.”
Monyet menjawab, “Tuanku, aku akan menjadi seekor Monyet tapi hidup selama 20 tahun terlalu lama. Beri aku cukup 10 tahun saja.” Tuhan pun mengabulkan permintaannya. Terakhir Tuhan menciptakan Manusia. “Kau akan menjadi manusia, hanya satu-satunya ciptaan yang rasional di bumi ini. Kau akan menggunakan kecerdasanmu untuk menjadi penguasa di antara semua binatang. Kau akan menguasai bumi. Kau akan hidup selama 20 tahun.” Manusia merespon, “Tuanku, berikan padaku 30 tahun yang ditolak keledai, 15 tahun yang tidak diinginkan anjing dan 10 tahun yang ditolak monyet.” Tuhan pun mengabulkan permintaannya. Kemudian sejak saat itu,Manusia hidup selama 20 tahun, lalu menikah dan menjalani hidup 30 tahun seperti keledai, bekerja dan membawa semua bebannya di pundak. Kemudian ketika anak-anaknya menikah dan meninggalkan dia, ia hidup seperti anjing, merawat rumah dan memakan apa saja yang diberikan padanya, kemudian ketika ia menjadi tua, pergi dari satu rumah anaknya ke rumah anak lainnya, melakukan lelucon untuk menghibur cucu-cucunya.
Tentunya kita tidak berharap cerita itu benar-benar terjadi dalam kehidupan kita.

Kamis, 24 November 2011

Pekerjaan Anda Bukanlah Tujuan


Sering sekali saat saya meneliti rekam jejak pelamar kerja melalui daftar riwayat hidup yang dikirim bersama dengan surat lamaran kerjanya, saya menemukan ternyata sejak pertama kali bekerja hingga saat itu pelamar tersebut telah bekerja di beberapa perusahaan yang berbeda hanya dalam hitungan tahun. Pelamar tersebut hanya bertahan di satu perusahaan kurang dari setahun, bahkan ada yang hanya sekitar tiga bulan.
Apa yang terjadi? Ada dua kemungkinan, pertama perusahaan-perusahaan dimana dia pernah bekerja merasa bahwa orang itu tidak mampu bekerja sehingga terpaksa perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan orang tersebut. Atau, yang kedua adalah bahwa memang sesungguhnya orang tersebut tidak pernah bisa merasa nyaman bekerja di perusahaan tersebut. Sesekali saya ingin tahu lebih dalam sesungguhnya apa yang terjadi dengan memanggil pelamar tersebut, barangkali ada justifikasi yang dapat saya lakukan setelah mendengar langsung dari yang bersangkutan karena sesungguhnya saya melihat pelamar tersebut punya potensi untuk berkembang. Ternyata jawaban yang saya dapatkan beragam, antara lain tidak betah, mau cari pengalaman lain, ada tawaran (gaji) yang lebih baik, diajak teman pindah ke perusahaan lain. Ketika saya tanyakan lebih lanjut kenapa tidak betah maka jawaban yang muncul adalah, antara lain jarak dari rumah ke tempat kerja terlalu jauh, atasan pilih kasih, kerjanya terlalu melelahkan, kerjanya terlalu membosankan, teman-teman kerjanya ga asyik, dan lain-lain alasan yang intinya adalah menyalahkan keadaan atau pihak-pihak di luar dirinya sendiri.
Jawaban-jawaban tersebut sungguh sulit dimengerti, mengingat saat interview begitu berharap dapat diterima. Namun, setelah diterima dengan mudah memutuskan keluar sementara di luar sana masih banyak yang menganggur. Analisis mendalam saya menyimpulkan bahwa mengapa orang tersebut bertindak seperti itu tidak lain dan tidak bukan karena ketiadaan tujuan yang jelas untuk apa bekerja. Temukan tujuan Anda dengan jelas. Tujuan yang jelas akan membantu Anda bekerja lebih serius. Anda dapat menetapkan tujuan Anda dengan merenung dan menggali sumber motivasi Anda. Sumber motivasi Anda dapat digali dari beberapa dimensi, antara lain, dimensi intelektual, dimensi rohani, dimensi keluarga. Dimensi intelektual bisa mencakup pengetahuan ataupun ketrampilan. Dimensi rohani mungkin Anda ingin melakukan perjalanan ibadah, atau kepuasan karena mendapat kesempatan menerapkan apa yang sudah Anda pelajari di bangku sekolah. Dimensi keluarga, misalnya anak, orangtua, atau adik atau lainnya. Dari sana tetapkan tujuan yang ingin Anda capai secara lebih spresifik apa dan kapan hal tersebut Anda ingin capai, lalu berusahalah mencapai itu melalui pekerjaan Anda. Gunakan pekerjaan yang Anda dapatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan Anda. Perlu dicamkan bahwa pekerjaan Anda bukanlah tujuan, melainkan sarana bagi pencapaian tujuan Anda.
Jika Anda memiliki pandangan seperti itu, yaitu pekerjaan yang Anda lakukan merupakan sarana mencapai tujuan-tujuan Anda maka niscaya Anda akan lebih menikmati pekerjaan Anda apapun itu. Ketika dulu saya sudah memiliki rencana yang matang untuk menikah terjadi suatu keadaan yang tidak terduga. Saat itu kami sudah menetapkan tanggal pernikahan. Persiapan sudah benar-benar matang, termasuk mengambil rumah sederhana dengan cara kredit. Namun, di perusahaan dimana saya bekerja terjadi perpecahan antar pemilik dan situasi memburuk tanpa ada kejelasan nasib bagi karyawan, termasuk saya tentunya. Tentu saja saya harus memiliki pekerjaan baru. Singkat kata, saya berhasil mendapatkan pekerjaan baru dengan kondisi yang lebih baik. Tetapi, ada satu rekan kerja sejak hari pertama saya bekerja di tempat baru selalu menceritakan keburukan-keburukan perusahaan. Dia selalu menceritakan kekecewaannya dan sesumbar sedang mencari kesempatan di perusahaan baru. Bayangkan, sangat logis jika saat itu kemudian saya mengikuti jejak dia karena dia sudah bekerja beberapa tahun sebelumnya. Tapi, itu tidak saya lakukan karena saya punya motivasi kuat bahwa harus punya pekerjaan dan penghasilan agar pernikahan saya yang tinggal enam bulan dapat terwujud dan setelah pernikahan tidak diisi dengan pertengkaran-pertengkaran hanya gara-gara masalah kebutuhan materi yang tidak terpenuhi. Saya terus bekerja dengan kesungguhan. Dan Anda tahu, ternyata rekan kerja saya walaupun setiap bertemu masih saja terus mengeluh tapi dia sendiri juga tidak pernah pindah kemana-mana.
Temukan tujuan Anda, nyatakan dengan jelas dan spesifik, tetapkan tenggat waktu untuk mencapai tujuan tersebut, dan pandanglah bahwa pekerjaan Anda adalah sarana untuk mencapai pekerjaan tersebut maka Anda akan lebih menikmati pekerjaan Anda. Jika Anda menikmati pekerjaan Anda, niscaya Anda akan memandang kesulitan-kesulitan, suasana yang kurang menyenangkan dan kendala-kendala lain sebagai sesuatu yang harus diatasi. Dan, buahnya akan terasa manis terhadap perjalanan karir Anda, uang dan jabatan akan mengikuti keberhasilan Anda. 

Selasa, 22 November 2011

Tetap Bertahan Sekalipun Kondisi Sulit


Mari kita belajar (lagi) dari arena SEA Games XXVI Tahun 2011 di Palembang, Sumatera Selatan. Adalah sosok Triyaningsih yang dijuluki Ratu Atletik SEA Games 2011 (Kompas, Selasa, 22 November 2011 hal 16) yang turun di tiga nomor, yaitu 5.000 meter, 10.000 meter dan 42.195 meter (maraton). Triyaningsih menyabet medali emas di semua nomor tersebut dan merupakan pelari yang berlari paling jauh dalam cabang atletik, yaitu total 57.195 meter, kurang lebih jarak Jakarta – Bogor (Jawa Barat).
Sesungguhnya tidak ada yang “terlalu istimewa” pencapaian wanita yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, 24 tahun itu yang lalu itu jika kita melihat catatan prestasi sebelumnya. Triyaningsih sudah pernah meraih medali emas untuk nomor 5.000 meter dan 10.000 meter di dua perhelatan SEA Games sebelumnya, yaitu SEA Games XXIV Tahun 2007 dan SEA Games XXV Tahun 2009. Yang istimewa adalah kali ini dia juga turun di nomor maraton, dan yang lebih istimewa, di SEA Games XXVI Tahun 2011 dia turun berlomba dalam kondisi kaki yang masih belum sembuh dari luka akibat latihan di Salatiga, Jawa Tengah untuk persiapan SEA Games.
Apa yang membuat Triyaningsih begitu kuat motivasinya untuk keluar menjadi Sang Pemenang (The Winner) di semua nomor yang diikutinya? Triyaningsih memiliki motivasi diri (self motivation) yang sangat tinggi. Motif dia, antara lain, merasa sudah berlatih sangat keras sehingga merasa sayang kalau tidak keluar sebagai Sang Pemenang. Triyaningsih memang berlatih sangat keras. Setiap hari dia berlari dua sampai empat jam dengan jarak antara 10 kilometer hingga 35 kilometer. Bayangkan, dalam seminggu kalau ditotal dia berlari antara 210 kilometer hingga 250 kilometer. Dia juga merasa punya kewajiban membawa nama harum bangsa dan negara, dia merasa penonton punya harapan besar terhadap dia untuk keluar sebagai Sang Pemenang. Dengan motivasi yang sangat kuat dia memaksakan diri untuk terus berlari sekalipun sambil menahan sakit karena lukanya kambuh dan tetap tersenyum. Triyaningsih terus berlari dan berlari hingga akhirnya keluar sebagai Sang Pemenang.
Triyaningsih terus bertahan sekalipun ada hambatan pada kakinya. Sementara ada banyak orang menyerah pada kesulitan yang berujung pada predikat Sang Pecundang (The Loser), bahkan mengakhiri hidupnya karena kesulitan hidup, atau karena hubungan diputus sang kekasih, atau karena tidak lulus ujian, dan keadaan-keadaan sulit lainnya. Apa yang membedakan seorang Triyaningsih dan orang-orang lainnya yang menyerah pada keadaan sulit? Ada suatu pengukuran yang disebut dengan Adversity Quotient (AQ), yaitu suatu pengukuran sejauh mana orang akan terus bertahan dalam suatu keadaan yang sulit. Jika dilakukan pengukuran, orang-orang yang menyerah pada keadaan (Sang Pecundang) memiliki tingkat AQ yang rendah, sementara sosok seperti Triyaningsih memiliki tingkat AQ yang tinggi.
Pengukuran AQ, mirip dengan pengukuran IQ (Intelligent Quotient). Ada serangkaian test yang harus dilalui dan ada hasil seperti pengukuran IQ. Bedanya IQ mengukur tingkat kecerdasan, sedangkan AQ mengukur daya tahan terhadap suatu keadaan yang sulit. Seperti halnya IQ bisa ditingkatkan, demikian juga AQ. Sederhananya, agar Anda dapat bertahan dalam suatu keadaan yang sulit (memiliki tingkatan AQ yang tinggi) maka harus ada kesadaran bahwa Andalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas apapun kondisi Anda saat ini. Kesadaran seperti itu akan menentukan apa tindakan berikut Anda, menyerah dengan keadaan atau terus bergerak dan berrtindak.
Coba Anda perhatikan perjalanan prestasi Triyaningsih. Dulu, kalau latihan dia selalu berada di urutan paling belakang. Dia tidak mencari kambing hitam dengan mengatakan bahwa teman-temannya lebih muda sehingga wajar kalau dia berada pada urutan paling belakang. Tapi dia mengambil tanggung jawab pribadi bahwa dia harus bisa mengalahkan teman-temannya, dan berhasil. Pertama kali ikut SEA Games adalah tahun 2003 di nomor 5.000 meter. Walaupun dia memecahkan rekor nasional junior tetapi dia mencapai finish pada urutan keempat. Apakah dia menyerah? Tidak, dia terus berlatih untuk mempersiapkan diri pada SEA Games 2005. Namun, apa yang terjadi? Dia dicoret dari tim SEA Games. Tetapi, Triyaningsih tetap bertahan terus berlatih dan akhirnya pada SEA Games XXIV Tahun 2007 dia berhasil meraih medali emas pada nomor 5.000 meter dan 10.000 meter. Bahkan, dia memecahkan rekor nomor 5.000 meter dengan waktu 15 menit 54,32 detik!
Jadi, apapun kondisi sulit Anda saat ini berhentilah menyalahkan keadaan atau orang lain. Coba Anda renungkan, sesungguhnya kondisi kita saat ini mengikuti hukum tabur tuai. Jika kita menabur benih padi maka sudah pasti kita akan memanen padi, tidak mungkin kita memanen gandum. Jika kita menabur benih mangga tidak mungkin kita akan memanen jambu. Jadi, segera ambil tanggung jawab terhadap keadaan Anda dan mulailah bangkit dan terus bergerak.

Minggu, 20 November 2011

Tahu Apa Yang Ingin Dicapai


Ada yang bisa dipelajari dengan membaca sosok I Gede Siman Sudartawa di harian Kompas, Sabtu, 19 Nopember 2011 hal 16. Usianya masih muda, baru 17 tahun. Namun, di SEA GAMES XXVI 2011 Siman berhasil mendulang 4 buah emas dan memecahkan dua rekor SEA Games. Emas tersebut didapatnya pada cabang renang nomor 50, 100 dan 200 meter gaya punggung dan 4x100 meter gaya ganti estafet putra. Sedangkan rekor yang berhasil dipecahkan adalah dari nomor 100 meter gaya punggung, yaitu 55,59 detik. Rekor sebelumnya 56,16 detik dipegang atas nama Lim Keng Liat yang tercipta pada 11 September 2001. Rekor kedua adalah pada nomor 50 meter gaya punggung, yaitu 25,62 detik, tercipta atas nama Siman karena nomor 50 meter gaya punggung baru pada SEA Games kali ini diperlombakan.

Apa yang bisa dipelajari dari sosok Siman? Pertama adalah visi yang sangat jelas, Siman ingin menoreh prestasi melalui cabang olahraga renang. Ada banyak dari antara kita hingga saat ini tidak memiliki tujuan atau cita-cita. Mereka mungkin tidak tahu mau kemana atau mungkin karena takut menetapkan target. Ada cerita mengenai dua sekawan yang sedang mengembara berjalan menyusuri suatu jalan desa. Suatu ketika dua sekawan itu sampai di suatu persimpangan. Mereka bingung arah mana yang harus mereka lalui, ke kiri, ke kanan atau lurus? Saat mereka sedang kebingungan mereka lihat sepertinya seorang penduduk setempat berjalan mendekati mereka. Ketika penduduk tersebut sudah berada di depan mereka, bertanyalah mereka kepada penduduk itu, “Bapak, kami sedang bingung arah mana yang sebaiknya kami ambil, ke kiri, ke kanan atau lurus? Mungkin bapak bisa bantu kami?” Si orangtua itu balik bertanya kepada dua sekawan tersebut, “Kalian mau kemana sesungguhnya?”. Kedua sekawan itu saling berpandangan mata dan mengangkat bahu, “Kami juga tidak tahu, pak”, jawab mereka. Sambil tersenyum si bapak berkata, “Nak, jika kalian tidak tahu mau menuju kemana maka apakah ada bedanya kalian ke kiri, ke kanan atau lurus?”. Jadi, jika Anda masih mengalami kebingungan seperti cerita dua sekawan di atas maka mulailah tetapkan tujuan Anda. Apa yang ingin Anda capai pada bulan ini, tiga bulan mendatang, enam bulan mendatang atau setahun mendatang. Saat akhir tahun seperti sekarang adalah momen yang tepat untuk merenungkan apa-apa yang ingin Anda capai  di tahun mendatang. 
      
Kedua, Siman memiliki komitmen yang tinggi pada visi tersebut. Semua yang harus dilakukan untuk mencapai cita-citanya dia jalani. Apakah mudah? Sama sekali tidak, tetapi Siman berani membayar harga untuk mencapai cita-citanya. Siman berlatih beberapa jam pada pagi hari dan beberapa jam pada sore hari, sedangkan pada siang hari dia berlatih beban untuk memperkuat otot. Selain latihan, agar dia bisa mengikuti sekolah formal yang ditinggalkan maka dia mengambil home schooling di Jakarta karena Siman masih terdaftar sebagai pelajar kelas II SMA Olahraga di Riau. Demikian juga halnya, Anda perlu memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalani proses dalam mencapai apa yang telah Anda tetapkan.

Ketiga, Siman sudah siap menetapkan target yang lebih tinggi lagi. Dia sudah bertekad menembus babak 16 besar pada Olimpiade London 2012, mengincar medali emas pada Asian Games 2014, dan mendulang prestasi di Olimpiade 2016 di Brasil. Anda lihat, Siman menetapkan target secara bertahap. Saat ini dia sudah berhasil di SEA Games, maka berikutnya adalah di tingkat Asia lalu dunia. Ada suatu pentahapan dalam mencapai apa yang dia inginkan. Demikian juga halnya Anda perlu menetapkan tahapan-tahapan yang harus Anda lalui dalam mencapai apa yang Anda inginkan.