Rabu, 04 Januari 2012

Bagaimana Meningkatkan AQ Anda?


Kita sudah mulai menapak tahun 2012 dengan segala resolusi yang sudah kita tetapkan berikut rencananya dan harapan agar tahun ini kondisi kita akan lebih baik dari sebelumnya.  Tahun 2011 saya tutup dengan artikel mengenai Adversity Quotient (AQ) berikut keempat dimensinya, yaitu CO2RE, yang masing-masing merupakan kepanjangan dari Control (kendali atas kesulitan), Origin (sumber penyebab kesulitan) dan Ownership (tanggung jawab atas akibat dari kesulitan), Reach (jangkauan kesulitan), dan Endurance (daya tahan terhadap kesulitan). AQ, yang merupakan konsep Paul G. Stoltz, adalah indikator sejauh mana kita dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perjalanan kita mencapai resolusi-resolusi yang telah kita tetapkan. Kita sadar bahwa banyak hal terjadi tidak sesuai dengan rencana kita. Dengan kata lain ancaman, tantangan, gangguan dan hambatan bisa saja terjadi dalam kehidupan kita menyusuri rute Sang Pemenang. Dalam konteks itulah AQ memainkan peran penting.

Saya juga sudah menawarkan jasa secara gratis bagi Anda yang ingin mengukur level AQ saat ini dengan mengirimkan kuis AQ beserta cara pengisiannya. Beberapa teman kemudian bertanya, bagaimana jika ternyata level AQ-nya relatif rendah, apakah level AQ rendah merupakan suatu vonis, apakah tidak ada yang bisa dilakukan untuk meningkatkan level AQ? Jawaban saya adalah, nilai AQ Anda saat ini bukanlah sebuah vonis. Anda dapat melakukan sesuatu agar nilai AQ Anda menjadi lebih tinggi (dengan kata lain daya tahan Anda terhadap kesulitan akan lebih baik).

Kesulitan dalam hal ini adalah segala macam kesulitan yang berpotensi menggagalkan apa yang telah Anda rencanakan. Kesulitan tidak hanya melulu kejadian yang dramatis, tetapi juga termasuk kejadian-kejadian kecil yang berpotensi menimbulkan akibat sesuatu tidak berjalan semestinya. Dan seperti yang telah kita ketahui kebanyakan orang terjatuh karena tersandung batu kecil, karena batu besar tentu akan terlihat sebelum Anda tersandung. Katakanlah suatu situasi terjadi seperti ini, pagi itu Anda ada janji pertemuan dengan klien untuk negosiasi suatu deal yang nilainya besar. Janji Anda jam 09.00. Namun, malamnya Anda tidur terlambat karena harus menyelesaikan materi negosiasi yang baru Anda ketahui belakangan akibat kelalaian staf Anda. Akibatnya Anda bangun terlambat. Saat ingin mandi ternyata sabun Anda habis. Saat Anda ingin masuk ke mobil ternyata ban mobil Anda kempes, padahal waktu sudah semakin mepet. Saat itu mungkin sudah terbayang Anda tidak akan bisa tiba di tempat klien sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, mungkin ada potensi Anda kehilangan kesempatan deal tersebut. Atau situasi seperti ini, besok pagi Anda ada rapat orangtua murid di sekolah anak Anda. Anda dijadualkan sebagai salah satu orangtua murid yang akan berbicara dalam rapat pada waktu yang ditentukan. Sepanjang malam sebelumnya Anda tidak bisa tidur karena anak Anda yang paling kecil sakit sehingga rewel. Anda baru bisa tertidur saat dinihari, dan sudah pasti Anda bangun terlambat. Terbayang Anda akan menjadi penyebab masalah rapat tidak berjalan dengan semestinya. Dan masih banyak lagi situasi-situasi yang bisa terjadi tanpa terduga dan berpotensi menimbulkan kekacauan rencana Anda.

Stoltz menyarankan empat langkah untuk meningkatkan AQ Anda, yang disingkat menjadi LEAD (Listen, Explore, Analyze, dan Do). Langkah pertama dalam upaya meningkatkan AQ adalah dengan mendengar (listen) respon Anda terhadap situasi yang terjadi. Apakah respon Anda mencirikan level AQ yang rendah atau tinggi. Pada dimensi yang mana (C, O2, R, atau E) respon Anda paling tinggi atau paling rendah. Kemampuan ini membutuhkan latihan yang terus menerus sehingga Anda dapat dengan jelas membedakan respon Anda, dan kemudian tentunya memilih respon yang lebih baik. Langkah kedua adalah melakukan eksplorasi (explore) apa penyebab terjadinya kesulitan tersebut. Seberapa besar kontribusi Anda dalam hal penyebab kesulitan itu. Akibat-akibat apa yang harus Anda akui dan tidak akui. Langkah ketiga adalah menganalisis (analyze) fakta-fakta. Fakta-fakta apa yang membuktikan bahwa Anda tidak memiliki kendali atas situasi tersebut. Fakta-fakta apa yang membuktikan bahwa kesulitan itu harus menjangkau wilayah-wilayah lain kehidupan Anda. Fakta-fakta apa yang menunjukkan bahwa kesulitan itu harus berlangsung lama. Langkah terakhir adalah lakukan sesuatu (do). Apa yang bisa Anda lakukan untuk mendapatkan kendali atas situasi kesulitan. Apa yang bisa Anda lakukan untuk membatasi jangkauan kesulitan itu. Apa yang dapat Anda lakukan agar kesulitan tersebut tidak berlangsung lama.

Sekitar empat tahun yang lalu, saya dijadualkan untuk berbicara di depan staf klien saya di beberapa kota secara marathon. Hari pertama di Yogya, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hari kedua di Surabaya, Jawa Timur. Hari ketiga di Denpasar, Bali. Tiket pesawat disediakan oleh staf klien yang menjadi panitia penyelenggara. Hari pertama saya dijadualkan berbicara selama empat jam, yaitu pada jam 13.00–17.00, sementara penerbangan Jakarta-Yogya dijadualkan jam 09.00. Aman, bukan? Namun apa yang terjadi? Penerbangan ditunda menjadi jam 10.00 tanpa ada kejelasan. Masih aman juga. Ternyata ditunda lagi ke jam 11.00. Nah, kali ini sudah mulai was-was. Naluri saya mencium kemungkinan bakal terjadi situasi yang menyulitkan, yaitu tidak bisa berada di lokasi acara sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan padahal sekitar 200 orang sudah ada di suatu hotel di Yogya dalam acara tersebut. Dan sebagian besar dari mereka berasal dari kota-kota di Jawa Tengah, yang sebagian besarnya akan kembali ke kota asal mereka begitu acara selesai hari itu.

Bagaimana respon saya? Langkah pertama (listen), mendengarkan respon saya dan merasakan kendali atas kesulitan yang bakal terjadi. Langkah kedua (explore), saya meyakini bahwa penyebabnya adalah sesuatu di luar diri saya (pihak eksternal), yaitu penerbangan tersebut dan staf yang menyediakan tiket penerbangan dari maskapai yang memang sudah terkenal kurang dapat diandalkan. Apa akibat dari situasi tersebut? Pertama, jelas kelelahan akibat  menunggu waktu berangkat. Kedua, jika tetap harus berbicara selama empat jam maka kelelahan saya bertambah. Jika waktu selesainya acara tidak berubah maka saya harus berusaha lebih ekstra bagaimana materi yang dialokasikan empat jam harus saya padatkan menjadi dua jam tanpa menghilangkan inti dari apa yang harus saya sampaikan. Langkah ketiga (analyze), saya membatasi jangkauan kesulitan itu. Alih-alih saya menggerutu yang berakibat pada situasi hati menjadi tidak nyaman, saya mengisi waktu menunggu dengan membuka laptop dan melihat lagi materi yang akan saya sampaikan agar jika benar-benar terlambat dan alokasi waktu saya cuma dua jam maka saya sudah siap. Langkah terakhir (do), ketika jam 11.00 belum ada kepastian keberangkatan pesawat, saya melakukan tindakan dengan mencari penerbangan lain. Sayangnya, hanya ada satu maskapai lain dan kursi sudah tidak tersisa. Alhasil, pesawat berangkat ke Yogya pada pukul 12.00 lebih dan saya tiba di ruangan acara pada pukul 15.00. Dan klien meminta acara berakhir sesuai dengan waktu yang telah mereka susun, dengan kata lain materi yang seharusnya saya sampaikan selama empat jam terpaksa harus dipadatkan menjadi dua jam. Tetapi, karena saya sudah menyiapkan kemungkinan-kemungkinan itu maka akhirnya acara tetap berjalan sesuai dengan yang diinginkan klien. Lakukan prinsip LEAD ketika situasi sulit menghampiri Anda. Mungkin kali pertama mencoba Anda akan merasa canggung. Namun, jika Anda lakukan terus berulang-ulang pada akhirnya Anda akan terbiasa dan akan menjadi mekanisme otomatis ketika kesulitan itu datang. Sama halnya seperti saat Anda belajar mengendarai motor, pertama pasti canggung. Tetapi, pada akhirnya Anda akan mahir dan menjadi mekanisme otomatis Anda.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar