Jumat, 18 Januari 2013

Tari: "Jangan pernah menyerah, teruslah berharap"


Sosok wanita yang satu ini sangat enerjik. Keceriaan selalu menghiasi wajahnya. Senyumnya senantiasa merekah ramah kepada setiap lawan bicaranya. Kadang selera humornya menjadi selingan yang enak ketika berbicara dengannya. Apa yang terpancar keluar dari keseluruhan dirinya adalah aura positif yang dihasilkan oleh caranya memandang kehidupan secara positif. Di suatu Sabtu sore di penghujung bulan Desember 2012, untuk pertama kalinya kami bertemu secara langsung. Kami berkumpul bersama dengan beberapa teman grup BlackBerry Messenger (BBM), yang dia beri nama Be Positive Living, kami menikmati sore hingga malam menjelang di suatu tempat di Plaza Senayan.
Nama lengkapnya adalah Robert Endang Fajar Siswantari. Namun, dia lebih dikenal dengan nama Tari pemilik House of Ballare, spa khusus wanita yang berada di daerah Gading Serpong, Tangerang, Banten. Tari menghabiskan masa kecilnya di daerah Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat, dalam keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan. Almarhum ayahnya adalah pensiunan polisi dengan pangkat terakhir perwira menengah yang sangat idealis. Sejak pensiun, ayahnya tidak memiliki kegiatan lain selain menikmati masa pensiunnya di rumah, sehingga Tari kecil punya banyak waktu berada di samping ayahnya. Ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Untuk membantu ekonomi keluarga ibunya berdagang kecil-kecilan.
Tari kecil hidup seperti anak tunggal, yang mendapat perhatian penuh dari kedua orangtuannya, terutama dari ayahnya. Padahal dia adalah bungsu dari lima bersaudara, yang kelahirannya tidak terduga. Jarak umur dia dan saudara-saudaranya sangat jauh. Bahkan, ada kakaknya yang sudah menikah. Sejak usia empat tahun, ayahnya sudah mengajari Tari untuk membaca dan menulis. Pada usia lima tahun aku sudah hafal perkalian 1 sampai 100, dan sudah bisa membaca koran Pos Kota, yang amat terkenal pada masa itu. Alhasil, aku masuk SD pada usia enam tahun. Sejak kelas 3 SD sampai lulus SMA aku selalu ranking tiga besar di sekolah, tuturnya.
Ayahnya juga menekankan sifat mandiri kepada Tari sejak dini. Kemandirian yang kelak sangat bermanfaat bagi perjalanan hidupnya. “Aku berhasil memasak sayur asam dan sambal kesukaan ayahku untuk pertama kalinya pada kelas 3 SD. Aku juga berhasil mencuci baju sendiri, menyetrika, menyapu rumah, juga mengepel rumah, ujarnya membanggakan hasil didikan ayahnya.
Kegiatannya membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah karena Tari melihat ibunya sangat sibuk berjualan baju keliling menawarkan dari satu pintu ke pintu rumah lainnya, sehingga terkadang dia harus memasakkan makanan untuk ayahnya. Semangat ibunya mencari uang membuat Tari berpikir kalau berdagang itu mengasyikkan, dan dia pun terkadang ikut ibunya berkeliling. “Walau pun kadang aku dan ibu harus berjalan kaki berpanas-panas ria, tapi kalau baju dagangan ibuku banyak yang beli, maka aku dan ibuku sangat bahagia. Dan kami langsung bisa membeli sate ayam dan sate kambing yang saat itu menjadi makanan mewah kami, kenangnya.
Gemblengan ayahnya tidaklah sia-sia. Tari berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Penyuluhan Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian lewat jalur undangan khusus, sehingga biaya kuliah amatlah ringan dan masih bisa diatasi oleh ayahnya walau pun dengan jatah yang amat pas-pasan. Namun, Tari tidak berkompromi dengan kondisi seperti itu. “Aku tidak kehilangan akal. Aku mulai berdagang jam tangan, parfum, dan lain-lain ke teman-teman wanitaku di kampus, yang kebanyakan berasal dari banyak provinsi di Indonesia”, tuturnya. Latar belakang aku sebagai anak Jakarta memudahkan aku berjualan barang apa pun yang aku bawa dari Jakarta ke kampusku di Bogor, tambahnya lagi.
Sosok Tari adalah sosok wanita mandiri yang enerjik, yang tidak melewatkan waktu tanpa manfaat. Setelah lulus kuliah, sambil menunggu panggilan lamaran pekerjaan, Tari mengisi waktu dengan menjadi guru les privat di wilayah Kelapa Gading, sampai akhirnya dia dipanggil mengikuti tes pekerjaan sebagai tenaga pemasaran produk suplemen kesehatan dan produk kecantikan dari Korea, yang berkantor di Kelapa Gading juga.
Puji syukur, setelah enam bulan bekerja sebagai tenaga pemasaran biasa, Tuhan memberi aku kesempatan terbaik dengan berhasil lulus psikotest kenaikan jabatan untuk menjadi manajer konter, dan terus meningkat sampai aku bisa memimpin tim penjualan tingkat nasional pada usia 24 tahun, tuturnya. “Allhasil, pergaulanku meluas hingga ke tingkat tinggi, bahkan ada beberapa menteri pada waktu itu pun aku kenal, lanjutnya.
Kesuksesan karir Tari di bidang pemasaran seiring dengan kesuksesannya dalam hal cinta. Setelah sekitar enam tahun menjalin kasih dengan kakak kelasnya di IPB, akhirnya mereka menikah pada 2 Juli 2000.
Tahun 2001, Tari memutuskan pindah kerja ke bidang property, masih di bidang pemasaran. “Aku menjadi marketing manager sebuah perusahaan property, cabang dari Australia, jelasnya. Namun, tahun 2002 Tari memutuskan berhenti kerja dan nekad membuat perusahaan pertamanya, yang bergerak di bidang Event Organizer.
“Waktu itu aku amat bangga karena sempat membuatkan turnamen golf piala Gubernur DKI Jakarta, yang saat itu adalah pak Sutiyoso, ujarnya sambil tersenyum bangga. Sayangnya, kesuksesan karirku berbanding terbalik dengan kehidupan rumah tanggaku. Tahun 2003, aku memutuskan untuk mengurus perceraian. Pada saat putri pertamaku lahir, aku resmi bercerai, ujarnya getir.
Menjadi orang tua tunggal memang tidak mudah. Tari merasakan dengan anak yang masih kecil, yang diberi nama Farryn Patricia, membuat dia tidak mungkin memiliki pekerjaan yang banyak menyita waktu dan fikiran. Tapi, Tari no-compromise. Tidak ada kompromi terhadap situasi sulit. Dia tidak pernah menyerah. Perusahaan Event Organizer dia tutup. Dia melirik usaha yang lebih santai dan sesuai dengan hobinya, yaitu bidang kecantikan.
Setelah melahirkan, tentu bentuk tubuhku tidak seindah dulu lagi. Kepercayaan diriku pun berkurang. Dengan harapan bisa memfasilitasi perawatan untuk diriku sendiri agar lebih cantik dan percaya diri, maka setelah melakukan perjalanan ibadah Umroh di tahun 2005, aku pun kembali nekad memutuskan membuka usaha House of Ballare Day Spa, sebuah tempat perawatan wajah dan tubuh khusus untuk wanita saja, tutur Tari lebih lanjut.
Semula Tari berpikir usaha ini adalah usaha santai-santai yang bisa menghasilkan uang dengan mudah. Ternyata perkiraannya meleset. Benar aku lebih santai dalam segi waktu, namun cukup stress dalam masalah memikirkan sumber daya manusianya, banyak yang nakal seperti kutu loncat. Tahun 2009 aku nyaris menutup usahaku karena pegawaiku sempat hanya tersisa satu orang saja yang masih mau bekerja bersamaku, kenangnya.
Tapi, sekali lagi no-compromise! Sifat ayahnya yang idealis dan keuletan ibunya menjadi modal kuat untuk dia terus bergerak. Tari sudah menemukan passion-nya, yaitu di bidang kecantikan. “Aku tetap optimis bahwa usahaku ini bisa aku pertahankan. Aku sempat membagikan brosur sendiri dan menawarkan produk aromatherapy kepada orang-orang yang aku temui baik di Serpong atau pun di Jakarta, ujarnya. “Aku masuk ke pasar-pasar pusat kecantikan di Jakarta dan daerah jawa untuk mencari relasi bisnis sekaligus pegawai, panas atau pun hujan tidak menyurutkan langkah kakiku, lanjutnya. “Beruntung aku sempat kursus facial, totok wajah, meditasi, yoga, reiki, dan hypnotherapy, sehingga aku pun bisa turun tangan sendiri menangani pelanggan-pelangganku, jelasnya.
“Segala cara aku coba untuk bisa mendapatkan pegawai lagi. Puji syukur semua usahaku tidak sia-sia. Setelah sekitar enam bulan berjuang buka-tutup jam kerja spa-ku, akhirnya satu per satu ada pegawai yang datang melamar kerja, dan bisa bertahan sampai hari ini, ujarnya sambil tersenyum.
Tari sangat mensyukuri perjalanan usaha House of Ballare yang dia tekuni. Dengan membuka usaha spa ternyata kepercayaan dirinya yang sempat jatuh bangkit kembali. Dia bisa berbagi banyak hal kepada para pelanggannya, yang kemudian banyak juga menjadi sahabatnya dalam suka-duka. Aku amat bahagia bisa berbagi informasi kecantikan yang bisa menolong dan mengatasi masalah kecantikan atau pun masalah kewanitaan, ujarnya dengan wajah memancarkan rasa syukurnya.
Tari adalah sosok wanita mandiri yang enerjik. Dia tidak pernah merasa nyaman jika tidak terus berkarya. Selain mengembangkan usaha spa, dia juga aktif melakukan hal-hal lainnya. Aku sempat sering dipanggil untuk menjadi pembicara kecantikan alami oleh beberapa bank, antara lain; Bank BRI dan Bank Danamon. Ada juga perkumpulan Wanita Katolik Gading Serpong, dan masih banyak lagi.
Aku pun sempat selama setahun menjadi penulis dan mengasuh rubrik Kecantikan dan Kepercayaan Diri di koran Indo Pos (grup dari Jawa Pos), yang dulu dimiliki Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN sekarang). Pergaulanku pun semakin luas lagi, bahkan dengan percaya dirinya aku sempat menerima pekerjaan sebagai Master of Ceremony (MC) di berbagai acara. Puncak kebanggaanku adalah sempat menjadi MC di depan Bapak Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010, kenangnya bangga.
Selanjutnya aku banyak mengisi kegiatan dengan berbagi tips untuk mengembangkan kecantikan inner beauty, yaitu melalui totok wajah aura dan meditasi rileksasi. Aku percaya konsep kecantikan alami yang aku usung sekarang adalah kecantikan inti dari seorang wanita, yaitu konsep inner beauty yang bisa membawa ke outer beauty. Konsep kecantikan sejati yang bisa di dapat ketika seorang wanita bisa nyaman menerima dirinya dengan apa adanya, bisa tersenyum tulus kepada setiap orang, bisa bersabar ketika menghadapi semua cobaan kehidupan, dan bisa bersyukur pada Sang Pencipta setiap waktu, yang salah satunya yaitu tetap mau mengurus kesehatan dan kecantikan dirinya, tuturnya panjang lebar.
Tari adalah Sang Pemenang. Sikap tidak berkompromi terhadap situasi sulit dan senantiasa berpikir positif sejauh ini telah membawa dia melalui banyak kesulitan yang dihadapi.
Kini aku sadari bahwa kunci keberhasilan kecil usahaku ini adalah buah dari dari setitik harapan yang tidak pernah padam dan keyakinan bahwa niat hati yang baik akan membuka jalan bagi misiku,  yaitu untuk bisa bertahan hidup sebagai orangtua tunggal dan bisa mandiri menghidupi putriku satu-satunya. Semua itu telah membuka jalan kepada keteguhanku mempertahankan usaha spa ini, ujarnya.
Tari adalah Sang Pemenang. Dan perjalanan Sang Pemenang adalah menyusuri jalan tak berujung hingga Tuhan memanggil pulang. Demikian juga Tari. Dia tidak pernah berpikir untuk berhenti bergerak. Dia terus berpikir besar untuk mengembangkan House of Ballare melalui program kemitraan di berbagai daerah besar di Indonesia.
Bulir-bulir keringatku mulai membuahkan hasil. Walaupun kecil, tapi aku amat bangga karena 20 Oktober 2012 lalu, aku berhasil membuka gerai pertama kemitraan spa-ku di Semarang. Aku berhasil menjual merk dagang usaha spa milikku ke khalayak umum setelah aku pertahankan jatuh-bangun selama tujuh tahun tuturnya. Memang ini barulah langkah awal dari pengembangan perjalanan usaha spa-ku. Impianku tentu saja bisa memiliki banyak gerai House of Ballare di berbagai daerah besar. Tapi, aku tidak mau terlalu ambisius. Aku yakin semua itu akan ada waktunya, ujarnya.
Tari (tengah) bersama ibu dan anaknya
Tari juga bersyukur memiliki ayah dan ibu yang begitu mengasihinya, yang telah membentuknya menjadi seperti saat ini. Dan juga bersyukur memiliki putri satu-satunya, yang sekarang sudah berusia sembilan tahun.
Hampir sembilan tahun aku menjalani hidup sebagai orangtua tunggal. Sungguh sang waktu telah mengajariku untuk menjadi tangguh menjalani hidup. Tidak banyak lagi waktuku untuk menangisi nasib. Doa dan semangat dari ibuku yang selalu menemaniku dalam suka-duka telah mebuat aku memberanikan diri menghadapi kehidupan secara realistis, lebih dewasa, dan terus melangkah maju apa pun yang terjadi, ujarnya.
Tempaan hidup sejauh ini memang telah membuat Tari menjadi lebih dewasa dan bijak melihat hidup ini. Sikap no-compromise yang kuat dalam menyikapi setiap situasi sulit yang ada membuatnya mampu melewati situasi yang dihadapi. Tari adalah Sang Pemenang.  
Akhirnya, aku menyadari kebenaran dalam hidup ini bahwa kita tak akan selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Terkadang, mendapat pelajaran adalah yang sesungguhnya lebih kita butuhkan. Belajar dari kesalahan dan menjadikannya pecutan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi adalah hal yang selalu aku lakukan. Terus berusaha memperbaiki diri, terus bersyukur, terus belajar, dan terus berbagi pengalaman hidup kepada sesama dan membuat orang-orang di dekatku menjadi lebih semangat menjalani hidup adalah kebahagiaanku, ujar Tari menutup kisahnya.

Salam Pemenang! 


Catatan:

  • Kisah di atas adalah satu dari tiga puluh kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Sang Pemenang”, yang akan segera terbit. Buku tersebut merupakan hasil kolaborasi dengan para sahabat, Timoteus ‘Silent Motivator’ Talip dan Helena Abidin.
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.

1 komentar: