Seringnya kita mengaitkan
kesuksesan dengan uang dan harta. Namun, sesungguhnya kesuksesan bukan melulu
soal uang. Kesuksesan adalah juga ketika berhasil melakukan sesuatu yang
menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat sekitar kita sehingga manfaatnya
langsung bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar. Setidaknya, itulah yang bisa
kita simpulkan ketika kita belajar melalui sosok Samtuwo Jaya, “Pendekar” Infrastruktur Pelosok Sinjai (Kompas, Selasa,
20 Desember 2011). Samtuwo Jaya berhasil mendorong partisipasi warga selama
22 tahun terakhir dalam mengatasi permasalahan bersama sehingga memberikan
manfaat banyak bagi kehidupan di pelosok Sinjai Barat, Sulawesi Selatan.
Inisiatif Samtuwo Jaya membangun
jembatan gantung, yang beroperasi pada Oktober 2011, telah membuka
keterisolasian warga di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sinjai, Bone, dan Gowa.
Jembatan gantung sepanjang 83 meter dengan lebar 1,7 meter, yang menelan biaya
sebesar Rp 208 juta, berhasil dibangun dari penggabungan bantuan dana Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan partisipasi warga di empat dusun di
Desa Arabika, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Jembatan tersebut membentang di atas sungai Tangka, yang terletak di Dusun
Tonro, Desa Terasa, Kecamatan Sinjai Barat. Adanya jembatan tersebut
mempersingkat rute yang harus dilalui sebelumnya oleh warga Desa Arabika, Desa
Terasa, dan Desa Turungan Baji menuju Pasar Bontosalama di seberang sungai.
Mobilitas penduduk menjadi lebih lancar dalam memasarkan hasil bumi, bahan
pokok, dan produk industri rumah tangga. Akses warga ke puskesmas yang ada di Desa
Bontosalama pun menjadi lebih mudah, demikian juga rute yang harus ditempuh
oleh siswa SD dan SMP, yang sebelum adanya jembatan harus menempuh jarak 20
kilometer, saat ini menjadi 6 kilometer saja. Jembatan tersebut juga menjadi
akses bagi warga Desa Ta’binjai, Kecamatan Tombolo Pau, Kabupaten Gowa dan Desa
Bana, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone. Terwujudnya jembatan tersebut yang
secara nyata memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar mengantarkan
Samtuwo Jaya menjadi Koordinator Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara Sarana
Prasarana Desa (KPP) Terbaik Tingkat Nasional 2011 dari Kementrian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat.
Saya mencatat setidaknya ada
lima hal yang mendukung kesuksesan Samtuwo Jaya, yaitu:
Keberanian
Keterlibatan Samtuwo Jaya dalam
masalah-masalah desa bermula dari kesadaran dan keberaniannya mengambil
tangungjawab sebagai Ketua Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) Soba di tahun 1989,
yang bertanggung jawab memelihara jaringan irigasi desa dan membagikannya
secara merata untuk sawah seluas 14 hektar di Dusun Bondo, Desa Arabika. Keberhasilan
sistem yang diterapkan Samtuwo Jaya meningkatkan produktifitas padi para petani.
Komitmen
Setelah sukses mengelola
irigasi desa, Samtuwo Jaya diberikan tanggung jawab mengatur kebutuhan air
bersih warga. Setiap tanggung jawab yang diberikan kepada dirinya dijalankan
dengan komitmen penuh. Hasilnya, saat ini pipa telah terpasang di 90 persen
dari 200 rumah penduduk Desa Arabika.
Kegigihan
Dana pembangunan Jembatan
gantung yang membentang di atas sungai Tangka di Desa Terasa berasal dari
gabungan bantuan dana PNPM Mandiri untuk empat dusun. Tidak mudah untuk bisa
meyakinkan warga “merelakan” dana tersebut. Namun, kegigihan Samtuwo Jaya berhasil
membangun kesadaran warga atas manfaat yang lebih besar dengan adanya jembatan
tersebut.
Bersyukur
Samtuwo Jaya mengembangkan
sikap bersyukur atas terwujudnya segala sarana dan prasarana yang dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat banyak, dimana biayanya berasal dari dana
bantuan. “Kami tidak boleh menyia-nyiakan
bantuan yang diberikan karena uluran tangan orang belum tentu hadir setiap saat”,
katanya kepada Kompas. Wujud sikap
bersyukur tersebut adalah dengan membentuk sistem pemeliharaan atas semua
sarana dan prasarana tersebut. Dalam jaringan irigasi desa, Samtuwo Jaya membentuk
tim pemelihara jaringan irigasi. Sedangkan dalam pengaturan kebutuhan air
bersih, dia membentuk lembaga pengelola air bersih.
Pengorbanan
Dalam setiap pencapaian pasti
ada harga yang harus dibayar. Atas aktifitasnya terlibat dalam permasalahan sarana
dan prasarana desa, Samtuwo Jaya tentu harus bekerja keras, mengorbankan
waktunya dan tidak pernah menerima bayaran. Bahkan, dia merelakan sawah dan
kebun kakao seluas 2,5 hektar miliknya dikelola orang lain dengan sistem bagi
hasil. Samtuwo Jaya bekerja tanpa pamrih demi kepentingan masyarakat banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar