Iwan Senjaya (kiri) bersama istri dan anak-anaknya |
Penampilannya
bersahaja, jauh dari kesan glamour
walaupun kedudukannya di sebuah bank swasta terbesar di Indonesia termasuk
tinggi. Tutur bahasanya halus, tenang namun terpancar ketegasannya. Demikian
pula istri dan anak-anaknya ramah dan bersahaja. Sosok yang rendah hati
tersebut adalah Iwan Senjaya, Kakanwil Bank Central Asia (BCA) Wilayah
VII Malang, Jawa Timur.
Saya mengenal
Iwan, begitu biasa dia dipanggil, sudah cukup lama. Kami saling mengenal
keluarga masing-masing. Dalam pertemuan siang itu kami membawa keluarga
masing-masing untuk makan siang bersama di suatu mall di Serpong, Tangerang, Banten. Sambil menikmati santap siang
dia mulai bercerita mengenai kisah perjalanan hidupnya.
Terlahir di
sebuah keluarga sederhana pada bulan Juli 1964 di Jakarta, Iwan merupakan anak
kelima dari enam bersaudara. Iwan merupakan anak laki-laki paling bungsu.
Ayahnya membuka toko sepeda di Asem Reges, Tamansari, Jakarta Barat. Keluarga
Iwan tinggal di sana hingga anak ketiga lahir. Setelah itu keluarganya pindah
ke daerah Matraman, Jakarta Timur. Ayahnya membuka bengkel becak, sebelum
akhirnya membuka bengkel bajaj. Kemudian ayahnya bekerjasama dengan temannya
untuk menjadi developer di Pulo Mas,
sedangkan bengkel dikelola oleh ibunya.
Masa kecil
Iwan dihabiskan di daerah Matraman. SD dan SMP di Kampung Melayu dan SMEA di
Matraman. Iwan teringat suatu kali gurunya berkata bahwa mereka yang bersekolah
di SMEA termasuk madesu (masa depan
suram). Tapi, Iwan menolak stempel itu. Dia yakin masa depan suram atau tidak
bukan ditentukan oleh bersekolah di SMEA atau tidak, tetapi oleh semangat yang dimiliki oleh orang itu sendiri.
Sejak kecil
Iwan memiliki prinsip tidak mau membebani orang tua secara berlebihan. Sejak di
sekolah menengah dia sudah berusaha meringankan beban orang tuanya walaupun
secara ekonomi keluarga mereka termasuk cukup atau tidak berkekurangan. Setiap
hari minggu Iwan bekerja pada pemilik konter di Gelanggang Samudra Ancol. Dia
bekerja membakar jagung untuk dijual kepada para pengunjung. Iwan bertekad
untuk lebih mandiri dengan bekerja. Dia bekerja dengan antusias.
“Pak Iwan itu sejak kecil sudah terbiasa
apa-apa sendiri. Kalau kebetulan kedua orangtuanya sedang tidak di rumah,
mereka merasa tenang karena tahu bahwa pak Iwan akan mengatur semua hal yang terkait dengan usaha bengkel, yang dilakukan di rumah, termasuk semua urusan
rumah”, jelas istrinya.
Pengaruh
kedua orangtuanya sangat mempengaruhi perkembangan watak Iwan. Dari ayahnya,
dia belajar bagaimana bersikap jujur, berjuang keras, disiplin, ringan tangan
dalam membantu. Dari ibunya, Iwan belajar tentang keuletan.
“Papa tidak pernah berpikir dua kali ketika
saudaranya memerlukan bantuan keuangan walaupun keluarga kami juga punya
kebutuhan”, jelas Iwan. Prinsip mengasihi begitu kuat tertanam dalam diri
Iwan. “Bahkan, untuk membunuh nyamuk pun
pak Iwan tidak tega”, tambah istrinya.
Suatu ketika
di masa kecilnya, Iwan dan kakaknya melihat seorang tukang roti yang menjajakan
dagangannya dengan sepeda menangis. Ternyata, uang hasil berjualan si tukang
roti habis dicuri orang. Tanpa berpikir panjang Iwan dan kakaknya membongkar
celengan mereka dan menyerahkan seluruh uang tabungannya kepada si tukang roti.
Iwan
melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Iwan sengaja
mengambil kuliah sore hari karena biayanya lebih murah dibanding kuliah pagi.
Selain itu, dia juga bisa bekerja mulai pagi hingga sore. Iwan bekerja pada
kerabatnya, yang berusaha sebagai importir spare
parts.
Dalam bekerja
Iwan tidak pernah berhitung. Dengan disiplin dia selalu datang ke toko sebelum
kerabatnya, yang notabene adalah pemilik toko, datang. Ada atau tidak ada
pemilik toko Iwan bekerja dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya serta
antusiasme yang tinggi. Iwan pun tidak pernah menuntut harus digaji berapa.
Usaha
orangtua Iwan yang menyewakan kendaraan membuat Iwan cepat belajar tentang spare parts. Suatu saat terbersit
gagasan di benak Iwan untuk meningkatkan penghasilannya. Dia meminta ijin
apakah boleh mengambil barang pada kerabatnya untuk dia jual berkeliling ke
Pasar Senen, di Jakarta Pusat, pada hari minggu saat toko tutup.
“Lumayan, dari boss dapat hutang tiga bulan.
Saya jual ke toko lagi dengan kredit dua bulan. Jadi tanpa modal saya bisa
berjualan”, kenang Iwan.
Di semester ke-4,
orangtuanya menawarkan dia untuk kuliah ke luar negeri. Iwan berangkat ke
Texas, Amerika Serikat, mengambil junior
college degree. Selama satu setengah tahun di Texas, Iwan kuliah sambil
bekerja. Dia bekerja sebagai waiter
di restoran chinesse. Juga bekerja di kafetaria di kampusnya. Di setiap pekerjaan,
Iwan selalu berprinsip bahwa bekerja itu tidak perlu hitung-hitungan. Kerjakan
saja apa yang harus dikerjakan dengan antusiasme tinggi, dengan atau tanpa
pengawasan. Iwan memiliki disiplin diri yang tinggi. Dan, walaupun ekonomi
keluarganya mencukupi, Iwan selalu berusaha untuk tidak terlalu membebani
orangtuanya. Bahkan, dia sangat berhemat.
“Orang bule itu kan suka makan steik. Agar
daging terasa empuk harus direbus dan air rebusannya dibuang. Nah, air rebusan
atau saripati yang memiliki gizi tinggi itu saya yang minum. Jadi orang bule
makan dagingnya, saya justru menikmati saripatinya”, kenang Iwan sambil
tertawa.
Lulus dengan
gelar associate degree dari Texas,
Iwan melanjutkan kuliah ke University of Iowa. Setelah lulus dengan gelar bachelor, Iwan sempat berpikir untuk
tidak pulang ke Indonesia. Tapi, akhirnya dia memutuskan kembali ke Indonesia. Setibanya
di Indonesia, Iwan ditawari bekerja ikut Mochtar Riady, yang merupakan teman
ayahnya. Waktu itu Mochtar Riady masih bekerja di Bank Central Asia (BCA) milik
Liem Sioe Liong.
“Waktu itu Mochtar Riady cuma tanya, kamu
mau kerja atau cari pengalaman. Saya jawab, mau cari pengalaman. Saya ingat,
tanggal 1 Maret 1988 adalah hari pertama saya bekerja di BCA”, tutur Iwan. “Saya ditempatkan sebagai marketing officer
di cabang Asemka. Gaji pertama seluruhnya saya sumbangkan ke gereja”,
lanjutnya.
Setelah bekerja
sekitar dua tahun di cabang Asemka, Iwan dipindahkan ke Kantor Cabang
Pembantu (KCP) Duta Mas, masih sebagai Marketing Oficer. Prinsip Iwan dalam bekerja telah tertanam begitu kuat.
Dia tidak pernah hitung-hitungan dalam bekerja. Dan bekerja dengan disiplin
tinggi serta antusiasme tinggi, dengan atau tanpa pengawasan. Iwan menyadari bahwa tugas dia adalah membantu bagaimana cabang tempat dia bekerja
dapat berkembang. Dia tidak pernah berpikir bahwa kerja kerasnya hanya akan
menguntungkan pimpinannya. Prinsip tersebut selalu membuahkan hasil positif.
Iwan mendapat promosi menjadi pemimpin di KCP Taman Sari pada pertengahan tahun
1991.
Daerah Taman
Sari adalah daerah dulu sewaktu Iwan bekerja di toko spare parts milik kerabatnya. Jadi Iwan sudah banyak kenalan di
sana. Namun, pendekatan yang dilakukan untuk mengembangkan nasabah cabang yang
dipimpinnya adalah pendekatan personal. Iwan tidak pernah menawarkan
produk-produk perbankan kepada kenalan-kenalannya. Dia mencari persahabatan.
Alhasil, malah kenalan-kenalannyalah yang membantu mencarikan nasabah untuk
Iwan.
Prinsip
kepemimpinan yang Iwan terapkan adalah kekeluargaan, dan bertanggung jawab
kepada tim. Sebagai pemimpin justru Iwan berprinsip melayani anak buahnya,
bukan minta dilayani. Dia juga memiliki integritas yang tinggi, memimpin dengan
memberi contoh (walk the talk). Dalam
melayani nasabah pun Iwan berprinsip melayani dengan hati. Nasabah perlu
dilayani sebaik-baiknya, tanpa memilih-milih nasabah. Dengan prinsip yang dia
terapkan itu dalam waktu satu setengah tahun cabang yang dia pimpin sudah bisa
berkembang dengan baik.
Kemudian,
Iwan ditawari untuk pindah ke Salim Group. Pada masa itu Liem Sioe Liong sudah
yakin bahwa dalam bisnis perbankan kualitas layanan (service quality) adalah hal yang sangat penting. Bank yang akan
bertahan adalah bank yang unggul di layanan. Faktor keunggulan layanan adalah
pada manusianya. Dengan kata lain, keunggulan layanan adalah keunggulan yang
sulit ditiru karena keunggulan tersebut berbasis manusia. Untuk itu Salim Group
membentuk sebuah perusahaan yang diberi nama Service Quality Center Indonesia
(SQC Indonesia), yang bekerja sama
dengan Service Quality Center milik Singapore Airlines (SQ).
Iwan dan
beberapa rekan dari BCA bergabung ke SQC Indonesia, dan mendapat pelatihan
langsung oleh SQ di Singapura. Selesai pendidikan, Iwan dan rekan-rekannya
ditugaskan untuk membantu memberi pelatihan kepada seluruh karyawan BCA, mulai
dari level frontliner, back office, manager lini, manajer madya
hingga level manajer senior. Targetnya adalah mencapai jumlah critical mass agar kemudian program
dapat diteruskan oleh jajaran karyawan BCA ke seluruh karyawan lainnya. Dalam
waktu dua setengah tahun critical mass
tercapai. Setelah itu SQC Indonesia menjual jasanya ke perusahaan-perusahaan
lain, baik perbankan maupun non-perbankan.
“Kami sempat menjadi konsultan bagi beberapa
klien”, tutur Iwan. “Tapi, kemudian
kami ditarik kembali dari SQC Indonesia ke BCA”, lanjutnya. “Waktu itu sekitar tahun 1995, saya
ditempatkan sebagai wakil pemimpin kredit di Kantor Cabang Utama (KCU) di Pasar
Baru”, ujar Iwan.
Iwan konsisten
dengan prinsip kerjanya. Tidak lama kemudian dia dipromosikan lagi menjadi
pemimpin KCU Cikokol di Tangerang. Kurang lebih dua tahun di KCU Cikokol, Iwan
dipindah ke cabang Ki Samaun, Tangerang yang statusnya dinaikkan dari KCP
menjadi KCU. Dari KCU Ki Samaun, Iwan dipindah lagi ke KCU Pasar Baru. Iwan
menjadi pemimpin KCU Pasar Baru sekitar tiga tahun untuk kemudian dipindahkan
ke KCU Asemka menjadi pemimpin di sana. Tepat dua puluh tahun sejak dia pertama
kali masuk dan ditempatkan di BCA Asemka sebagai marketing officer. Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi dia untuk
dapat memimpin KCU Asemka, karena memang KCU Asemka merupakan kantor yang
memiliki aspek historis dalam perkembangan BCA. Kantor di Asemka merupakan
kantor pusat operasional (KPO).
“Saya percaya bahwa untuk
mampu mengemban posisi strategis dibutuhkan pemikiran dan talenta khusus serta pengalaman yang memadai, jelas
Iwan.
Sekitar satu
setengah tahun Iwan memimpin KCU Asemka. Selanjutnya beliau mendapat tantangan
yang lebih besar sebagai Kepala Kantor Wilayah VI BCA, yang berpusat di Palembang,
Sumatera Selatan. Di Palembang Iwan memimpin selama dua setengah tahun untuk
kemudian memimpin sebagai Kepala Kantor Wilayah VII BCA di Malang hingga saat
ini. Jangkauan kendalinya adalah dari Madiun sampai Banyuwangi, Jawa Timur.
Sejak mulai bekerja,
Iwan selalu memiliki antusiasme tinggi. Apapun yang diminta atasan untuk
dikerjakan tanpa berpikir apakah itu merupakan tanggung jawabnya atau bukan, dia
tetap akan melakukannya dengan antusiasisme yang tinggi. Termasuk ketika dia
ditempatkan di tempat yang banyak masalah.
“Saya selalu berprinsip, di mana pun ditempatkan, saya harus mengembangkan semua
kantor yang dipercayakan kepada saya. Bahkan, tidak hanya mengembangkan ketika
saya memimpin. Setiap kantor yang saya tinggalkan harus tetap terus bertumbuh
walau saya sudah tidak di sana. Dengan demikian, setiap kali kita akan
meninggalkan sesuatu yang baik. Oleh sebab itu kita harus selalu membentuk
platform, fondasi yang kuat”, ujar Iwan.
“Tidak hanya perusahaan saja yang
berkembang, tetapi juga orang-orang di bawah saya yang dipercayakan kepada saya.
Mereka juga harus tambah sejahtera”, tambahnya. Tidak sedikit orang-orang
yang pernah dipimpin Iwan sukses menjadi pemimpin.
Ada empat
prinsip dasar yang dijalani oleh Iwan dalam memimpin, yaitu; melekat pada Sang Pencipta, keseimbangan hati dan pikiran, penguasaan atas panca indera, dan bersyukur tanpa syarat.
Melekat pada
Sang Pencipta artinya kita menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa hidup kita
harus dapat memberikan manfaat bagi sekeliling.
“Konkretnya adalah sikap kita terhadap anak
buah menggunakan prinsip kasih. Kasih mendorong semangat, namun juga tegas.
Setiap hari harus ada sekurangnya satu hal baik yang kita lakukan, sekalipun
itu adalah hal kecil seperti menutup kran air yang terbuka”, jelas Iwan. “Lakukanlah semua itu dengan kasih.
Berbagilah, karena semakin berbagi justru kita semakin tidak akan kekurangan.
Beri perhatian kepada karyawan, seperti ucapan terima kasih yang tulus,
membantu mereka yang kesulitan. Beri dukungan secara tulus. Hidup mereka harus
menjadi lebih baik. Jadilah pemimpin yang memiliki kasih”, tambahnya lagi.
Aplikasi
prinsip keseimbangan antara hati dan pikiran diterjemahkan dalam sikap yang
seimbang antara logika/pikiran/akal sehat dan emosi/perasaan/hati. Pepatah yang
seringkali digunakan umum adalah “cerdik
seperti ular dan tulus seperti merpati”.
“Tidak memanfaatkan orang lain, tetapi juga
tidak dimanfaatkan orang lain”, jelas Iwan.
“Seringkali indra lepas kendali”, kata
Iwan menjelaskan prinsip ketiganya. “Banyak
orang jatuh karena tidak dapat mengendalikan indranya, misalnya ketika mata
tidak dapat dikendalikan maka kita cenderung menggunakan uang kita secara
berlebihan, yang terkadang bisa lebih besar daripada penghasilan, dan
kemungkinan besar akan berujung pada masalah besar. Oleh sebab itu
kuasailah panca indra”, jelas Iwan.
“Terakhir, senantiasa bersyukur tanpa
syarat. Dengan senantiasa bersyukur kita akan terhindar dari stres yang
berlebihan / tidak perlu. Hidup kita akan terasa lebih damai”, tuturnya.
Itulah Iwan
Senjaya, yang selalu menyikapi setiap kesempatan dalam bekerja dengan
antusiasme tinggi, yang selalu melihat setiap pekerjaan adalah kesempatan dia
untuk belajar. Dan semua dijalankan sebagai sebuah pelayanan kepada Sang Pencipta. Dia terus meniti perjalanannya secara
konsisten. Iwan Senjaya adalah Sang Pemenang.
Salam
Pemenang!
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Dahulu saya memiliki seorang panutan, saya melihat dia orang yg hebat,
BalasHapusTapi karena satu hal, sekarang saya menjadi antipati terhadap KASIH.
Sejak saya mengenal Pak Iwan,
Saya mendapatkan sosok baru dalam diri saya,
Terima kasih kepala kanwil VII saya,
Saya merasa sangat bahagia dapat mengenal bapak...
Kelak kita dapat berada dalam 1 meja makan,dengan jabatan yang sama...
Sukses selalu...
Thx
Perjuangan yang tiada henti, walaupun sudah dipuncak tetap rendah hati dan tabah serta perjuangannya
BalasHapusLuar biasa perjuangan dan prinsip hidup Pak Iwan, layak utk di contoh..
BalasHapusGBU Pak Iwan....