Senin, 06 Februari 2012

Pilih Mana: “Anda Mengejar Uang” Atau “Uang Mengejar Anda”?


Inti dari lima artikel saya sebelumnya, yaitu telaah atas kelima sosok / figur yang saya tuangkan dengan judul “Kesuksesan Bukan Melulu Soal Uang”, adalah bahwa bagi sebagian orang kepuasan atas kesuksesan dalam hidupnya bukan semata soal uang. Bagi mereka, kepuasan lahir ketika mereka sukses mengubah keadaan menjadi lebih baik bagi orang banyak. Bagi mereka, seandainya keberadaannya dan apa yang mereka lakukan dapat memberikan manfaat bagi banyak orang, itu sudah cukup. Namun, cerita-cerita tentang mereka bukan dimaksudkan untuk menabukan uang sebagai produk kesuksesan. Uang memang bukan segalanya, tetapi dalam realita segalanya memerlukan uang. Setidaknya, tanpa uang kita lebih banyak menghadapi keterbatasan-keterbatasan pilihan dalam kehidupan kita. Artikel kali ini menceritakan perbedaan antara “mengejar uang” dan “dikejar uang”.

Saat itu, tahun 1999, saya baru sekitar dua tahun menjadi karyawan di sebuah perusahaan besar dan terkenal, yang bergerak di bidang perdagangan alat tulis dan kantor (ATK) di Jakarta. Perusahaan tersebut didirikan pada tahun 1974. Saya ditunjuk menjadi anggota panitia perayaan ulang tahun perusahaan ke-25, dan secara khusus bertugas menyusun kaleidoskop perjalanan perusahaan selama 25 tahun. Saya merasa beruntung mendapat penugasan itu, karena memiliki kesempatan mewawancarai para pendiri perusahaan dan beberapa karyawan mula-mula yang bekerja sejak perusahaan itu masih menjadi embrio. Dan berkesempatan membongkar arsip-arsip foto kegiatan perusahaan yang terdokumentasi. Ada banyak cerita inspiratif dalam perjalanan perusahaan sejak masih embrio hingga saat itu berusia 25 tahun, khususnya cerita mengenai perjalanan sang pendiri sekaligus pemilik perusahaan (saat ini sudah almarhum). Sepenggal cerita, yang relevan dengan judul artikel ini, bermula pada tahun 1960-an ketika pendiri dan pemilik perusahaan, sebut saja Pak Budi, masih muda dan tinggal di Medan, Sumatera Utara.

Sejak masih duduk di bangku SMA di Kota Medan, Pak Budi selepas sekolah membantu kakak iparnya yang adalah pedagang ATK. Dia membantu mengantar barang pesanan toko lain dan membantu penagihannya. Pekerjaan itu dinikmati dan dijalani dengan kesungguhan hati. Dia berhasil membangun komunikasi yang baik dengan para pemilik toko langganan kakak iparnya dan membangun kepercayaan dengan mereka. Pada masa itu distribusi barang belumlah selancar sekarang. Untuk mendapatkan barang dengan harga yang lebih baik para pemilik toko harus datang ke Jakarta dan menghabiskan waktu beberapa hari untuk berbelanja barang dagangannya. Hubungan yang baik antara Pak Budi dengan banyak pemilik toko langganan kakak iparnya membuahkan kesempatan yang bagus. Beberapa pemilik toko sepakat mengutus Pak Budi ke Jakarta mencari sumber barang dan membelinya dengan harga yang lebih baik dibanding harga di Medan. Semua biaya transportasi, akomodasi dan biaya selama ke Jakarta ditanggung bersama oleh beberapa pemilik toko, termasuk uang untuk berbelanja barang tentunya disiapkan oleh mereka. Hal tersebut memberikan kesempatan yang besar bagi Pak Budi. Jika orientasi Pak Budi adalah semata uang, dengan kata lain mengejar uang, maka kesempatan tersebut akan dimanfaatkan dengan cara mark-up semua biaya, seperti penginapan, transportasi selama di Jakarta, harga-harga barang, dan hal lainnya. Tetapi, Pak Budi tidak melakukan itu. Orientasi Pak Budi adalah menjalankan misi yang ditugaskan secara maksimal. Dia lebih memilih menjaga kepercayaan para pemilik toko dan menjalankan mandat secara bertanggung jawab. Berapapun harga barang yang dibeli dia beritahukan apa adanya. Dia melihat bahwa kesempatan yang diberikan para pemilik toko membuka kesempatan dia membangun relasi dengan pedagang-pedagang besar ATK di Jakarta.

Para pemilik toko ATK di Medan puas atas hasil kerja Pak Budi dan terkesan dengan prinsip Pak Budi, sehingga para pemilik toko memberikan sebagian dari selisih harga beli barang di Jakarta dan di Medan kepada Pak Budi. Dan akhirnya secara rutin para pemilik toko ATK di Medan menugaskan pembelian barang dagangan mereka kepada Pak Budi, dan tentunya setiap kepergian Pak Budi ke Jakarta menghasilkan uang baginya. Itulah saat uang berbalik mengejar Pak Budi. Relasi dengan pedagang-pedagang besar ATK di Jakarta juga terjalin semakin erat. Hingga akhirnya, uang yang terkumpul dan hubungan baik dengan pedagang-pedagang besar di Jakarta menghasilkan sebuah toko ATK di Medan bagi Pak Budi.

Itulah cerita awal perjalanan Pak Budi dari seorang pemuda yang tidak punya apa-apa hingga memiliki sebuah toko ATK di Medan. Toko ATK di Medan adalah awal dari lahirnya kelompok usaha Pak Budi, yang saat ini sudah merambah ke berbagai bidang usaha. Pak Budi tidak mengejar uang, tetapi dia membuat uang mengejar dia dengan cara melakukan suatu pekerjaan dengan kesungguhan hati. Kesungguhan hati dalam melakukan suatu pekerjan lahir melalui dua cara, yaitu mengerjakan apa yang disukai (do what we love) atau menyukai apa yang dikerjakan (love what we do). Dalam hal ini, Pak Budi menyukai apa yang dikerjakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar