Selasa, 27 Desember 2011

Menempatkan Rasa Bersalah Pada Proporsi Yang Tepat


Rasa bersalah yang ditempatkan pada proporsi yang tepat akan menciptakan proses pembelajaran yang kritis dan sistem umpan balik yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (Paul G. Stoltz)

Pada tulisan sebelumnya saya sudah membahas dimensi pertama dari AQ (Adversity Quotient), karya Paul G. Stoltz, yaitu C (Control), yang mempertanyakan “Seberapa besar kendali yang Anda rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan?”. Kali ini saya akan mengupas dimensi kedua, yaitu O2, yang terdiri atas Origin (Or) dan Ownership (Ow).  Origin (Or) mempertanyakan Siapa atau apa yang menjadi penyebab / asal usul / sumber kesulitan?”, sedangkan Ownership (Ow) mempertanyakan “Sampai sejauh manakah saya mengakui akibat-akibat kesulitan itu?”.
Mereka yang memiliki skor Or yang relatif rendah, dalam banyak hal melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau sumber (origin) kesulitan yang terjadi dalam hidupnya, sedangkan mereka dengan skor Or yang lebih tinggi akan menempatkan rasa bersalah pada proporsi yang tepat. Rasa bersalah yang ditempatkan pada proporsi yang tepat akan menciptakan proses pembelajaran yang kritis dan sistem umpan balik yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. Rasa bersalah memang diperlukan untuk membantu kita belajar dari peristiwa tersebut, merenungkan dan mengambil sikap penyesuaian dalam upaya perbaikan, dan rasa bersalah yang menjurus pada penyesalan merupakan motivator yang kuat untuk langkah-langkah perbaikan. Namun, rasa bersalah yang terlalu berlebihan dan tidak pada tempatnya justru akan melemahkan semangat dan menjadi destruktif, menghancurkan harapan, dan harga diri. Jika itu berlangsung terus menerus akan mengikis kemampuan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan.
Saya teringat satu film lama yang berjudul “Vertical Limit”. Film diawali dengan adegan sebuah keluarga terdiri atas ayah, anak laki-laki yang bernama Peter Garrett dan anak perempuan yang bernama Annie sedang melakukan pendakian. Impian mereka adalah menaklukkan gunung tertinggi di dunia. Namun, akibat dari seorang pendaki di atas mereka yang ceroboh terjadi kecelakaan dan situasi yang terjadi mereka bertiga bergantung pada seutas tali dan hanya mengandalkan satu pasak saja. Posisi mereka adalah Annie di atas, Peter di tengah dan ayah mereka di bawah. Sang ayah yang lebih berpengalaman tahu bahwa pasak tersebut tidak akan kuat menahan beban mereka bertiga dan memutuskan daripada mereka bertiga jatuh dan semua meninggal lebih baik sang ayah yang berkorban. Keputusan itu sesungguhnya adalah keputusan yang logis. Sang ayah meminta Peter untuk memutus tali agar mereka terlepas dari beban berat ayah mereka. Suatu situasi yang sulit bagi Peter untuk melakukan permintaan sang ayah. Peter dihadapkan pada situasi harus menjadi algojo bagi ayahnya hanya karena ayahnya tidak memegang pisau untuk bisa memutus tali. Akhirnya pada saat-saat terakhir Peter melakukan permintaan ayahnya dan mereka, kakak beradik, harus melihat sendiri kematian ayahnya. Peter dan Annie akhirnya selamat. Tetapi, Peter dihantui rasa bersalah karena sudah menjadi algojo bagi ayahnya sendiri. Rasa bersalah yang sangat berlebihan, yang tidak pada tempatnya, sehingga Peter mengundurkan diri dari kegiatan mendaki dan mengubur cita-citanya menaklukkan gunung tertinggi di dunia. Peter melepaskan impiannya. Peter menyerah. Dia mengucilkan diri sebagai juru foto alam. Sementara Annie, yang jelas sangat sedih atas kehilangan ayahnya tidak larut dalam kesedihan malah sebaliknya dia bangkit dan tetap melakukan pendakian untuk mewujudkan impian sang ayah menaklukan gunung-gunung tertinggi di dunia (jika Anda belum sempat menonton film tersebut dan Anda berlangganan televisi kabel, Anda punya kesempatan menontonnya pada hari Jumat, 30 Desember 2011 pada tayangan sore hari). Dalam konteks yang berbeda, situasi seperti yang dihadapi Peter itu dapat terjadi dalam kehidupan kita. Namun, percayalah bahwa rasa bersalah yang terlalu berlebihan tidak akan membawa Anda kemana-mana, kecuali keterpurukan.
Subdimensi Ow bicara tentang sejauh mana kita mengakui akibat-akibat kesulitan yang timbul. Mengakui akibat-akibat dari kesulitan yang ada mencerminkan tanggung jawab. Tanggung jawab jauh lebih penting daripada sekedar menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Mereka dengan skor Ow yang relatif rendah cenderung menghindar dari tanggung jawab, sementara mereka yang memiliki skor Ow yang lebih tinggi akan mengakui akibat-akibat yang muncul dari suatu situasi sulit dan mengambil tanggung jawab untuk mengatasi kekacauan yang muncul. Rasa tanggung jawab merupakan salah satu cara untuk memperluas kendali, pemberdayaan, dan motivasi dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan.
Suatu ketika saya melakukan perjalanan ke Manado, Sulawesi Utara. Sebelumnya saya sudah memesan kamar di sebuah hotel tempat biasa saya menginap saat di Manado berikut jasa mobil jemputan dari hotel tersebut. Semua data penerbangan dan nomor ponsel sudah mereka catat. Penerbangan ke Manado ternyata terlambat sekitar 30 menit. Ketika tiba di pintu keluar, saya tidak melihat ada yang menjemput saya. Tidak lama kemudian ponsel saya berdering dan sopir yang akan menjemput meminta maaf karena mesin mobil mengalami sedikit kerusakan sehingga dia terlambat menjemput saya. Saya terpaksa menunggu sekitar 30 menit hingga sopir dan mobil jemputan tiba di bandara Sam Ratulangi dan mengantar saya ke hotel. Ketika check-in di meja front-office saya sampaikan keluhan saya. Petugas yang melayani meminta maaf dan menjelaskan hal yang sama. Saya katakan bahwa kerusakan mobil adalah masalah pihak hotel, bukan masalah saya. Tetapi akibat masalah mereka saya harus membuang waktu sekitar 30 menit untuk menunggu. Petugas front-office hanya terdiam sambil terus memproses registrasi kedatangan saya. Tidak menunggu lama, proses registrasi selesai dan sambil memberikan kunci kamar dia berkata, “Pak, ini kunci kamar bapak. Kamar bapak kami upgrade ke kelas yang lebih tinggi sebagai ungkapan permintaan maaf kami atas ketidaknyamanan yang terjadi”. Anda lihat, petugas front-office tersebut telah memberikan respon yang tepat. Dia tidak melihat kegagalan layanan kepada saya merupakan mimpi buruk. Dia tidak menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Apa yang terjadi merupakan sesuatu yang di luar diri dia. Tetapi, dia mengakui akibat kegagalan layanan tersebut (saya membuang waktu hanya untuk menunggu mobil jemputan), mengungkapkan penyesalan (dengan meminta maaf), dan mengambil tanggung jawab serta tindakan (meng-upgrade kamar saya sebagai kompensasi). 
Tahun 2011 tinggal tersisa beberapa hari lagi. Mungkin saat ini Anda belum mencapai target-target yang telah Anda tetapkan. Jika Anda bekerja sendiri, carilah penyebab Anda belum mencapai target tersebut dan tempatkan rasa bersalah pada proporsi yang tepat, dan ambil tanggung jawab atas situasi itu. Jika Anda seorang pemimpin, dimana pencapaian Anda bergantung pada sejumlah staf di bawah pimpinan Anda, carilah sumber penyebabnya. Mungkin penyebabnya adalah kondisi industri secara keseluruhan dimana bisnis Anda berada yang kurang bersahabat, atau mungkin penyebabnya adalah staf-staf Anda yang tidak berprestasi sesuai harapan padahal sepanjang tahun Anda sudah memimpin dan mengarahkan mereka, dan tempatkan rasa bersalah Anda (jika memang ada) pada proporsi yang tepat. Lalu, ambil tanggung jawab kegagalan tim Anda di hadapan manajemen. Dengan demikian Anda telah memperluas kendali, keberdayaan dan motivasi dalam mengambil tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan. 

6 komentar:

  1. saya mungkin memang bukan orang pintar yg dapat dengan sempurna mengerti maksud dalam tulisan artikel ini.. tapi saya cuma dapat kesimpulan bahwa walau kita pernah melakukan kesalahan yg fatal sekalipun, jangan berlarut-larut dalam keputus asaan atau kesedihan, tapi beruha untuk memperbaikin keadaan itu menjadi lebih baik, dan terus memacu diri kita menjadi yang terbaik..

    trim's salam..

    BalasHapus
  2. @Iin:
    Terima kasih atas komentarnya.
    Inti dari artikel ini adl bgm kita merespon suatu kondisi sulit yg terjd pd kehidupan kita, baik dlm bisnis, pekerjaan, karir, usaha, sekolah, atau apapun itu. Ada 2 isu utama, yaitu "siapa/apa penyebab terjadinya kondidi sulit tsb?", dan "sejauh mana kita mengakui/mau bertanggung jwb atas akibat2 yg muncul dari kondisi sulit itu?". Contoh suatu kondisi sulit, misalkan saja Anda tdk lulus dlm ujian akhir skripsi.
    Nah, terkait dgn isu pertama, "siapa/apa yg menjd penyebab Anda tdk lulus?". Mrk dgn skor AQ yg rendah cenderung menyalahkan diri sendiri secara berlebihan (pdhal blm tentu sepenuhnya kesalahan Anda). Mrk dgn skor AQ yg lbh tinggi akan melihat penyebab kegagalan dgn lbh jernih. Mungkin saat Anda menghadapi ujian tsb Anda dlm kondisi yg tdk sehat, atau mungkin krn kesalahan ketik yg dilakukan oleh org yg Anda minta bantuannya unt mengetik. Barangkali mmg ada jg kontribusi kesalahan yg Anda lakukan. Jd menempatkan kesalahan pd porsi yg tepat akan membuat lbh tahan menghadapi fakta bahwa Anda gagal dlm ujian akhir.
    Isu kedua, akibat Anda gagal tentu Anda hrs memperbaiki skripsi dan maju lagi dlm ujian mendatang. Mrk dgn AQ yg rendah cenderung tdk mau mengakui akibat tsb, yg mungkin diekspresikan pd penyesalan yg berkelanjutan dan hilang motivasi unt bangkit dan maju kembali. Mrk dgn AQ rendah cenderung menghindar dari tanggung jwb menerima akibat dari kegagalan itu. Sedangkan mrk dgn AQ yg lbh tinggi akan mengakui dan mengambil tanggung jwb tsb. Mrk akan mengatakan, ok saya mmg gagal dan saya bertanggung jwb atas kegagalan itu, shg segera mengambil tindakan2 perbaikan yg dibutuhkan dan siap unt maju kembali dlm ujian akhir mendatang.

    Artikel ini mmg merupakan kelanjutan pembahasan dua artikel seblmnya. Jika Anda blm sempat membacanya, saya sarankan Anda membacanya mulai dari artikel yg berjudul " Adversity Quotient".
    Mudah2an penjelasan saya dpt meningkatkan pemahaman Anda atas artikel ini.

    Salam sukses,
    Suhartono Chandra

    BalasHapus
  3. Sore Bang Chandra....Salam Kenal dari pengagum artikelmu dari kalimantan... saya berharap dan yakin suatu saat saya akan bertemu dengan bang chandra...

    Dalam kondisi laporan akhir tahun saya yg sdh selesai, Dua hari ini saya menyibukkan diri untuk membaca seluruh artikel abang dari "SANG PEMENANG" hingga "Menempatkan Rasa Bersalah Pada Proporsi Yang Tepat"... saya mengagumi dan justru merasakan manfaat yang sangat besar dari semua artikel itu. Saya membuat catatan kecil dari setiap artikel, untuk dasar saya membuat "RENCANA INDAH 2012_ku"
    Di Desember ini saya hanya merenungi kegagalan saya di tahun 2011(2 step yg di tuju, hanya 1 step yg tercapai)...saya inigin mereview kegagalan itu agar menjadi pelajaran di tahun depan...dan semua terbantu dengan membaca dan memahami artikel abang, saya ikuti semua petunjuk seperti membuat "citra diri lama yg Negatif dan Citra Diri Baru yang Positif"

    Terima kasih bang...saya selalu menunggu artikel abang yang lain. Suatu saat saya bertemu dengan abang, saya akan ceritakan pencapaian saya di 2012.

    Salam Sukses ya Bang "Suhartono Chandra"....

    BalasHapus
  4. Selamat malam (di Kalimantan sudah malam kan ya? hehehe) Bang Fathoni. Sungguh senang bisa berkenalan dengan Anda.
    Saya merasa bahagia artikel-artikel yang saya tulis bermanfaat dan dapat membantu Anda dalam perjalanan menyusuri rute-rute pendakian Sang Pemenang. Dan akan bertambah kebahagian saya seandainya lebih banyak lagi teman-teman yang bisa mengambil manfaat dari artikel-artikel "Sang Pemenang" seperti yang Anda dapatkan. Oleh sebab itu, bagikanlah artikel-artikel "Sang Pemenang" kepada orang-orang yang Anda kasihi.

    Jika Anda ingin berdiskusi langsung, dengan senang hati saya akan meluangkan waktu untuk hal itu. Anda bisa mengirimkan email ke suhartono.chandra@gmail.com

    Keep moving, Bang Fathoni.

    Salam sukses,
    Suhartono Chandra

    BalasHapus
  5. Malam Pak Chandra... tanggal 2 september nanti ada acara Bapak di Palembang, jika diijinkan saya ingin mengikutinya., karena acara itu ditujukan untuk pelajar. saat ini saya sudah bekerja pak.

    BalasHapus