Minggu, 29 April 2012

Hidupnya Tinggal Tiga Hari


Adalah seorang eksekutif muda dan sukses, sebut saja namanya Andrew. Segala simbol kesuksesan yang kita bayangkan sudah dimilikinya. Istri yang baik, anak-anak yang lucu, rumah dengan segala isinya serta mobil yang berderet. Namun, hidupnya terasa kering dan tidak bahagia. Andrew merasa istrinya terlalu cerewet, setiap pagi selalu mengingatkan dia untuk tidak lupa sarapan, setiap siang BBM (BlackBerry Messenger) istrinya selalu mengingatkannya untuk tidak lupa makan, dan minum supplemen. Andrew merasa anaknya yang sulung terlalu menuntut, merajuk minta ditemani saat akan tampil dalam acara di sekolah. Ketika dengan semangat anak-anaknya menceritakan kejadian-kejadian di sekolah bersama teman-temannya, Andrew merasa anak-anaknya terlalu mengganggunya, menyita waktu istirahatnya. Andrew merasa para pemegang saham perusahaan tempat dia bekerja terlalu menuntut. Andrew merasa staffnya di kantor selalu tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dia merasa selalu jadi bahan gunjingan staffnya di kantor. Dia merasa semua karyawannya mengkorupsi waktu kerja sehingga pekerjaan menjadi terbengkalai. Dia merasa tetangga-tetangganya sinis karena iri atas keberhasilan dia. Dia merasa berada pada lingkungan yang tidak mampu membuat dia bahagia. Dia merasa sia-sia dan putus harapan, karena hubungan dengan istri menjadi kering, hubungan dengan anak-anak selalu tegang, hubungan dengan tetangga pun sama saja, hubungan dengan para pemegang saham dan staf di kantor sangat menekan dia. Dalam perasaan kesia-siaan Andrew memutuskan untuk menyudahi hidupnya, tetapi dia ingin dengan cara yang  tidak menyakitkan. Dia tidak mau menggantung dirinya, dia tidak ingin memutus urat nadinya, dia tidak ingin menusuk jantungnya dengan pisau. Andrew ingin cara mati yang perlahan dan tidak terasa.

Akhirnya, Andrew datang berkonsultasi kepada seorang “Guru”. Dia ceritakan semua persoalannya, dan keinginannya mati secara perlahan dan tidak menyakitkan. Sang “Guru” hanya menanyakan satu pertanyaan, "Apakah sudah bulat dengan keinginan kamu, Nak?" Dengan mantap Andrew menjawab, "Ya". Tapi sang “Guru” menyuruh dia untuk pulang dan memikirkannya matang-matang dalam waktu tiga hari, setelah itu Andrew diminta datang kembali. Tiga hari kemudian, Andrew kembali datang menemui sang “Guru”, dan menyatakan kebulatan tekadnya. Akhirnya sang “Guru” memberikan sebotol cairan kepada dia untuk diminum selama tiga hari berturut-turut. “Pada hari ketiga keinginan kamu untuk meninggal tanpa rasa sakit akan terpenuhi”, demikian ujar sang “Guru”. Malam di hari pertama, Andrew meminum 1/3 cairan yang diberikan sang “Guru”. Dia merenung, dan merasa sedikit tenang membayangkan penderitaannya akan segera berakhir. Akhirnya malam itu dia tertidur dengan nyenyak. Malam di hari kedua, Andrew kembali meminum 1/3 cairan itu. Dia kembali merenung, dan merasa lebih tenang dibanding kemarin. Dia tersenyum dalam hati membayangkan besok adalah hari terakhir dia hidup. Hari terakhir dia merasakan penderitaan batinnya. Sebelum dia terlelap, dia memutuskan untuk berbuat yang terbaik bagi istrinya, bagi anak-anaknya, bagi tetangganya, bagi stafnya, bagi semua orang dalam lingkungannya hanya sekali saja sebelum nantinya dia benar-benar mati. Dan satu-satunya kesempatan itu adalah besok.

Andrew terbangun pada pagi harinya, dan merasakan hatinya begitu ceria. Dia keluar dari kamar tidur dan melihat istrinya sedang menyiapkan sarapan pagi. Dia menghampiri istrinya, memeluknya dan mengecup kening istrinya, seraya menyapanya, “Selamat pagi, sayang. Aku sangat mencintai kamu, dik”, bisiknya di telinga istrinya. Istrinya terkejut dan keheranan, namun merasakan kebahagiaan yang sangat indah. Seperti hari-hari sebelumnya, istrinya melayani dia dengan penuh kasih. Ketika anak-anaknya hadir menghampiri meja makan, Andrew melakukan hal yang sama kepada anak-anaknya. Anak-anaknya pun terkejut dan keheranan, namun rasa senang segera menghapus keterkejutan anak-anaknya dan berganti dengan keriangan dan semangat yang pada hari-hari sebelumnya telah lama menghilang. Andrew pergi ke kantor dengan perasan yang berbeda. Sepanjang perjalanan dia berpikir mengapa baru hari ini dia merasakan perasaan yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Dia merasakan istri dan anak-anaknya begitu mencintai dia. Perasaaan yang telah lama hilang dari dirinya. Begitu turun dari mobil dia menyapa petugas satpam yg menyambutnya. Satpam yang terselimut rasa heran atas perubahan sikap Andrew dengan sigap memberi hormat dan tersenyum kepada Andrew sama seperti hari-hari sebelumnya. Demikian pula staf Andrew. Dan kembali Andrew merasa heran mengapa hari itu perasaanya berbeda? Mengapa stafnya menjadi begitu baik? Apa yang terjadi????

Sore, ketika dalam perjalanan pulang ke rumah, dia kembali merenung mengapa semua orang dalam lingkaran kehidupannya hari itu begitu tampak baik, sayang, dan hormat  kepada dia, padahal hari itu dia hanya ingin melakukan hal-hal baik kepada mereka semua karena hari itu adalah hari terakhir dia hidup. Besok dia akan meninggalkan semuanya dengan tenang. Dalam kekhusukannya dia merenung tiba-tiba dia merasa begitu indahnya hidup ini. Dia merasa sayang meninggalkan keluarganya. Dia merasa sayang meninggalkan semua orang dalam lingkaran kehidupannya. Tapi......bagaimana?? Hidupnya tinggal hari itu. Cairan di botol tinggal sepertiganya, tenggakkan terakhir sebelum hidupnya berakhir.Dengan seketika, Andrew meminta sopirnya memutar arah menuju rumah sang “Guru”. Dia ceritakan semua yang dialami selama tiga hari ini dan memohon kepada sang “Guru” untuk menetralkan dua pertiga cairan yg sudah dia minum. Sang “Guru” kembali bertanya kapada Andrew, "Apakah sudah bulat dengan keinginan kamu, Nak?" Dengan mantap Andrew menjawab, "Ya". "Baiklah", kata sang “Guru”, "Kamu tidak butuh apa-apa dari saya karena cairan yang saya berikan hanyalah air minum biasa. Yang kamu butuhkan adalah sikap seperti yang kamu tunjukkan pada hari ini. Pulanglah dan nikmati hari-hari indahmu seperti hari ini", tutup sang “Guru” seraya masuk ke dalam meninggalkan Andrew.

Sebagian dari kita mungkin mengalami situasi mirip Andrew. Kita merasa lingkungan kita, lingkungan keluarga di rumah dan di tempat kerja ataupun lingkungan lainnya, begitu menekan, selalu membuat kita jengkel dan memicu amarah kita. Kita mengharapkan orang-orang di lingkungan kita memahami kita dan mau berubah sesuai dengan keinginan kita. Tapi, kenyataannya adalah bahwa Anda tidak dapat mengubah orang-orang dalam lingkungan hidup Anda, sekalipun itu adalah suami / istri atau anak-anak Anda. Semakin keras Anda berusaha mengubah mereka maka Anda akan semakin merasa tertekan, bahkan depresi. Perubahan selalu dimulai dari diri kita, karena hanya kitalah yang bisa mengubah diri kita. Jadi, jika Anda mau orang-orang di lingkungan hidup Anda berubah, ubahlah dulu diri kita. Sang Pemenang hidup seakan-akan hari ini adalah hari terakhirnya, sehingga dia akan bersikap baik dan bertindak dengan benar hari ini, bukan esok. Karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada hari esok. Mungkin esok kita sudah tidak punya kesempatan lagi.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Minggu, 22 April 2012

Generalis atau Spesialis?


Sumber foto: generalspecialist
Kita mengenal istilah generalis dan spesialis umumnya dalam konteks karir. Entah itu karir di bidang penjualan, di bidang pendidikan, di bidang keuangan, di bidang seni, ataupun di bidang-bidang lainnya. Generalis merujuk pada kemampuan seseorang yang memahami banyak bidang, tetapi pengetahuannya terhadap bidang-bidang tersebut tidak begitu mendalam. Sebaliknya, spesialis adalah mereka yang memiliki pengetahuan pada bidang tertentu saja, tetapi para spesialis menguasai bidang tertentu tersebut secara mendalam. Mana yang lebih baik, menjadi generalis atau spesialis?

Dalam pandangan saya, spesialis dan generalis bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Terutama jika kita melihatnya dalam konteks perjalanan Sang Pemenang. Perbedaan utama antara keduanya adalah pada masalah fokus. Spesialis menguasai secara mendalam karena mereka fokus mempelajari dan menekuni bidang tertentu saja. Sedangkan para generalis membagi fokusnya ke beberapa bidang sehingga tahu banyak bidang tetapi tidak sedalam para spesialis. Kita menyadari bahwa perjalanan Sang Pemenang adalah perjalanan yang tak pernah berujung, dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Istilah yang digunakan dalam setiap tahapan adalah “moving to the next level” dan “keep going forward”. Mari kita renungkan sejenak, masa kita belajar di sekolah dasar hingga tingkatan SMP kita belajar menjadi generalis. Suka atau tidak kita harus belajar dan melewati ujian semua mata pelajaran untuk bisa moving to the next level. Pada tingkatan SMA, kita masih belajar menjadi generalis, namun sekaligus juga belajar menjadi spesialis dengan kadar yang belum tinggi. Itulah sebabnya ada pembagian jurusan IPA atau IPS. Ketika memilih jurusan IPA atau IPS minat kita diuji dengan mata pelajaran yang dikhususkan untuk tiap-tiap jurusan. Sekali lagi suka atau tidak suka kita harus belajar semua mata pelajaran sesuai dengan jurusan kita agar bisa moving to the next level. Di jenjang perguruan tinggi strata pertama, kita belajar menjadi lebih spesialis dengan memilih salah satu jurusan dari sekian banyak jurusan. Namun, sesungguhnya kita juga masih belajar menjadi generalis dengan kadar yang lebih sedikit. Dan semua mata kuliah harus kita pelajari untuk bisa moving to the next level. Demikian seterusnya pada strata selanjutnya, kadar spesialis terus meningkat. Itulah sebabnya ada dokter spesialis, ada notaris, ada dokter gigi, ada ahli ekonomi pembangunan, ada pelukis surealis, pelukis naturalis, post-modern, dan lain-lain. Jadi, agar Sang Pemenang dapat terus menyusuri setiap tahapan rute perjalanan dia harus belajar menjadi spesialis-generalis-spesialis-generalis-spesialis, dan seterusnya.

Bagaimana dengan dunia kerja? Sama saja, Anda mulai dari level pertama belajar menjadi spesialis. Misalnya Anda adalah staf akunting, maka Anda harus menguasai sedalam-dalamnya mengenai akunting. Ketika Anda ingin moving to the next level ke level koordinator atau supervisor, Anda mulai belajar lagi menjadi generalis, yaitu mengelola dan memimpin anggota tim dan bidang yang lebih luas, yaitu bidang perpajakan atau keuangan, kemudian fokus lagi menjadi spesialis di bidang keuangan. Demikian pula Jika Anda memulai dari seorang tenaga penjualan, Anda harus menjadi spesialis dalam bidang penjualan. Ketika Anda ingin moving to the next level, Anda perlu menjadi generalis dengan mempelajari bidang pemasaran. Demikian seterusnya dalam tahapan-tahapan selanjutnya. Itulah sebabnya dalam salah satu level ada istilah general manager, manajer umum. Manajer yang agak generalis tapi spesialis, karena menguasai banyak bidang tapi sangat menguasai satu bidang. Seorang pemimpin perusahaan pasti berangkat dari seorang spesialis, sejalan dengan perkembangan karirnya dia belajar menjadi seorang generalis. Seorang pemimpin perusahaan yang memulai karir di bidang penjualan memahami bidang keuangan, perpajakan, sumber daya manusia, operasional. Tetapi coba minta dia untuk melakukan audit forensik keuangan, pasti dia akan angkat tangan.

Denny Delyandri & Selvi Nurlia
Bagaimana dengan seorang pengusaha? Juga tidak berbeda. Ketika seseorang mau memulai usaha, pastilah dia seorang spesialis. Dia sangat menguasai hal yang menjadi bidang usahanya. Sebagai contoh adalah teman saya yang berusaha di bidang oleh-oleh makanan di Batam. Anda mungkin pernah mendengar Kek Pisang Villa (www.kekpisangvilla.com). Pada awal usahanya, suami istri Denny dan Selvi fokus pada keahlian mereka yaitu membuat cake pisang. Sejalan dengan pertumbuhan usahanya mereka sudah harus belajar menjadi generalis dengan mempelajari jenis oleh-oleh lainnya, mengembangkan varian rasa lainnya, mereka belajar bagaimana mengelola bisnis oleh-oleh, mereka belajar tentang keuangan, mereka belajar menjaga cash-flow, mereka belajar pemasaran, mereka belajar aspek-aspek pelanggan, dan mereka belajar banyak hal. Hal-hal tersebut dibutuhkan ketika Anda ingin moving to the next level dalam artian usaha Anda berkembang dan terus berkembang melalui setiap tahapan perkembangan. Saat ini sudah ada 7 cabang Kek Pisang Villa.

Archimedes
Jadi, sekali lagi, dalam menyusuri perjalanan Sang Pemenang Anda harus menjadi spesialis di salah satu bidang dan generalis untuk bidang-bidang lainnya. Prof. Yohanes Surya adalah seorang spesialis di bidang fisika. Apakah dia mengerti ilmu ekonomi? Saya yakin jawabannya adalah “Ya”. Tapi, apakah pemahamannya terhadap ilmu ekonomi sama baiknya dengan pemahamannya terhadap ilmu fisika? Kali ini, pasti jawabannya adalah “Tidak”. Prof. Yohanes Surya adalah spesialis dan generalis. Demikian pula Tony Prasetiantono adalah spesialis di bidang ekonomi dan generalis di bidang-bidang lainnya. Konsultan adalah seorang generalis karena harus memahami banyak industri kliennya, tapi juga spesialis di salah satu bidang. Makanya kita mengenal konsultan pemasaran, konsultan strategi, konsultan pajak, konsultan ISO, konsultan HRD, dan lain-lain. Apakah ada spesialis di beberapa bidang, yaitu orang yang sangat menguasai beberapa bidang sekaligus? Mungkin saja ada, tapi sangat sedikit. Dari yang sangat sedikit itu di antaranya adalah Archimedes (287-212 SM) dan Leonardo da Vinci (1452-1519). Archimedes adalah ahli matematika, fisika, enjinering, dan astronomi. Leonardo da Vinci adalah arsitek, musisi, penulis, pematung, pelukis renaisans. Tetapi, baik Archimedes ataupun Leonardo da Vinci sama-sama tidak menguasai ilmu ekonomi, bukan?

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Sabtu, 14 April 2012

Ketika Cinta Harus Memilih


Hari Selasa, 10 April 2012, Rick Santorum, salah satu calon kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik mengumumkan kepada pendukungnya bahwa dia telah memutuskan mundur dari kompetisi pemilihan kandidat Presiden Amerika Serikat, yang nantinya akan bertarung dengan kandidat dari Partai Demokrat, yaitu Barack Obama yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44. Alasan pengunduran diri Santorum adalah bahwa dia dan keluarga akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama dengan putri bungsunya, Isabella, yang biasa dipanggil Bella. Bella, adalah putri bungsu Santorum dan istrinya, Karen Garver, yang saat ini berusia tiga tahun dan kembali dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit kelainan genetik yang disebut Trisomy-18 (T-18) atau disebut juga Trisomy E atau Edward Syndrome, sesuai dengan nama orang yang menemukan penyakit tersebut di tahun 1960. Trisomy-18 adalah kelainan akibat adanya ekstra copy material genetik pada kromosom ke-18. Harapan hidup bayi dengan kelainan seperti itu sekitar 10%. Efek kelainan antara lain; gagal fungsi ginjal, kelainan jantung, pertumbuhan lambat. Pada aspek fisik, kelainan dapat terlihat antara lain seperti bentuk kepala lebih kecil, bentuk telinga yang tidak biasa, rahang kecil dan tidak normal. Namun, sebagian kalangan melihat bahwa selain faktor kondisi anak yang memerlukan perhatian ekstra, dalam hitung-hitungan politik peluang Santorum keluar sebagai kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik semakin menipis, dan situasi keuangan yang juga kurang mendukung.

Photo: wikipedia.org
Rick Santorum, terlahir dengan nama Richard John Santorum pada 10 Mei 1958 di Winchester, Virginia, Amerika Serikat. Santorum, anak kedua dari tiga bersaudara, putra seorang imigran Italia. Ayahnya adalah seorang psikolog, sementara ibunya seorang bidan. Pandangannya yang konservatif membuat Partai Republik menjadi pilihannya. Di tahun 1990, Santorum terjun ke bidang politik dengan mengikuti pemilihan anggota United States House of Representatives (DPR AS) mewakili Pennsylvania, wilayah yang mayoritas adalah pendukung Partai Demokrat. Dia terpilih sebagai anggota DPR AS untuk periode 1991-1995. Kemudian tahun 1994 dia maju untuk pemilihan United States Senate, dan terpilih menjadi Senator Pennsylvania untuk periode 1995-2007. Pada tahun 2005, Santorum mempublikasikan pandangan-pandangannya terhadap pentingnya keluarga melalui sebuah buku dengan judul “It Takes A Family: Conservatism and the Common Good”.

Rick Santorum bertemu dengan istrinya, Karen Garner saat ia masih menjadi mahasiswa dan magang di kantor pengacara Kirkpatrick & Lockheart (K&L Gates). Mereka menikah pada tahun 1990 dan dikaruniai 7 orang anak hidup. Pada tahun 1996, seorang anak meninggal saat lahir prematur di usia kehamilan 20 minggu. Rick dan Karen begitu sedih dan menghabiskan malam itu tidur bersama jasad bayinya, yang diberi nama Gabriel, di rumah sakit. Keesokan harinya mereka membawa pulang jasad Gabriel untuk diperkenalkan kepada anak-anak mereka, bahwa inilah saudara mereka yang sudah meninggal. Tahun 2008, saat berusia 48 tahun, Karen melahirkan anak kembali, seorang putri yang diberi nama Isabella. Isabella inilah yang menderita kelainan genetik Trisomy-18.

Terlepas dari pandangan politiknya, sesungguhnya Rick Santorum adalah Sang Pemenang. Kisah yang ditorehkannya adalah kisah perjalanan Sang Pemenang yang menaklukkan gunung demi gunung. Terkadang dalam suatu pendakian sang pendaki menghadapi beberapa hambatan besar, misalkan saja angin badai yang datang secara mendadak, sehingga sang pendaki harus mundur, mencari perlindungan, mencari solusi dan menyusun strategi untuk kemudian maju kembali. Demikian juga Santorum, dengan berbagai pertimbangan dia memutuskan mundur, tetapi dia tidak berhenti. Dia masih terus akan berjuang seperti yang dia katakan pada pidato pengunduran dirinya. Itulah mental Sang Pendaki Sejati (The Real Climber), yang menjadi modal utama Sang Pemenang. Mungkin saat ini Anda sedang mengalami kemunduran, dalam hal karir ataupun di bidang keuangan atau sedang menghadapi hambatan yang sangat besar dan situasi yang sangat sulit yang mengharuskan Anda menunda suatu pencapaian. Itu tidak masalah dan wajar-wajar saja. Yang penting kita tidak jatuh terjerembab dan tidak bangun lagi. Yang penting kita mundur selangkah untuk maju dua langkah, sesuai dengan definisi kesuksesan (lihat artikel saya sebelumnya, dengan judul “Definisi Kesuksesan”).         

Dan terlepas dari pertimbangan kalkulasi politis, saya menekankan perhatian pada alasan Santorum untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama putrinya, Bella yang saat ini dirawat di rumah sakit. Itulah situasi ketika cinta harus memilih. Waktu bersama Bella yang saat ini merupakan hal yang paling penting karena cintanya kepada keluarga telah membuahkan keputusan Santorum untuk mundur. Saya jadi teringat pada satu cerita yang ditulis Jawad Masood di artikel yang berjudul “Golf Balls in the Jar” (www.pickchur.com). Anda mungkin sudah pernah mendengar atau membacanya. Saya kutipkan cerita tersebut sebagai penutup tulisan ini. Cerita berkisah tentang seorang profesor, yang suatu ketika di suatu sesi mengajar, mengambil toples kosong dan mengisi toples dengan bola-bola golf hingga tidak ada ruang lagi untuk bola golf. Kemudian dia bertanya pada murid-muridnya, “Apakah toples ini sudah penuh?”. Murid-muridnya serempak berseru, “Ya, sudah penuh!!”. Kemudian sang profesor menuangkan batu-batu koral yang ukurannya lebih kecil dari bola golf ke dalam toples, dan mengguncang-guncangnya perlahan. Batu-batu koral itu mengisi tempat kosong di antara bola-bola golf hingga tidak ada ruang lagi dalam toples yang bisa memuat batu koral. Dan kembali sang profesor menanyakan kepada murid-muridnya pertanyaan yang sama. Dan murid-muridnya pun menjawab dengan jawaban yang sama. Selanjutnya sang profesor menaburi pasir ke dalam toples, dan pasir itu tentu saja mengisi celah-celah kosong yang tersisa. Kembali sang profesor menanyakan kepada murid-muridnya apakah toples itu sudah penuh, yang dijawab oleh murid-muridnya dengan jawaban yang sama. Terakhir sang profesor menuangkan beberapa gelas kopi ke dalam toples, yang segera mengisi ruang kosong di antara pasir. Serentak murid-muridnya tertawa.

“Sekarang, saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupan kalian. Bola-bola golf ini mewakili hal-hal penting dalam hidup kalian; Tuhan, Keluarga, Anak, Istri, Kesehatan, sang profesor menjelaskan. “Jika yang lain hilang dan hanya tinggal mereka, maka hidup kalian masih tetap penuh (utuh)”, tambahnya. “Batu-batu koral adalah hal-hal lainnya, seperti; pekerjaan, rumah, mobil. Pasir adalah hal-hal sepele”, sang profesor berhenti sejenak. “Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dalam toples, maka tidak akan ada tersisa ruang bagi batuan koral ataupun bola-bola golf. Hal yang sama terjadi dalam hidup kalian”, lanjut sang profesor. “Jika kalian menghabiskan energi untuk hal-hal sepele, kalian tidak akan mempunyai waktu untuk hal-hal penting bagi kalian. Jadi, beri perhatian pada hal-hal yang penting untuk kebahagiaan kalian. Mencintai Tuhan, bermain dengan anak kalian, luangkan waktu untuk check-up kesehatan, ajak pasangan kalian untuk keluar makan malam. Berikan terlebih dahulu kepada bola-bola golf, hal yang benar-benar penting. Atur prioritas kalian. Barulah terakhir mengurus pasirnya”

Salah satu muridnya mengangkat tangan dan bertanya, “Kopi mewakili apa?”. Sang profesor tersenyum, “Saya senang kamu bertanya”, katanya. “Itu untuk menjelaskan kepada kalian, sekalipun hidupmu tampak sudah sangat penuh, tetap selalu tersedia tempat untuk secangkir kopi bersama sahabat”.

Salam Pemenang!


Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Minggu, 08 April 2012

Cerita Tentang “Kapal Hantu” Ryou-Un Maru


Ada berita yang menarik perhatian saya di harian Kompas, Sabtu, 7 April 2012, yaitu berita mengenai “kapal hantu” Ryou-Un Maru (Tembakan Meriam Akhiri Perjalanan “Kapal Hantu”). Kapal Ryou-Un Maru adalah salah satu kapal, yang saat kejadian gempa dengan kekuatan 9.0 SR yang memicu gelombang tsunami di pantai timur laut Jepang pada tanggal 11 Maret 2011, sedang bersandar di pelabuhan Hokkaido. Kapal tersebut terseret arus tsunami dan memulai perjalanan panjangnya sebagai “kapal hantu”. Disebut “kapal hantu”, karena kapal itu tanpa mesin, tanpa lampu, tanpa radio, dan tanpa awak kapal, bergerak sendirian mengarungi Samudera Pasific, pasrah terombang-ambing mengikuti arus dan gelombang samudera lebih dari satu tahun.

Kondisi “kapal hantu” sama seperti orang yang hidup tanpa tujuan, tanpa cita-cita, tanpa resolusi, tanpa ambisi, tanpa semangat. Mereka menjalani hidupnya dengan cara mengikuti kemana arus dan gelombang kehidupan membawanya. Sebagian mereka yang hidup seperti itu mengambil sikap hidup mengalir saja. “Jalani saja apa adanya”, ungkap mereka. Mereka berkilah bahwa menjalani hidup apa adanya merupakan ekspresi kepasrahan atau penyerahan diri kepada Tuhan untuk mengatur hidupnya. Secara pribadi, saya tidak setuju dengan pandangan tersebut. Memang benar, bahwa kita harus tunduk/pasrah kepada Tuhan yang mengatur segala sesuatunya, tetapi itu bukan berarti kita tidak perlu punya tujuan. Kita tetap harus punya tujuan, punya rencana dan bertindak secara nyata. Memang ada tertulis, “mintalah (melalui doa) maka kepadamu akan diberikan”. Tetapi tidak dituliskan kapan permintaan itu akan dipenuhi. Besok, lusa, minggu depan, bulan depan, atau tahun depan? Yang pasti, jika kita tidak pernah menabur benih pohon mangga bagaimana mungkin kita berharap bisa memanen buah mangga? Dan tidak sepatutnya kita memperlakukan Tuhan seperti seorang pelayan kita yang segera memenuhi permintaan kita manakala kita meminta sesuatu. Jadi sekali lagi, hidup harus punya tujuan atau arah.

Mengapa hidup perlu tujuan atau arah? Karena hidup tanpa tujuan adalah hidup yang sia-sia, dan umumnya berujung pada kondisi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan secara intelektual, ketidakberdayaan secara moral, dan ketidakberdayaan secara ekonomi, yang menyebabkan ketergantungan kepada orang-orang di sekitar. Dan hidup tanpa tujuan tidak hanya berdampak buruk pada diri sendiri, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orang-orang di sekitar kita. Sama halnya seperti yang ditunjukkan oleh “kapal hantu” Ryou-Un Maru. Saat ditemukan pertama kali tanggal 24 Maret 2012 di lepas pantai Kanada, kapal itu terapung-apung di jalur pelayaran sibuk yang menghubungkan Amerika Utara dengan Asia. Kapal itu bergerak terhanyut arus laut dengan kecepatan 1,61 kilometer per jam. Keberadaan kapal Ryou-Un Maru dalam kondisi seperti itu jelas mengkuatirkan kapal-kapal lain yang berlayar, karena arah Ryou-Un Maru tak dapat ditebak sehingga tabrakan yang tidak dikehendaki dapat saja terjadi setiap saat.

Dan hampir dapat dipastikan, jika tidak ada perubahan positif maka kehidupan mereka yang tanpa tujuan akan berujung pada kondisi yang tragis. Hal yang sama pun terjadi pada “kapal hantu” Ryou-Un Maru, otoritas Amerika Serikat memutuskan menenggelamkan “kapal hantu” tersebut karena dianggap sebagai ancaman serius bagi kapal-kapal yang lewat. Sebelum ditenggelamkan, sebuah perusahaan Kanada mencoba menyelamatkan kapal itu untuk dijadikan besi tua. Namun, setelah mereka memeriksa kondisi kapal, mereka memutuskan tidak jadi menariknya ke darat. Demikian pula mereka yang hidup tanpa tujuan, mungkin saja ada beberapa kesempatan yang muncul untuk membantunya keluar dari kesulitan. Tetapi, karena satu dan lain hal kesempatan-kesempatan itu menjadi hilang. Dan seiring dengan berjalannya waktu kesempatan pun semakin menyusut, dan akhirnya situasi menjadi bertambah sulit. Kondisi yang sama dialami “kapal hantu” Ryou-Un Maru. Setahun yang lalu, kapal Ryou-Un Maru masih ada nilainya untuk dijadikan besi tua. Namun, saat ini nilai kapal itu, setelah setahun terombang-ambing, sudah tidak ada, walaupun hanya untuk dijadikan besi tua. Perjalanan “kapal hantu” itu berakhir pada Kamis, 5 April 2012 saat peluru-peluru meriam kapal Penjaga Pantai AS (US Coast Guard / USCG) mengirimnya ke dasar lautan. “Kapal hantu” Ryou-Un Maru tenggelam di kawasan perairan Teluk Alaska. Itulah kondisi tragis yang bisa terjadi jika kita hidup tanpa adanya tujuan dan arah yang jelas.

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.