Selasa, 17 September 2013

Prof. DR. H.A.R. Tilaar: Tetap Produktif Di Usia Lanjut

“It is not the duration of your life is most worthy, but the donation to the life and happiness of others and to God is immortal” – Prof. DR. H.A.R. Tilaar.

Prof. DR. H.A.R. Tilaar
Profesor Tilaar, atau biasa dipanggil Alex Tilaar, baru saja merayakan hari jadinya yang kedelapan puluh saat pertemuan dengannya terjadi di suatu siang menjelang sore di rumahnya yang asri di kawasan Kuningan, Jakarta. Kami duduk berbincang di ruang tamu yang luas, terasa nyaman dan damai. Ada sesuatu yang luar biasa terpancar dari jiwanya. Wajahnya luar biasa tenang. Pembicaraan kami sesekali diselingi tawa. Ingatannya masih tajam dan enerji seakan tak henti mengalir saat berbincang mengenai dunia pendidikan yang sungguh dicintainya, misteri kehidupan, dan juga tentang khayal dan pengembara berkuda.

Suami dari DR. Martha Tilaar, pengusaha dan pimpinan Martha Tilaar Group, ini lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada bulan Juni 1932. Alex Tilaar merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Kilala Tilaar dan Engelin Mamuaya. Keluarga mereka tergolong kelompok intelektual dalam masyarakat pada masa itu. 

Alex Tilaar meraih sarjana pendidikan dari Universitas Indonesia dengan predikat cum laude pada tahun 1961. Tahun 1964 ia memperoleh beasiswa dari USAID, dan memperdalam ilmunya di University of Chicago, Amerika Serikat (AS) hingga tahun 1965. Kemudian, ia melanjutkannya ke Indiana University, Bloomington, AS, dimana ia memperoleh gelar master of science of education pada tahun 1967 dan doctor of education pada tahun 1969.

Alex Tilaar bekerja sebagai guru sejak tahun 1952, dan setelah mengabdi selama 45 tahun, ia minta dipensiunkan sebagai pegawai negeri pada tahun 1997. Dalam kurun waktu 45 tahun pengabdiannya, ia juga berkontribusi sebagai seorang birokrat di Bappenas selama 23 tahun. Sebanyak 26 buku telah ia tulis. Tiga bukunya, Kaleidoskop Pendidikan Nasional, Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pendidikan Nasional, dan Aku Seorang Turis?, terbit di tahun 2012. Sebuah bukti bahwa loyalitas atau kesetiaannya pada bidang yang digelutinya tak pernah surut atau lekang oleh waktu. Justru di usianya yang lanjut semangatnya semakin menggebu.

Memang dunia pendidikan demikian melekat dalam dirinya, seakan sudah menyatu dengan jiwanya. Mungkin hal itu tidak terlepas dari jejak ayahnya yang juga seorang guru. Awalnya ia tidak ingin menjadi guru, ayahnya pun tidak menginginkan Alex kecil saat itu menjadi seorang guru, karena hidup seorang guru memang susah. Perjalanan hidup yang banyak menyimpan misteri ini justru membawanya menjadi tokoh pendidikan di Indonesia, dan juga seorang Turis (Turut Istri) yang melanglang buana ke seluruh penjuru dunia.

Alex Tilaar punya hubungan yang khusus dengan sang Ibunda. Saat melahirkannya, ibunda tidak ditemani oleh suaminya, yang ternyata selain menjadi guru juga suka berburu di hutan. Ibunda berfirasat Alex akan menjadi seorang pengembara. Usai perang kemerdekaan pada tahun 1945, suatu hari Alex kecil bermain pasir di bantaran sungai bersama kedua saudara laki-lakinya sambil menunggu pedati yang akan membawa mereka menyeberangi sungai menuju sekolah. Seorang baba keturunan Tionghoa ternyata mengamati mereka. Baba tersebut kemudian mendekati Ibunda dan bertanya apakah dia boleh mengadopsi Alex, putra keduanya. Ibunda terkejut dan tertawa. Menurut baba itu, Alex kecil ini hoki-nya bukan hanya buat dirinya, tetapi juga buat keluarganya. Ia juga meramal Alex kecil akan membawa nama besar untuk keluarga serta melanglang buana. Dua kejadian masa kecil ini begitu melekat dan menjadi tutur cerita Ibunda setiap saat kepada anak-anaknya dan juga keluarga dekatnya.

Ayahanda Kilala Tilaar adalah seorang  futuris yang selalu mengikuti apa yang terjadi di dunia walau tinggal di desa kecil. Ia selalu menceritakan kejadian di dunia termasuk perang dunia di Eropa kepada anak-anaknya. Informasi itu diperolehnya dari berlangganan majalah Panji Pustaka. Ayahanda telah membuka jendela dunia kepada anak-anaknya melalui bacaan ini. Alex kecil membawa khayalan dunia di dalam dirinya.

Alex Tilaar bersama dengan istrinya, DR Martha Tilaar
Misteri kehidupan dan khayalan masa kecil inilah yang melontarkan Alex Tilaar dari desa kecil kelahirannya untuk kemudian mengembara ke seluruh penjuru dunia. Saat ia mengunjungi Kazakhstan sebagai “turis mendampingi istrinya tercinta, DR. Martha Tilaar, yang diundang untuk berbicara di World Islamic Economic Forum 2011, Alex Tilaar mengagumi hamparan savana yang luas dengan kuda-kuda yang berlari diatasnya. Kuda-kuda ini membuat jiwanya tersentak akan ingatan khayalan masa kecilnya. Khyal atau khayal berasal dari bahasa Arab mengandung arti imajinasi sedangkan dalam bahasa Turki khyal berarti seekor kuda.

Genghis Khan membawa pasukannya dari Mongolia melewati Kazakhstan menuju Eropa dengan berkuda. Sejarah menunjukkan keberhasilannya menundukkan beberapa negara di Eropa. Kuda pada masa itu adalah kendaraan untuk melakukan invasi. Kuda ternyata mampu membawa manusia ke tanah baru, membawa manusia meraih impian mereka. Maka khayal layaknya seekor kuda, mampu membawa kita menjelajahi dunia baru, mampu membuat kita bermimpi dan merancang masa depan, mampu mendorong kita mewujudkan impian itu.

Alex Tilaar menekankan bahwa setiap orang harus memiliki kemampuan berkhayal, berimajinasi. Kemampuan berkhayal membangun jiwa yang kreatif dan memupuk kemampuan entrepreneurship. Anak-anak harus diberikan kesempatan untuk berkhayal. Di rumah, di sekolah dan di masyarakat. Begitu pula kreatifitas dan entrepreneurship pada anak-anak harus dikembangkan mulai dari rumah, sekolah hingga ke masyarakat. Ini diperlukan oleh bangsa ini untuk membangun masyarakat yang kritis dengan pemikiran out of the box dan kemampuan untuk melihat kesempatan dan ruang untuk melakukan perbaikan setiap saat. Sikap dan karakter ini diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari, bermasyakarat maupun dalam dunia usaha.

Melalui fantasi jiwa entrepreneurship terbentuk, ujar Alex Tilaar. Ia menginginkan anak-anak bebas berkhayal dan pelajaran entrepreneurship dapat masuk ke dalam kurikulum pendidikan. Ia menginginkan perubahan pada masyarakat. Sistem pendidikan masih merupakan warisan kolonial. Sistem kolonial ini membuat manusia hanya berpuas diri menjadi birokrat dan turut kepada pimpinan. Kekayaan alam tanah air yang menyediakan kemakmuran bagi masyarakat, juga merupakan faktor yang membuat manusianya enggan untuk berpikir dan bertindak.

Kecintaannya pada dunia pendidikan dan keinginannya untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak, membuat Alex Tilaar tetap konsisten untuk kritis dan terus melakukan pendekatan untuk membuat perubahan yang lebih baik pada sistem pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai Ujian Nasional. Ujian Nasional menurutnya adalah sebuah kesalahan karena menerapkan sebuah sistem standar bagi dunia pendidikan sebagaimana diterapkan dalam sebuah industri. Padahal industri menghasilkan sebuah produk, sedangkan dunia pendidikan menangani manusia yang satu sama lainnya memiliki karakter dan talenta yang berbeda.

Para guru kini mendapatkan tekanan untuk meluluskan anak-anak didiknya dengan segala cara. Anak-anak belajar dari kecurangan yang dilakukan sang guru. Kecurangan menjadi hal yang wajar.
“Saya berkunjung ke Medan beberapa saat yang lalu, dan bertemu dengan 1200 guru yang tergabung dalam organisasi Air Mata Guru. Mengapa disebut Air Mata Guru? Ternyata organisasi ini terbentuk setelah seorang guru dipecat karena melaporkan kecurangan yang terjadi saat Ujian Nasional, ungkap Alex Tilaar.

Kasus lain yang ramai didiskusikan di berbagai media adalah Ibu Siami, warga Kecamatan Tandes, Surabaya, yang diusir ratusan warga setelah ia melaporkan guru yang memaksa anaknya memberi contekan pada teman-temannya saat Ujian Nasional pada bulan Mei 2011 yang lalu.  Seorang Ibu yang jujur malah dituding mencemarkan nama baik sekolah dan kampungnya.

“Kasus seperti ini sungguh menyedihkan. Ujian Nasional bukan untuk mengadili anak-anak seperti yang terjadi saat ini, tetapi seharusnya untuk melakukan evaluasi dan pemetaan atas sistem pendidikan yang ada agar dapat terus dilakukan langkah-langkah perbaikan”, ujar Alex Tilaar.

Ia juga mengungkapkan kekuatirannya akan krisis kepemimpinan, tidak adanya pendidikan moral di masyarakat, pendidikan dan kesehatan yang cenderung liberal sehingga hanya orang yang mampu yang dapat menikmatinya serta dana pendidikan yang terbatas. Alex Tilaar mengimpikan sebuah masyarakat yang terdidik sehingga tidak perlu terlalu tergantung pada seorang pemimpin. “Pendidikan masyarakat kita saat ini masih rendah, sehingga ketergantungan pada seorang pemimpin sangat besar. Rakyat mencontoh tindakan para pemimpinnya. Tidak adanya pendidikan moral dalam situasi seperti ini, membawa masalah sosial yang rumit”, ungkapnya.

Sungguh, masih banyak perubahan yang ingin dilakukan oleh Alex Tilaar. Tetapi, ia juga meyadari keadaan yang sudah demikian rumit tak dapat diubah bak membalikkan telapak tangan.
I don’t want to win but I fail. I lose first, but at last I will win, kata Alex Tilaar dengan nada yang tegas namun tenang. Maka Alex Tilaar menuangkan semua pemikirannya dalam buku-bukunya.  Pemikiran-pemikiran ini ia harapkan dapat memberikan inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus melakukan perubahan.

Alex Tilaar mengungkapkan tidak semua perubahan memerlukan sebuah revolusi. Dia percaya sikap sebuah masyarakat dapat berubah dengan cara evolusi. Ia mengutip pemikiran Antonio Gramsci, seorang penulis, filsuf dan teoritikus politik dari Itali. Ia percaya melalui pendidikan dan informasi, masyarakat akan berubah. Alex Tilaar percaya generasi yang akan datang akan mendengar “suara”nya melalui buku-buku yang ditulisnya dan perubahan itu akan mengalir. Alex Tilaar adalah sosok yang sangat konsisten memperjuangkan apa yang diyakininya. Loyalitas atau kesetiaan dan determinasinya terhadap dunia pendidikan mengalahkan usianya. Dan sesungguhnya Alex Tilaar adalah Sang Pemenang, yang telah mengalahkan dirinya sendiri, membebaskan jiwanya dari sekat usia yang membatasi dirinya dan waktu panjangnya menggeluti dunia pendidikan.



Salam Pemenang!

Catatan
  • Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung atau di amazon.com (search “ANGEL & DEMON Indonesia edition”).
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.