Dulu orang
menghubungkan kesuksesan seseorang dengan tingkat kecerdasan intelektualnya.
Semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang, yang dinyatakan dengan tingginya
skor IQ (Intelligence Quotient), maka
semakin besar peluangnya untuk sukses. Namun, kita sudah sering menemukan fakta
bahwa banyak orang yang memiliki IQ tinggi ternyata hidupnya gagal. Saya
sendiri melihat beberapa orang di sekitar saya yang seperti itu. Ada seorang
teman yang cerdas lulusan S-2 tidak memiliki pekerjaan atau aktifitas produktif
apapun. Dengan kondisi seperti itu kehidupan keluarganya pun menjadi terganggu
dan akhirnya harus berakhir dengan perceraian. Sebaliknya banyak orang dengan
tingkat IQ biasa-biasa saja tetapi sukses dalam hidupnya. Jadi, IQ tidak cukup
untuk memprediksi sukses atau gagalnya hidup seseorang.
Kemudian
berkembang teori yang mencoba menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang tidak
semata bergantung pada kecerdasan intelektualnya, tetapi lebih banyak dipengaruhi
oleh kecerdasan emosionalnya (Emotional
Intelligence). Menurut Daniel Goleman,
EQ (Emotional Quotient) lebih banyak
berperan dibanding IQ dalam kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosional
mencerminkan kemampuan sesorang untuk berempati, mengontrol emosi, bergaul
secara efektif dengan orang lain. Tetapi, kita juga melihat fakta yang
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi banyak juga yang
tidak berhasil dalam hidupnya. Jadi, IQ maupun EQ belum cukup sebagai prediktor
atas kesuksesan seseorang. Keduanya berperan dalam kesuksesan seseorang tetapi
masih belum cukup.
Paul G. Stoltz (Adversity Quotient: Mengubah
Hambatan Menjadi Peluang, Penerbit PT Grasindo, Tahun 2000), mengembangkan
teori baru, yaitu Adversity Quotient, melalui riset mendalam atas kajian-kajian
ilmiah di bidang psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neorofisiologi selama
19 tahun dan penerapannya selama 10 tahun. Menurut Stoltz, suksesnya hidup seseorang lebih ditentukan oleh AQ-nya,
bukan IQ atau EQ. Ketiganya berperan dalam kesuksesan seseorang, namun yang
paling besar perannya adalah AQ. Hubungan ketiganya digambarkan dalam Segitiga
AQ-EQ-IQ. AQ memberitahu kita seberapa jauh kita mampu bertahan menghadapi
kesulitan dan kemampuan mengatasinya. AQ mempunyai tiga bentuk, yaitu merupakan
suatu kerangka kerja konseptual untuk memahami dan meningkatkan segala aspek
kesuksesan; suatu ukuran untuk mengetahui respon Anda terhadap kesulitan; dan
serangkaian peralatan (tools) untuk
memperbaiki respon Anda terhadap kesulitan.
AQ terdiri
atas empat dimensi, yaitu C, O2, R, dan E. C (Control) adalah dimensi yang
mempertanyakan seberapa banyak kendali
yang Anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan.
O2 terdiri atas Origin dan
Ownership. Origin (asal-usul), mempertanyakan siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, sedangkan Ownership (pengakuan) mempertanyakan sampai sejauh manakah Anda mengakui
akibat-akibat kesulitan itu. R merupakan singkatan dari Reach (jangkauan), yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau
bagian-bagian lain dari kehidupan Anda. Sedangkan E (Endurance) mempertanyakan dua hal yang berkaitan, yaitu berapa lamakah kesulitan akan berlangsung,
dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu
akan berlangsung. Gabungan skor keempat dimensi membentuk skor AQ Anda (AQ
= C + O2 + R + E).
Dalam bukunya, Adversity
Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang, Penerbit PT Grasindo, Tahun 2000,
Stoltz menyediakan lembar evaluasi diri kita saat ini yang disebut Adversity
Response Profile (ARP) Quick Take™, yang bisa Anda temukan di halaman
121 – 131. Jika Anda tidak memiliki buku tersebut tetapi ingin mengevaluasi
diri, Anda bisa mengirimkan permintaan kepada saya dengan mengisi komentar atas
tulisan ini. Segera saya akan kirimkan file softcopy ke alamat email Anda. Jika
skor AQ Anda saat ini berada pada kategori rendah bukan berarti dunia Anda
berhenti, karena Adversity Quotient
menyediakan tools untuk memperbaiki
respon Anda terhadap kesulitan. Demikian pula seandainya nilai Anda saat ini
masuk pada kategori tinggi, Anda pun punya kesempatan untuk terus meningkatkan
respon Anda sehingga memiliki daya tahan yang lebih tinggi dalam menghadapi
kondisi-kondisi yang lebih sulit yang akan Anda hadapi dalam menyusuri perjalanan
Sang Pemenang.
sangat menarik kalau membahas mengenai AQ. Generasi sekarang perlu membaca & mengerti akan hal ini.
BalasHapusmohon dikirimkan ARP ke e-mail saya : 421.sadjiarto@gmail.com
terima kasih,
salam, ari
Selamat malam mas Ari,
HapusYa, memang betul sekali jika kita bisa memahami dan meningkatkan AQ kita akan sangat membantu dalam menjalani kehidupan kita.
Mohon maaf sebelumnya jika saya lambat merespons permintaan mas Ari, sehubungan dengan meningkatnya kesibukan saya di akhir tahun.
ARP yang mas butuhkan sudah saya kirim ke alamat email mas Ari.
Semoga bermanfaat.
Salam Pemenang,
Suhartono Chandra
jujur saya baru dengar istilah ini.. untuk itu saya langsung tertarik. mohon juga dikirimkan melalui email saya :gemppar72@yahoo.com. terima kasih
BalasHapusilmu baru :) mohon dikirimkan ke heprut.joko.thole@gmail.com. terimakasih banyak :)
BalasHapusMas Suhartono Chandra, apakah masih berkenan membagikan kuesioner ARP ini? Kebetulan saya ada tugas untuk analisis adversity quotient pada fresh graduates di tempat kerja. Kalau ya, tolong di-share melalui email ini: saya.ellen@gmail.com ya Pak. Terima kasih atas bantuannya.
BalasHapusSalam, Ellen.
Yess. AQ menarik untuk dipelajari dan dikembangkan.
BalasHapusPak, saya ijin untuk copy gambar hubungan AQ, IQ dan EQ, di blog saya https://www.gabrieldwi.web.id/pengertian-adversity-quotient/.
Terima kasih Pak
Terima kasih