Rabu, 14 Desember 2011

Definisi Kesuksesan


Ada banyak definisi kesuksesan, kebanyakan kesuksesan dikaitkan dengan keberhasilan secara finansial. Artinya seseorang dikatakan sukses jika berhasil mengumpulkan kekayaan dari hasil upayanya. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Memang uang bukanlah segala-galanya, tetapi segala-galanya di dunia materi ini memerlukan uang. Namun, saya tidak mau berpolemik dengan isu di atas karena ukuran kesuksesan masing-masing pribadi pasti berbeda-beda. Bagi orang tertentu ukuran kesuksesannya adalah seberapa banyak uang yang dihasilkannya. Bagi orang lainnya mungkin ukuran kesuksesan adalah jika dia bisa mempersiapkan anak-anaknya melalui pendidikan yang berkualitas agar dapat berkompetisi di dunia yang semakin ketat persaingannya ini. Bagi sebagian kecil lainnya ukuran kesuksesan adalah sejauh mana dia dapat berkontribusi dalam memperjuangkan masyarakat miskin, atau sejauh mana dia dapat berkontribusi bagi lingkungan dan masyarakat luas. Demikian juga Anda mungkin punya definisi kesuksesan yang berbeda. Apapun definisi Anda tidak masalah sepanjang definisi itu membuat Anda terus bergerak maju. Secara pribadi saya lebih menyukai definisi kesuksesan yang dibuat oleh Paul G. Stolz dalam bukunya “Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang”, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2000. Menurut Stolz, kesuksesan adalah “tingkat dimana seseorang bergerak ke depan, ke atas, terus maju dalam menjalani hidupnya, kendati terdapat berbagai rintangan atau bentuk-bentuk kesengsaraan lainnya.” Definisi ini sejalan dengan filosofi bahwa kesuksesan bukanlah tujuan melainkan suatu perjalanan.
Terkait dengan definisi kesuksesan tersebut, Paul G. Stolz mengklasifikasi type-type manusia menjadi tiga type, yaitu Climber (pendaki), Camper (pekemah), dan Quitter (pecundang). Climber adalah type pendaki. Seorang pendaki akan terus berusaha menaklukan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam proses pendakian sebuah gunung. Manakala dia sudah berhasil sampai di puncak sebuah gunung dia akan mulai lagi untuk mendaki gunung lainnya. Buat seorang climber pendakian itu merupakan hidupnya. Dari satu gunung ke gunung lainnya. Dari satu kesuksesan ke kesuksesan lainnya. Climber adalah seorang pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi pendakiannya. Seperti ungkapan “sang pemenang selalu kelebihan satu kemungkinan, sedangkan sang pecundang selalu kelebihan satu alasan.”
Camper sesungguhnya adalah seorang climber pada awalnya. Mereka sudah pernah keluar sebagai sang pemenang dengan beberapa pencapaiannya, tetapi kemudian mereka memilih untuk berhenti mendaki, mencari tempat yang lebih datar dan kemudian membuka kemah dan memilih hidup lebih aman, dalam zona nyamannya (comfort zone). Alasan mereka mungkin takut karena hambatan di depan semakin besar, atau merasa sudah cukup dan berpuas diri. Kalau kita perhatikan hidup para climber tidak terlalu buruk. Mungkin kualitas hidup mereka sudah lebih baik dari masa sebelumnya. Di kantor mungkin mereka sudah menduduki jabatan supervisor atau manager. Tetapi, mungkin mereka tidak menyadari bahwa ada satu yang kurang, yaitu semangat untuk bergerak maju meraih pencapaian-pencapaian baru. Bagi seorang camper, kesuksesan adalah suatu destinasi sehingga mereka merasa sudah cukup pada tempatnya saat itu. Mereka tidak menyadari bahwa dengan menjadi camper kecil kemungkinan mereka dapat mempertahankan “kemahnya”, karena hidup adalah perlombaan. Manakala Anda berhenti maka orang di belakang Anda akan segera menyusul dan melampaui posisi Anda. Dan pada saat itu Anda akan kehilangan kenyamanan yang ada.
Type quitter adalah sang pecundang. Mereka samasekali tidak punya keberanian untuk mendaki. Mereka hanya melihat begitu tingginya gunung yang harus didaki dan segera mencari seribu satu alasan untuk mundur. Mereka hanyalah orang-orang yang hanya melihat kesulitan tetapi tidak pernah mengambil keputusan untuk mengatasi kesulitannya. Mereka hanya melihat keterbatasan diri sebagai penghalang bagi usahanya untuk mengubah keadaan. Mereka adalah orang-orang yang cenderung sinis, pemarah dan frustasi. Alih-alih mencari cara untuk keluar dari kesulitan, quitter cenderung menyalahkan sekelilingnya. Mereka menyalahkan keluarga, orang-orang sekitarnya, dan keadaan mereka.
Menjadi climber, camper, atau quitter adalah soal pilihan kita. Sepenuhnya adalah pilihan Anda, karena sesungguhnya yang harus bertanggung jawab atas hidup kita adalah kita sendiri. Hidup adalah soal memutuskan pilihan-pilihan yang ada. Tidak membuat keputusan atas pilihan-pilihan yang ada sesungguhnya sudah membuat keputusan, yaitu keputusan menyerahkan kendali pada pihak lain. Jika kita tidak membuat keputusan, maka pihak lain sekitar kita yang akan membuat keputusan atas diri kita. Nah, apakah Anda rela pihak lain yang memutuskan pilihan atas hidup kita?  


5 komentar:

  1. “tingkat dimana seseorang bergerak ke depan, ke atas, terus maju dalam menjalani hidupnya, kendati terdapat berbagai rintangan atau bentuk-bentuk kesengsaraan lainnya.”

    kata2 ini sungguh membuka jalan pikiran saya.. pilihan dalam hidup memang kadang terasa berat dan pahit, tapi dibalik itu semua ada maksudnya..

    tapi apapun keputusan yg kita pilih kita harus bisa mempertanggung jawabkan di kemudian hari..

    BalasHapus
  2. @Alvin:
    Yes!, krn jika kita hanya meratapi kondisi kita saat ini maka kita tdk akan kemana-mana, malah akan semakin terpuruk.
    Keep moving! All the best.

    Salam sukses,
    Suhartono Chandra

    BalasHapus
  3. trgantung cuaca gan...klo cerah si climber mg "ok" n quitter "hoax"
    tp klo cuaca lg galau..si climber bkal cm jd org yg lbh bodoh dr si quitter...
    sukses itu adalah 'surga'..dunia cm materialisasi hidup..bkn kenyataan yg abadi..mksh

    BalasHapus
  4. Teman,
    Istilah "climber", "camper"' dan "quitter" adalah unt mencirikan respon sesorang thd kondisi sulit dihadapi saat itu. Dlm "mendaki sebuah gunung" tentu perlu ada perencanaan dan persiapan. Tanpa perencanaan dan persiapan tentu konyol namanya. Nah, masalahnya seringkali situasi yg muncul di luar kendali kita dan terjadi sesuai dgn apa yg kita rencanakan dan persiapkan. Disinilah respon kita thd kondisi yg kita hadapi menentukan apakah kita termsk climber, camper ataupun quitter. Berhenti sejenak unt membuat rencana baru dan kemudian maju lagi adalah ciri2 respon seorg climber sejati.
    Contoh sederhana adalah suatu kondisi dimn dlm suatu pekerjaan kita merasa sangat tertekan dan merasa bahwa tempat pekerjaan kita adalah suatu "neraka". Quitter akan langsung merespon dgn surat pengunduran diri tanpa ada rencana baru (pekerjaan atau aktifitas lain)' pdhal penghasilannya merupakan tiang penyangga rumah tangganya. Sedangkan seorg climber akan memiliki bbrp pilihan, misalnya bertahan sambil bertindak apakah ada yg bisa dilakukan unt mengubah kondisi "neraka" tsb, atau bertahan sambil mencari pekerjaan baru dan setlh mendpt pekerjaan baru barulah keluar dari pekerjaan yg lama, spt ada pepatah yg mengatakan seblm memiliki sepatu baru jangan buang sepatu lama Anda.

    Saya setuju dgn pendpt bahwa kesuksesan kita bukanlah semata2 kesuksesan materi (uang) yg berhsl kita timbun, krn spt yg saya ungkapkan dlm artikel ini bahwa definisi kesuksesan berbeda2 bagi setiap org.

    Salam sukses,
    Suharono Chandra

    BalasHapus