Sosok wanita yang satu ini sangat enerjik. Keceriaan selalu menghiasi wajahnya. Senyumnya senantiasa merekah ramah kepada setiap lawan bicaranya. Kadang selera humornya menjadi selingan yang enak ketika berbicara dengannya. Apa yang terpancar keluar dari keseluruhan dirinya adalah aura positif yang dihasilkan oleh caranya memandang kehidupan secara positif. Di suatu Sabtu sore di penghujung bulan Desember 2012, untuk pertama kalinya kami bertemu secara langsung. Kami berkumpul bersama dengan beberapa teman grup BlackBerry Messenger (BBM), yang dia beri nama Be Positive Living, kami menikmati sore hingga malam menjelang di suatu tempat di Plaza Senayan.
Nama lengkapnya adalah Robert Endang Fajar Siswantari. Namun,
dia lebih dikenal dengan nama Tari
pemilik House of Ballare, spa
khusus wanita yang berada di daerah Gading Serpong, Tangerang, Banten. Tari
menghabiskan masa kecilnya di daerah Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat, dalam
keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan. Almarhum ayahnya adalah pensiunan
polisi dengan pangkat terakhir perwira menengah yang sangat idealis. Sejak
pensiun, ayahnya tidak memiliki kegiatan lain selain menikmati masa pensiunnya
di rumah, sehingga Tari kecil punya banyak waktu berada di samping ayahnya.
Ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Untuk membantu ekonomi keluarga ibunya
berdagang kecil-kecilan.
Tari kecil hidup seperti
anak tunggal, yang mendapat perhatian penuh dari kedua orangtuannya, terutama
dari ayahnya. Padahal dia adalah bungsu dari lima bersaudara, yang kelahirannya
tidak terduga. Jarak umur dia dan saudara-saudaranya sangat jauh. Bahkan, ada
kakaknya yang sudah menikah. Sejak usia empat tahun, ayahnya sudah mengajari
Tari untuk membaca dan menulis. “Pada usia lima tahun aku sudah hafal perkalian 1 sampai 100, dan sudah bisa membaca koran Pos Kota, yang amat
terkenal pada masa itu. Alhasil, aku masuk SD pada usia
enam tahun. Sejak kelas 3 SD
sampai lulus SMA aku selalu ranking tiga besar di sekolah”, tuturnya.
Ayahnya juga menekankan
sifat mandiri kepada Tari sejak dini. Kemandirian yang kelak sangat bermanfaat
bagi perjalanan hidupnya. “Aku berhasil memasak sayur asam dan
sambal kesukaan ayahku untuk pertama kalinya pada kelas 3 SD. Aku juga
berhasil mencuci baju sendiri, menyetrika, menyapu rumah, juga mengepel rumah”, ujarnya
membanggakan hasil didikan ayahnya.
Kegiatannya membantu
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah karena Tari melihat ibunya sangat sibuk
berjualan baju keliling menawarkan dari satu pintu ke pintu rumah lainnya,
sehingga terkadang dia harus memasakkan makanan untuk ayahnya. Semangat ibunya
mencari uang membuat Tari berpikir kalau berdagang itu mengasyikkan, dan dia
pun terkadang ikut ibunya berkeliling. “Walau pun kadang aku dan ibu harus berjalan kaki
berpanas-panas ria, tapi kalau baju dagangan ibuku banyak yang beli, maka aku
dan ibuku sangat bahagia. Dan kami langsung bisa membeli sate ayam dan
sate kambing yang saat itu menjadi makanan mewah kami”, kenangnya.
Gemblengan ayahnya tidaklah
sia-sia. Tari berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas
Penyuluhan Pertanian, Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian lewat
jalur undangan khusus, sehingga biaya kuliah amatlah ringan
dan masih bisa diatasi oleh ayahnya walau pun dengan jatah yang amat
pas-pasan. Namun, Tari tidak berkompromi dengan kondisi
seperti itu. “Aku tidak kehilangan akal. Aku mulai
berdagang jam tangan, parfum, dan lain-lain ke teman-teman wanitaku di kampus, yang
kebanyakan berasal dari banyak provinsi di Indonesia”, tuturnya. “Latar belakang aku
sebagai anak Jakarta memudahkan aku berjualan barang apa pun yang aku bawa dari
Jakarta ke kampusku di Bogor”, tambahnya lagi.
Sosok Tari adalah sosok
wanita mandiri yang enerjik, yang tidak melewatkan waktu tanpa manfaat. Setelah lulus kuliah,
sambil menunggu panggilan lamaran pekerjaan, Tari mengisi waktu dengan
menjadi guru les privat di wilayah Kelapa Gading, sampai akhirnya dia dipanggil
mengikuti tes pekerjaan sebagai tenaga pemasaran produk suplemen kesehatan dan
produk kecantikan dari Korea, yang berkantor di Kelapa Gading juga.
“Puji
syukur,
setelah enam bulan bekerja sebagai tenaga pemasaran biasa, Tuhan memberi aku kesempatan
terbaik dengan berhasil lulus psikotest kenaikan jabatan untuk menjadi manajer konter, dan terus
meningkat sampai aku bisa memimpin tim penjualan tingkat nasional pada usia 24 tahun”, tuturnya. “Allhasil, pergaulanku
meluas hingga ke tingkat tinggi, bahkan ada beberapa menteri pada
waktu itu pun aku kenal”, lanjutnya.
Kesuksesan karir Tari di
bidang pemasaran seiring dengan kesuksesannya dalam hal
cinta. Setelah sekitar enam
tahun menjalin kasih dengan kakak kelasnya di IPB, akhirnya mereka menikah pada
2 Juli 2000.
Tahun 2001, Tari memutuskan
pindah kerja ke bidang property, masih di bidang pemasaran. “Aku menjadi marketing manager sebuah
perusahaan property, cabang dari Australia”, jelasnya. Namun, tahun 2002 Tari memutuskan
berhenti kerja dan nekad membuat perusahaan pertamanya, yang
bergerak di bidang Event Organizer.
“Waktu itu
aku amat bangga karena sempat membuatkan turnamen golf piala Gubernur DKI Jakarta, yang saat itu adalah pak Sutiyoso”, ujarnya
sambil tersenyum bangga. “Sayangnya, kesuksesan
karirku berbanding terbalik dengan kehidupan rumah tanggaku. Tahun 2003, aku
memutuskan untuk mengurus perceraian. Pada saat putri pertamaku lahir, aku
resmi bercerai”, ujarnya getir.
Menjadi orang tua tunggal memang tidak mudah. Tari merasakan dengan
anak yang masih kecil,
yang diberi nama Farryn Patricia, membuat dia tidak mungkin
memiliki pekerjaan yang banyak menyita waktu dan fikiran. Tapi, Tari no-compromise. Tidak ada kompromi terhadap situasi sulit. Dia tidak
pernah menyerah. Perusahaan Event
Organizer dia
tutup. Dia melirik usaha
yang lebih santai dan sesuai dengan hobinya, yaitu bidang kecantikan.
“Setelah
melahirkan, tentu bentuk tubuhku tidak seindah dulu lagi. Kepercayaan
diriku pun berkurang. Dengan harapan bisa memfasilitasi perawatan untuk diriku
sendiri agar lebih cantik dan percaya diri, maka setelah melakukan perjalanan
ibadah Umroh di
tahun
2005, aku pun kembali nekad memutuskan membuka usaha House of Ballare Day Spa, sebuah tempat perawatan wajah dan tubuh
khusus untuk wanita saja”, tutur Tari lebih lanjut.
Semula Tari berpikir usaha
ini adalah usaha santai-santai yang bisa menghasilkan uang dengan mudah. Ternyata
perkiraannya
meleset. “Benar aku lebih
santai dalam segi waktu, namun cukup stress dalam masalah memikirkan sumber
daya manusianya,
banyak yang
nakal seperti kutu loncat. Tahun 2009 aku nyaris menutup usahaku karena
pegawaiku sempat hanya tersisa satu orang saja yang masih mau bekerja bersamaku”, kenangnya.
Tapi, sekali lagi no-compromise! Sifat ayahnya yang
idealis dan keuletan ibunya menjadi modal kuat untuk dia terus bergerak. Tari
sudah menemukan passion-nya, yaitu di
bidang kecantikan. “Aku tetap optimis bahwa usahaku ini bisa
aku pertahankan. Aku sempat membagikan brosur sendiri dan
menawarkan produk aromatherapy kepada orang-orang yang aku temui baik di
Serpong atau pun di Jakarta”, ujarnya. “Aku masuk ke
pasar-pasar pusat kecantikan di Jakarta dan daerah jawa untuk mencari relasi
bisnis sekaligus pegawai, panas atau pun hujan
tidak menyurutkan langkah kakiku”, lanjutnya. “Beruntung aku sempat kursus facial,
totok wajah, meditasi, yoga, reiki, dan hypnotherapy, sehingga aku pun bisa
turun tangan sendiri menangani pelanggan-pelangganku”, jelasnya.
“Segala
cara aku coba untuk bisa mendapatkan pegawai lagi. Puji syukur semua usahaku
tidak sia-sia.
Setelah
sekitar enam bulan berjuang buka-tutup jam kerja spa-ku, akhirnya satu per satu ada
pegawai yang datang melamar kerja, dan bisa bertahan sampai hari ini”, ujarnya
sambil tersenyum.
Tari sangat mensyukuri perjalanan
usaha House of Ballare yang dia tekuni. Dengan membuka usaha spa
ternyata kepercayaan dirinya
yang sempat jatuh bangkit kembali. Dia bisa berbagi banyak hal kepada para
pelanggannya, yang
kemudian banyak juga menjadi sahabatnya dalam suka-duka. “Aku amat
bahagia bisa berbagi informasi kecantikan yang bisa menolong dan mengatasi
masalah kecantikan atau pun masalah kewanitaan”, ujarnya dengan wajah memancarkan
rasa syukurnya.
Tari adalah sosok wanita
mandiri yang enerjik. Dia tidak pernah merasa nyaman jika tidak terus berkarya.
Selain mengembangkan usaha spa, dia juga aktif melakukan hal-hal lainnya. “Aku sempat sering dipanggil untuk menjadi pembicara kecantikan alami
oleh beberapa bank, antara lain; Bank BRI dan Bank Danamon. Ada juga perkumpulan Wanita Katolik Gading Serpong, dan masih banyak
lagi.
Aku pun sempat selama setahun menjadi
penulis dan mengasuh rubrik Kecantikan dan Kepercayaan Diri di koran Indo Pos (grup dari
Jawa Pos), yang dulu dimiliki Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN sekarang). Pergaulanku pun semakin luas lagi, bahkan dengan
percaya dirinya aku sempat menerima pekerjaan sebagai Master of Ceremony (MC)
di berbagai acara. Puncak kebanggaanku adalah sempat menjadi MC di depan Bapak Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010”, kenangnya bangga.
“Selanjutnya
aku
banyak mengisi kegiatan dengan berbagi tips untuk mengembangkan kecantikan
inner beauty, yaitu melalui totok wajah aura dan meditasi rileksasi. Aku
percaya konsep kecantikan alami yang aku usung sekarang adalah kecantikan inti
dari seorang wanita, yaitu konsep inner beauty yang bisa membawa ke outer
beauty. Konsep kecantikan sejati yang bisa di dapat ketika seorang wanita bisa
nyaman menerima dirinya dengan apa adanya, bisa tersenyum tulus kepada setiap
orang, bisa bersabar ketika menghadapi semua cobaan kehidupan, dan bisa
bersyukur pada Sang Pencipta setiap waktu, yang salah satunya yaitu tetap mau
mengurus kesehatan dan kecantikan dirinya”, tuturnya panjang lebar.
Tari adalah Sang
Pemenang. Sikap tidak berkompromi terhadap situasi sulit dan senantiasa
berpikir positif sejauh ini telah membawa dia melalui banyak kesulitan yang
dihadapi.
“Kini
aku sadari bahwa kunci keberhasilan kecil usahaku ini adalah buah dari dari setitik
harapan yang tidak pernah padam dan keyakinan bahwa niat hati yang baik akan membuka jalan bagi misiku, yaitu untuk bisa bertahan hidup sebagai
orangtua tunggal dan bisa mandiri menghidupi putriku satu-satunya. Semua itu telah
membuka jalan kepada keteguhanku mempertahankan usaha spa ini”, ujarnya.
Tari adalah Sang
Pemenang. Dan perjalanan Sang Pemenang adalah menyusuri jalan tak berujung
hingga Tuhan memanggil pulang. Demikian juga Tari. Dia tidak pernah berpikir
untuk berhenti bergerak. Dia terus berpikir besar
untuk mengembangkan House of Ballare melalui
program kemitraan di berbagai daerah besar di Indonesia.
“Bulir-bulir
keringatku mulai membuahkan hasil. Walaupun kecil, tapi aku amat bangga karena 20 Oktober 2012 lalu, aku berhasil membuka
gerai pertama kemitraan spa-ku di Semarang. Aku berhasil menjual merk dagang
usaha spa milikku ke khalayak umum setelah aku pertahankan jatuh-bangun selama tujuh tahun” tuturnya. “Memang ini
barulah langkah awal dari pengembangan perjalanan
usaha spa-ku. Impianku tentu saja bisa memiliki banyak gerai House of Ballare di
berbagai daerah besar. Tapi, aku tidak mau terlalu ambisius. Aku yakin semua itu akan ada waktunya”, ujarnya.
Tari (tengah) bersama ibu dan anaknya |
“Hampir sembilan tahun
aku menjalani
hidup sebagai orangtua tunggal. Sungguh sang waktu telah mengajariku untuk menjadi tangguh menjalani
hidup. Tidak banyak lagi waktuku untuk menangisi nasib. Doa dan semangat dari
ibuku yang selalu menemaniku dalam suka-duka telah mebuat aku memberanikan diri
menghadapi kehidupan secara realistis, lebih dewasa, dan terus melangkah maju
apa pun yang terjadi”, ujarnya.
Tempaan
hidup sejauh ini memang telah membuat Tari menjadi lebih dewasa dan bijak
melihat hidup ini. Sikap no-compromise yang kuat dalam menyikapi setiap
situasi sulit yang ada membuatnya mampu melewati situasi yang dihadapi. Tari
adalah Sang Pemenang.
“Akhirnya,
aku menyadari kebenaran
dalam hidup ini bahwa kita tak akan selalu
mendapatkan apa yang kita inginkan. Terkadang, mendapat
pelajaran adalah yang sesungguhnya lebih kita butuhkan. Belajar dari
kesalahan dan menjadikannya pecutan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik
lagi adalah hal yang selalu aku lakukan. Terus
berusaha memperbaiki diri, terus bersyukur, terus belajar, dan terus berbagi
pengalaman hidup kepada sesama dan membuat orang-orang di dekatku
menjadi lebih semangat menjalani hidup adalah kebahagiaanku”, ujar Tari menutup
kisahnya.
Salam Pemenang!
Catatan:
- Kisah di atas adalah satu dari tiga puluh kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Sang Pemenang”, yang akan segera terbit. Buku tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan para sahabat, Timoteus ‘Silent Motivator’ Talip dan Helena Abidin.
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
bagus sekali baca kisahnya
BalasHapusJual truk indonesia