Rabu, 10 April 2013

Wani Sabu: “Jiwa berani dan petarung saya terbentuk sejak kecil”



Mungkin Anda adalah salah satu nasabah Bank Central Asia (BCA). Mungkin Anda pernah complain mengenai pelayanan BCA dan menghubungi call center BCA, yang dikenal dengan nama Halo BCA. Anda pasti mendapat pelayanan yang cepat, ramah dan menawarkan solusi terbaik atas keluhan Anda. Itulah gambaran pelayanan Halo BCA saat ini, yang sangat berbeda dibanding kondisi tahun 2004.

Maka tidaklah heran kalau Halo BCA telah berkali-kali meraih penghargaan, baik Nasional maupun Internasional. Bahkan, tepat pada 11-11-11 (triple 11), yang maksudnya tanggal 11 bulan 11 tahun 2011, Halo BCA membawa Indonesia menjadi Grand Champion di ajang World Class Contact Center. Prestasi itu diulang kembali pada tahun 2012. Bahkan ditambah dengan gelar juara di kategori yang paling prestisius, yaitu The Best Contact Center in The World pada acara yang berlangsung di Las Vegas, Amerika Serikat (AS). Suatu prestasi yang luar biasa, karena untuk dapat tampil di tingkat dunia harus melalui kemenangan-kemenangan di tingkat regional dahulu, bersaing dengan contact center lainnya di seluruh dunia.

Kesuksesan demi kesuksesan itu tidak diraih dengan mudah. Ada perjuangan yang luar biasa, jatuh bangun, tangisan, celaan bahkan pembicaraan yang tidak menyenangkan. Namun, itu semua berhasil ditaklukan oleh seorang wanita yang bernama Wani Sabu, Head of Halo BCA. Di sela-sela kesibukannya yang luar biasa, Wani menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dan menceritakan bagaimana ia mengubah dan membesarkan Halo BCA.

Perbincangan dengan Wani selalu menarik, karena wanita yang satu ini adalah sosok yang memiliki antusiasme yang tinggi, terutama pada hal-hal yang masih baru bagi dia, hal-hal yang dapat meningkatkan pengetahuannya dan wawasannya. Antusiasme yang menjadi salah satu sifat Sang Pemenang. Wani Sabu, lahir di kota Jambi, 43 tahun yang lalu. Sejak awal Wani sudah memiliki DNA Sang Pemenang. Sejak sekolah dia sudah sering menjadi juara. Mulai dari perlombaan menari, menyanyi, ataupun membaca puisi. Bahkan, di sekolah Wani selalu mendapat ranking.

Wani lebih dekat dengan ayahnya daripada ibunya. “Papa merupakan orang yang paling saya kagumi. Papa memberikan nama Wani (Wan Ik), yang berarti ‘One’ adalah satu (dalam bahasa Inggris) dan ‘I’ adalah satu (dalam bahasa Mandarin). Ternyata papa ingin saya selalu menjadi orang nomor satu. Sedangkan, arti kata ‘wani’ dalam bahasa Jawa adalah berani”, tuturnya menjelaskan arti dari namanya. Nama Wani membawa anugrah, saya selalu berani bertarung dan juara, ujarnya sambil tersenyum. Sejak kecil Wani dididik untuk mandiri. “Saya tidak pernah disuruh harus belajar, harus ini atau harus itu. Papa membebaskan saja. Namun, justru dibiarkan begitu saya menjadi bertanggung jawab, belajar sendiri tanpa disuruh. Saya mengurus semua keperluan saya sendiri”, ungkapnya. “Karakter mandiri, bertanggung jawab, jiwa berani dan petarung saya terbentuk sejak kecil”, tambahnya lagi.

Lulus S1 di bulan September 1991, Wani langsung bekerja di BCA melalui program ODP (Officer Development Program). Awalnya, Wani ditempatkan di operasional Cabang, kemudian dia dimutasikan ke Divisi Audit. “Di Divisi Audit, saya benar-benar ditempa dan banyak belajar. Dari belajar product knowledge perbankan sampai pembentukan karakter”, ujarnya. “Tingkat kesabaran saya di sini benar-benar teruji. Banyak suka duka di Divisi Audit, tapi lebih banyak dukanya”, kenang Wani. “Namun, duka inilah yang membuat diri saya memperolah banyak pembelajaran. Dari menghadapi auditee yang selalu tak mau disalahkan sampai atasan yang sulit saya pahami”, ujarnya. “Waktu di Divisi Audit saya kurang bahagia. Saya merasa sangat tertekan”, ungkapnya. “Tetapi, saya selalu berprinsip bahwa semua hal pasti ada positifnya, jika kita mau melihat dari sisi positif”, ujarnya. “Memang ada saat ketika otak mengatakan saya harus resign dan mencari pekerjaan yang lebih baik. Saya mempunyai IPK tinggi, punya banyak referensi kerja. Dengan bekal itu pasti mudah masuk kerja di mana pun yang saya suka. Jangan bertahan di kondisi yang tertekan seperti ini, karena bisa mematikan karier dan tak bisa menjadi diri sendiri”, ungkapnya. “Namun, suara hati berkata lain. Saya harus bertahan. Saya harus membuktikan prestasi saya, pekerjaan saya jangan dilihat sebelah mata. Kemampuan bertahan adalah DNA Sang Pemenang”, lanjut dia.

“Saya mengambil keputusan yang tepat, saya tetap bertahan, tidak pindah ke perusahaan lain”, ujarnya. “Sekarang saya baru tahu bahwa kemampuan bertahan itu disebut Adversity Quotient (AQ), yang merupakan indikator kemampuan bertahan seseorang dalam menghadapi kesulitan. Dan AQ adalah prediktor yang lebih efektif dibanding IQ dan EQ dalam memprediksi kesuksesan”, jelasnya. “Saya sekarang baru mengerti, inilah jalan yang Tuhan siapkan buat saya, agar saya semakin tangguh. Tuhan mempersiapkan diri saya untuk menuju karier yang lebih tinggi lagi”, tutur Wani.

Akhir 2004, Wani dimutasi ke call center Halo BCA. Awalnya, Wani sempat minder. Dia berpikir apakah prestasi kerja dia di Divisi Audit dinilai buruk. “Pada masa itu, orang yang bekerja di Divisi Audit dianggap sebagai karyawan pada kasta tertinggi. Sebaliknya, Halo BCA adalah tempat buangan bagi karyawan yang kurang berprestasi”, tuturnya.

“Kalau ada customer service di kantor cabang yang tidak bisa senyum atau senyumnya pahit, maka orang tersebut akan dimutasi ke Halo BCA, karena di Halo BCA kan tidak terlihat senyum atau tidak senyum”, ujar Wani sambil tersenyum. Jadi kalau ada yang bertanya kepadanya kerja di bagian apa, maka Wani akan menjawab, ‘saya di consumer banking’. “Kan, Halo BCA juga bagian dari consumer banking”, katanya mengelak. “Saat itu saya malu kalau orang tahu saya di Halo BCA”, akunya. Wani punya alasan malu karena memang pada masa itu tidak banyak yang bisa dibanggakan dari Halo BCA.           

Sekalipun, kondisi Halo BCA belum dapat dibanggakan Wani tetap antusias. Bekerja di Halo BCA, harus siap membantu dan menyelesaikan keluhan para nasabah. Orang yang bekerja di Halo BCA selain harus orang yang sabar, menahan emosi, juga harus orang yang tepat. Orang tersebut sebaiknya tidak ada masalah, supaya tidak menumpuk masalah di dirinya. “Saya memang orang yang tepat di Halo BCA, karena saya seorang problem solver.  Saya bisa menjadi tempat ‘curhat’ banyak orang, dari keluarga, teman sampai staff sekalipun”, tuturnya. “Saya jarang mempunyai masalah, karena Tuhan memberikan keluarga yang  harmonis. Suami saya, Budi Wijaya, juga seorang Banker, jadi sangat mengerti kesibukan dan pekerjaanku. Kami mempunyai seorang anak remaja putri, Brilliant Dennise, yang sangat menonjol di sekolah, dan sangat penurut sehingga jiwa saya sangat damai. Terima kasih Tuhan atas semua karunia-Mu, ujar Wani.

Tahun 2006, ketika perusahaan rokok Djarum membeli BCA, adalah tahun dimana Wani secara bersemangat membenahi Halo BCA. Dia melakukan benchmarking dengan call center perusahaan-perusahaan lain. Dia antusias belajar dan menekuni dunia call center. Dan Wani semakin menemukan passion-nya. “Dunia service adalah jiwaku. Aku suka membuat orang lain bahagia, suka melayani orang. Jika bisa membuat orang lain tertawa, itulah kebahagiaanku”, ujarnya. 

Apa yang dilakukan Wani dengan antusias selama lima tahun terakhir telah menunjukkan hasil yang nyata. Wani berhasil memimpin timnya dalam proses transformasi Halo BCA dari sekedar call center menjadi contact center dan saat ini menjadi solution center. Posisi Halo BCA yang sebelumnya adalah cost center saat ini telah menjadi profit center. Dari posisi yang “tidak berharga” dan tidak memiliki wewenang dalam transaksi produk-produk perbankan menjadi penting keberadaannya dan beberapa transaksi perbankan sekarang bisa dilakukan melalui Halo BCA. Keberadaan Halo BCA juga sudah diakui baik di tingkat Nasional, Regional, dan Dunia. “Bahkan, saat ini setiap minggu pasti ada dari perusahaan lain yang datang berkunjung ke Halo BCA untuk melakukan benchmarking”, ujar Wani. “Kunci sukses Halo BCA adalah di team engagement”, ujar Wani. Kami bekerja di Halo BCA seperti kami bekerja di toko kami sendiri. Semua orang memiliki sense of belonging yang sangat kuat”, ungkapnya.

Wani Sabu tidak berhenti pada pencapaian saat ini. Jiwanya terus bergolak mencari pencapaian-pencapaian berikutnya. Maka, jiwa petarungnya, yang telah terbentuk sejak kecil, telah memilih untuk mengikuti kompetisi yang diselenggarakan Contact Center World untuk kategori Best Leader in the World 2013, kategori yang dapat diikuti oleh para direktur atau manajemen eksekutif. Dan Wani Sabu sangat antusias mempersiapkan diri untuk ajang kompetisi bergengsi tersebut.

Wani sadar bahwa kesuksesan tidak pernah berdiri sendiri. Dalam kesuksesan seseorang pasti ada banyak pihak yang mendukung sukses itu terjadi. Demikian juga dalam kesuksesan Halo BCA. Selain timnya yang mencapai sekitar seribu frontliner, kesuksesan Wani juga atas peran para coach yang mendampingi dan membimbingnya. “Banyak orang yang berperan di balik kesuksesan saya. Bapak Armand Hartono, yang juga direktur saya, adalah coach yang luar biasa. Beliaulah yang menemukan talenta saya sehingga menjadi leader dan Pemenang”, ungkapnya mengenai Armand Hartono. “Pak Jahja Setiaatmadja (Presiden Direktur BCA) dan Bu Winny Setiaatmadja sudah seperti orang tua saya sendiri. Mereka selalu meluruskan saya ketika mulai sedikit menyimpang, dan menguatkan saat saya lemah dan mulai mengendur semangatnya”, ujarnya. “Selain keluarga, saya sangat bersyukur atas dukungan my amazing team, dan atasan saya yang luar biasa, yaitu Ibu Ina Suwandi, Sunandar, Sugito Lie dan (Alm) Hisar Pasaribu”, tutur Wani.  “Untuk sukses kita perlu pandai bergaul dan mudah masuk ke berbagai lingkungan. Saya bergaul dengan berbagai kalangan, dari banker, motivator, konsultan, seleberiti sampai polisi”, ujarnya menyampaikan tipsnya. 

Mengenai prestasi, Wani punya pandangan tersendiri. “Bagi saya, bukan berapa banyak piala yang berhasil saya kumpulkan. Tetapi, keberhasilan membawa tim saya ke arah kehidupan, karakter, karier yang lebih baik itulah prestasi yang sesungguhnya. Piala itu hanyalah sebuah simbol keberhasilan”, ujarnya. “Melihat tim kita berdiri di panggung menerima medali dan piala itu lah kebanggaan saya”, ujar Wani menutup perbincangan. 
Wani Sabu adalah Sang Pemenang.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung.
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.