Jumat, 04 Januari 2013

Iwan Senjaya: "Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati"


Iwan Senjaya (kiri) bersama istri
dan anak-anaknya

Penampilannya bersahaja, jauh dari kesan glamour walaupun kedudukannya di sebuah bank swasta terbesar di Indonesia termasuk tinggi. Tutur bahasanya halus, tenang namun terpancar ketegasannya. Demikian pula istri dan anak-anaknya ramah dan bersahaja. Sosok yang rendah hati tersebut adalah Iwan Senjaya, Kakanwil Bank Central Asia (BCA) Wilayah VII Malang, Jawa Timur.

Saya mengenal Iwan, begitu biasa dia dipanggil, sudah cukup lama. Kami saling mengenal keluarga masing-masing. Dalam pertemuan siang itu kami membawa keluarga masing-masing untuk makan siang bersama di suatu mall di Serpong, Tangerang, Banten. Sambil menikmati santap siang dia mulai bercerita mengenai kisah perjalanan hidupnya.

Terlahir di sebuah keluarga sederhana pada bulan Juli 1964 di Jakarta, Iwan merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Iwan merupakan anak laki-laki paling bungsu. Ayahnya membuka toko sepeda di Asem Reges, Tamansari, Jakarta Barat. Keluarga Iwan tinggal di sana hingga anak ketiga lahir. Setelah itu keluarganya pindah ke daerah Matraman, Jakarta Timur. Ayahnya membuka bengkel becak, sebelum akhirnya membuka bengkel bajaj. Kemudian ayahnya bekerjasama dengan temannya untuk menjadi developer di Pulo Mas, sedangkan bengkel dikelola oleh ibunya.

Masa kecil Iwan dihabiskan di daerah Matraman. SD dan SMP di Kampung Melayu dan SMEA di Matraman. Iwan teringat suatu kali gurunya berkata bahwa mereka yang bersekolah di SMEA termasuk madesu (masa depan suram). Tapi, Iwan menolak stempel itu. Dia yakin masa depan suram atau tidak bukan ditentukan oleh bersekolah di SMEA atau tidak, tetapi oleh semangat yang dimiliki oleh orang itu sendiri.

Sejak kecil Iwan memiliki prinsip tidak mau membebani orang tua secara berlebihan. Sejak di sekolah menengah dia sudah berusaha meringankan beban orang tuanya walaupun secara ekonomi keluarga mereka termasuk cukup atau tidak berkekurangan. Setiap hari minggu Iwan bekerja pada pemilik konter di Gelanggang Samudra Ancol. Dia bekerja membakar jagung untuk dijual kepada para pengunjung. Iwan bertekad untuk lebih mandiri dengan bekerja. Dia bekerja dengan antusias.

“Pak Iwan itu sejak kecil sudah terbiasa apa-apa sendiri. Kalau kebetulan kedua orangtuanya sedang tidak di rumah, mereka merasa tenang karena tahu bahwa pak Iwan akan mengatur semua hal yang terkait dengan usaha bengkel, yang dilakukan di rumah, termasuk semua urusan rumah”, jelas istrinya.

Pengaruh kedua orangtuanya sangat mempengaruhi perkembangan watak Iwan. Dari ayahnya, dia belajar bagaimana bersikap jujur, berjuang keras, disiplin, ringan tangan dalam membantu. Dari ibunya, Iwan belajar tentang keuletan.

“Papa tidak pernah berpikir dua kali ketika saudaranya memerlukan bantuan keuangan walaupun keluarga kami juga punya kebutuhan”, jelas Iwan. Prinsip mengasihi begitu kuat tertanam dalam diri Iwan. “Bahkan, untuk membunuh nyamuk pun pak Iwan tidak tega”, tambah istrinya.

Suatu ketika di masa kecilnya, Iwan dan kakaknya melihat seorang tukang roti yang menjajakan dagangannya dengan sepeda menangis. Ternyata, uang hasil berjualan si tukang roti habis dicuri orang. Tanpa berpikir panjang Iwan dan kakaknya membongkar celengan mereka dan menyerahkan seluruh uang tabungannya kepada si tukang roti.

Iwan melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara. Iwan sengaja mengambil kuliah sore hari karena biayanya lebih murah dibanding kuliah pagi. Selain itu, dia juga bisa bekerja mulai pagi hingga sore. Iwan bekerja pada kerabatnya, yang berusaha sebagai importir spare parts.
Dalam bekerja Iwan tidak pernah berhitung. Dengan disiplin dia selalu datang ke toko sebelum kerabatnya, yang notabene adalah pemilik toko, datang. Ada atau tidak ada pemilik toko Iwan bekerja dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya serta antusiasme yang tinggi. Iwan pun tidak pernah menuntut harus digaji berapa.

Usaha orangtua Iwan yang menyewakan kendaraan membuat Iwan cepat belajar tentang spare parts. Suatu saat terbersit gagasan di benak Iwan untuk meningkatkan penghasilannya. Dia meminta ijin apakah boleh mengambil barang pada kerabatnya untuk dia jual berkeliling ke Pasar Senen, di Jakarta Pusat, pada hari minggu saat toko tutup.
“Lumayan, dari boss dapat hutang tiga bulan. Saya jual ke toko lagi dengan kredit dua bulan. Jadi tanpa modal saya bisa berjualan”, kenang Iwan. 

Di semester ke-4, orangtuanya menawarkan dia untuk kuliah ke luar negeri. Iwan berangkat ke Texas, Amerika Serikat, mengambil junior college degree. Selama satu setengah tahun di Texas, Iwan kuliah sambil bekerja. Dia bekerja sebagai waiter di restoran chinesse. Juga bekerja di kafetaria di kampusnya. Di setiap pekerjaan, Iwan selalu berprinsip bahwa bekerja itu tidak perlu hitung-hitungan. Kerjakan saja apa yang harus dikerjakan dengan antusiasme tinggi, dengan atau tanpa pengawasan. Iwan memiliki disiplin diri yang tinggi. Dan, walaupun ekonomi keluarganya mencukupi, Iwan selalu berusaha untuk tidak terlalu membebani orangtuanya. Bahkan, dia sangat berhemat.
“Orang bule itu kan suka makan steik. Agar daging terasa empuk harus direbus dan air rebusannya dibuang. Nah, air rebusan atau saripati yang memiliki gizi tinggi itu saya yang minum. Jadi orang bule makan dagingnya, saya justru menikmati saripatinya”, kenang Iwan sambil tertawa.

Lulus dengan gelar associate degree dari Texas, Iwan melanjutkan kuliah ke University of Iowa. Setelah lulus dengan gelar bachelor, Iwan sempat berpikir untuk tidak pulang ke Indonesia. Tapi, akhirnya dia memutuskan kembali ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, Iwan ditawari bekerja ikut Mochtar Riady, yang merupakan teman ayahnya. Waktu itu Mochtar Riady masih bekerja di Bank Central Asia (BCA) milik Liem Sioe Liong.
“Waktu itu Mochtar Riady cuma tanya, kamu mau kerja atau cari pengalaman. Saya jawab, mau cari pengalaman. Saya ingat, tanggal 1 Maret 1988 adalah hari pertama saya bekerja di BCA”, tutur Iwan. “Saya ditempatkan sebagai marketing officer di cabang Asemka. Gaji pertama seluruhnya saya sumbangkan ke gereja”, lanjutnya.

Setelah bekerja sekitar dua tahun di cabang Asemka, Iwan dipindahkan ke Kantor Cabang Pembantu (KCP) Duta Mas, masih sebagai Marketing Oficer. Prinsip Iwan dalam bekerja telah tertanam begitu kuat. Dia tidak pernah hitung-hitungan dalam bekerja. Dan bekerja dengan disiplin tinggi serta antusiasme tinggi, dengan atau tanpa pengawasan. Iwan menyadari bahwa tugas dia adalah membantu bagaimana cabang tempat dia bekerja dapat berkembang. Dia tidak pernah berpikir bahwa kerja kerasnya hanya akan menguntungkan pimpinannya. Prinsip tersebut selalu membuahkan hasil positif. Iwan mendapat promosi menjadi pemimpin di KCP Taman Sari pada pertengahan tahun 1991.

Daerah Taman Sari adalah daerah dulu sewaktu Iwan bekerja di toko spare parts milik kerabatnya. Jadi Iwan sudah banyak kenalan di sana. Namun, pendekatan yang dilakukan untuk mengembangkan nasabah cabang yang dipimpinnya adalah pendekatan personal. Iwan tidak pernah menawarkan produk-produk perbankan kepada kenalan-kenalannya. Dia mencari persahabatan. Alhasil, malah kenalan-kenalannyalah yang membantu mencarikan nasabah untuk Iwan.

Prinsip kepemimpinan yang Iwan terapkan adalah kekeluargaan, dan bertanggung jawab kepada tim. Sebagai pemimpin justru Iwan berprinsip melayani anak buahnya, bukan minta dilayani. Dia juga memiliki integritas yang tinggi, memimpin dengan memberi contoh (walk the talk). Dalam melayani nasabah pun Iwan berprinsip melayani dengan hati. Nasabah perlu dilayani sebaik-baiknya, tanpa memilih-milih nasabah. Dengan prinsip yang dia terapkan itu dalam waktu satu setengah tahun cabang yang dia pimpin sudah bisa berkembang dengan baik.

Kemudian, Iwan ditawari untuk pindah ke Salim Group. Pada masa itu Liem Sioe Liong sudah yakin bahwa dalam bisnis perbankan kualitas layanan (service quality) adalah hal yang sangat penting. Bank yang akan bertahan adalah bank yang unggul di layanan. Faktor keunggulan layanan adalah pada manusianya. Dengan kata lain, keunggulan layanan adalah keunggulan yang sulit ditiru karena keunggulan tersebut berbasis manusia. Untuk itu Salim Group membentuk sebuah perusahaan yang diberi nama Service Quality Center Indonesia (SQC Indonesia), yang bekerja sama dengan Service Quality Center milik Singapore Airlines (SQ).

Iwan dan beberapa rekan dari BCA bergabung ke SQC Indonesia, dan mendapat pelatihan langsung oleh SQ di Singapura. Selesai pendidikan, Iwan dan rekan-rekannya ditugaskan untuk membantu memberi pelatihan kepada seluruh karyawan BCA, mulai dari level frontliner, back office, manager lini, manajer madya hingga level manajer senior. Targetnya adalah mencapai jumlah critical mass agar kemudian program dapat diteruskan oleh jajaran karyawan BCA ke seluruh karyawan lainnya. Dalam waktu dua setengah tahun critical mass tercapai. Setelah itu SQC Indonesia menjual jasanya ke perusahaan-perusahaan lain, baik perbankan maupun non-perbankan.
“Kami sempat menjadi konsultan bagi beberapa klien”, tutur Iwan. “Tapi, kemudian kami ditarik kembali dari SQC Indonesia ke BCA”, lanjutnya. “Waktu itu sekitar tahun 1995, saya ditempatkan sebagai wakil pemimpin kredit di Kantor Cabang Utama (KCU) di Pasar Baru”, ujar Iwan.

Iwan konsisten dengan prinsip kerjanya. Tidak lama kemudian dia dipromosikan lagi menjadi pemimpin KCU Cikokol di Tangerang. Kurang lebih dua tahun di KCU Cikokol, Iwan dipindah ke cabang Ki Samaun, Tangerang yang statusnya dinaikkan dari KCP menjadi KCU. Dari KCU Ki Samaun, Iwan dipindah lagi ke KCU Pasar Baru. Iwan menjadi pemimpin KCU Pasar Baru sekitar tiga tahun untuk kemudian dipindahkan ke KCU Asemka menjadi pemimpin di sana. Tepat dua puluh tahun sejak dia pertama kali masuk dan ditempatkan di BCA Asemka sebagai marketing officer. Dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi dia untuk dapat memimpin KCU Asemka, karena memang KCU Asemka merupakan kantor yang memiliki aspek historis dalam perkembangan BCA. Kantor di Asemka merupakan kantor pusat operasional (KPO).
“Saya percaya bahwa untuk mampu mengemban posisi strategis dibutuhkan pemikiran dan talenta khusus serta pengalaman yang memadai, jelas Iwan.

Sekitar satu setengah tahun Iwan memimpin KCU Asemka. Selanjutnya beliau mendapat tantangan yang lebih besar sebagai Kepala Kantor Wilayah VI BCA, yang berpusat di Palembang, Sumatera Selatan. Di Palembang Iwan memimpin selama dua setengah tahun untuk kemudian memimpin sebagai Kepala Kantor Wilayah VII BCA di Malang hingga saat ini. Jangkauan kendalinya adalah dari Madiun sampai Banyuwangi, Jawa Timur.

Sejak mulai bekerja, Iwan selalu memiliki antusiasme tinggi. Apapun yang diminta atasan untuk dikerjakan tanpa berpikir apakah itu merupakan tanggung jawabnya atau bukan, dia tetap akan melakukannya dengan antusiasisme yang tinggi. Termasuk ketika dia ditempatkan di tempat yang banyak masalah.
“Saya selalu berprinsip, di mana pun ditempatkan, saya harus mengembangkan semua kantor yang dipercayakan kepada saya. Bahkan, tidak hanya mengembangkan ketika saya memimpin. Setiap kantor yang saya tinggalkan harus tetap terus bertumbuh walau saya sudah tidak di sana. Dengan demikian, setiap kali kita akan meninggalkan sesuatu yang baik. Oleh sebab itu kita harus selalu membentuk platform, fondasi yang kuat”, ujar Iwan.

“Tidak hanya perusahaan saja yang berkembang, tetapi juga orang-orang di bawah saya yang dipercayakan kepada saya. Mereka juga harus tambah sejahtera”, tambahnya. Tidak sedikit orang-orang yang pernah dipimpin Iwan sukses menjadi pemimpin. 

Ada empat prinsip dasar yang dijalani oleh Iwan dalam memimpin, yaitu; melekat pada Sang Pencipta, keseimbangan hati dan pikiran, penguasaan atas panca indera, dan bersyukur tanpa syarat.

Melekat pada Sang Pencipta artinya kita menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa hidup kita harus dapat memberikan manfaat bagi sekeliling.
“Konkretnya adalah sikap kita terhadap anak buah menggunakan prinsip kasih. Kasih mendorong semangat, namun juga tegas. Setiap hari harus ada sekurangnya satu hal baik yang kita lakukan, sekalipun itu adalah hal kecil seperti menutup kran air yang terbuka”, jelas Iwan. “Lakukanlah semua itu dengan kasih. Berbagilah, karena semakin berbagi justru kita semakin tidak akan kekurangan. Beri perhatian kepada karyawan, seperti ucapan terima kasih yang tulus, membantu mereka yang kesulitan. Beri dukungan secara tulus. Hidup mereka harus menjadi lebih baik. Jadilah pemimpin yang memiliki kasih”, tambahnya lagi.

Aplikasi prinsip keseimbangan antara hati dan pikiran diterjemahkan dalam sikap yang seimbang antara logika/pikiran/akal sehat dan emosi/perasaan/hati. Pepatah yang seringkali digunakan umum adalah “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.
“Tidak memanfaatkan orang lain, tetapi juga tidak dimanfaatkan orang lain”, jelas Iwan.

“Seringkali indra lepas kendali”, kata Iwan menjelaskan prinsip ketiganya. “Banyak orang jatuh karena tidak dapat mengendalikan indranya, misalnya ketika mata tidak dapat dikendalikan maka kita cenderung menggunakan uang kita secara berlebihan, yang terkadang bisa lebih besar daripada penghasilan, dan kemungkinan besar akan berujung pada masalah besar. Oleh sebab itu kuasailah panca indra”, jelas Iwan.

“Terakhir, senantiasa bersyukur tanpa syarat. Dengan senantiasa bersyukur kita akan terhindar dari stres yang berlebihan / tidak perlu. Hidup kita akan terasa lebih damai”, tuturnya.
Itulah Iwan Senjaya, yang selalu menyikapi setiap kesempatan dalam bekerja dengan antusiasme tinggi, yang selalu melihat setiap pekerjaan adalah kesempatan dia untuk belajar. Dan semua dijalankan sebagai sebuah pelayanan kepada Sang Pencipta. Dia terus meniti perjalanannya secara konsisten. Iwan Senjaya adalah Sang Pemenang.

Salam Pemenang!

Catatan

  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   


3 komentar:

  1. Dahulu saya memiliki seorang panutan, saya melihat dia orang yg hebat,
    Tapi karena satu hal, sekarang saya menjadi antipati terhadap KASIH.

    Sejak saya mengenal Pak Iwan,
    Saya mendapatkan sosok baru dalam diri saya,
    Terima kasih kepala kanwil VII saya,
    Saya merasa sangat bahagia dapat mengenal bapak...

    Kelak kita dapat berada dalam 1 meja makan,dengan jabatan yang sama...
    Sukses selalu...

    Thx

    BalasHapus
  2. Perjuangan yang tiada henti, walaupun sudah dipuncak tetap rendah hati dan tabah serta perjuangannya

    BalasHapus
  3. Luar biasa perjuangan dan prinsip hidup Pak Iwan, layak utk di contoh..
    GBU Pak Iwan....

    BalasHapus