Minggu, 10 Juni 2012

Work Hard atau Work Smart?


Foto: en.wikipedia.org
Banyak orang mengatakan bahwa kalau mau sukses harus kerja keras (work hard). Saya teringat suatu cerita lama. Dikisahkan ada seorang kaya raya yang sudah tua memiliki dua orang anak laki-laki. Si ayah merasa sudah cukup bekerja dan merasa lelah sehingga dia ingin beristirahat menikmati hari tuanya. Untuk itu dia memanggil kedua anak lakinya dan membagi mereka sejumlah besar harta yang sama kepada kedua anaknya. Pesan sang ayah sederhana, “Ini adalah bagian harta untuk kalian, yang dapat digunakan sebagai modal berusaha. Pergilah jauh-jauh dari kota ini dan mulailah berusaha. Agar kalian bisa meraih sukses seperti ayah, kalian harus berusaha jangan sampai kena sinar matahari. Nanti sepuluh tahun lagi kembalilah kesini dan temui ayah.” Kedua anaknya kemudian pergi menuju kota yang berbeda, menetap dan berusaha disana. Si sulung punya kebiasaan bangun siang, sehingga untuk melaksanakan pesan ayahnya agar tidak terkena sinar matahari, dia membeli tandu yang sangat bagus dan mempekerjakan beberapa orang yang bertugas menggotong tandunya. Kemana-mana dia selalu menggunakan tandu. Saat dia menutup tokonya menjelang sore dia mampir ke kedai minuman untuk bersenang-senang hingga larut malam baru kembali ke rumahnya. Sementara, cara si bungsu melaksanakan pesan ayahnya adalah dengan bangun pagi-pagi sekali, dan kemudian berjalan kaki ke tokonya di pasar setempat sebelum matahari terbit. Dia menutup tokonya selewat magrib dan masih mengerjakan pembukuan hasil penjualan hari itu, mengecek stok, dan pesanan-pesanan yang harus dikirim keesokan harinya. Si bungsu bekerja hingga larut malam baru kembali ke rumahnya. Demikianlah hal tersebut berjalan hari demi hari hingga sepuluh tahun sudah berlalu, dan tibalah saatnya bagi kedua anak itu untuk menemui ayahnya. Sudah dapat ditebak si sulung pulang ke rumah ayahnya dengan keadaan yang menyedihkan karena usahanya bangkrut dan hartanya ludes, bahkan hutangnya menumpuk. Sedangkan, si bungsu justeru sebaliknya. Hartanya menjadi berlipat ganda dan usahanya terus maju. Intinya, kerja keraslah yang membuat si bungsu berhasil. Dan itulah pesan yang ingin disampaikan oleh ayahnya. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Oprah Winfrey, “Aku tidak akan bisa melihat matahari. Aku sampai kantor jam 5.30 pagi ketika langit masih sangat gelap, dan pulang jam 7 atau 8 malam ketika hari sudah gelap. Aku pergi dari satu garasi ke garasi lain.” (Richard St. John, “8 To be Great”).

Foto: www.talkandroid.com
Banyak contoh orang sukses karena bekerja sangat keras. Larry Page, salah satu pendiri Google, mengatakan bahwa dia bekerja sangat keras dalam mengembangkan Google. Dia hanya memerlukan 10% inspirasi, sisanya 90% adalah kerja keras. Bagi orang yang bekerja dengan keras, dan menikmati pekerjaannya, tidak bisa lagi membedakan antara bekerja dan bersenang-senang. Bagi Thomas Alva Edison, dia tidak pernah merasakan hari kerja dalam hidupnya, karena semua hari menyenangkan adanya. Pelopor ritel Amerika, J.C. Penney, ketika ditanya apa kunci suksesnya, jawabannya dua kata saja, yaitu kerja keras. Demikian pula Jeff Bezos, pendiri amazon.zom, yang bekerja sangat keras membangun toko buku on-line terbesar dan terlengkap.              

Tetapi, sebagian mengatakan bahwa untuk sukses harus kerja dengan cerdas (work smart). Kata “cerdas” belakangan ini menjadi populer. Kata “cerdas” banyak digunakan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kata “cerdas” cukup melekat di pikiran saya, khususnya ketika beberapa waktu yang lalu ada wacana merotasi Angelina Sondakh ke Komisi III DPR yang membawahi bidang hukum. Padahal Angelina Sondakh sedang menghadapi masalah hukum. Ia diduga terlibat pada beberapa kasus korupsi. Disebutkan bahwa rencana rotasi itu bukanlah langkah yang cerdas.

Foto: www.pophistorydig.com
Bekerja dengan cerdas terkait dengan strategi. Kata “cerdas” juga terkait dengan cara kerja yang lebih kreatif, tidak hanya sekedar bekerja dengan keras. Kreatif adalah ketika kita melihat obyek/fakta yang sama seperti orang lain lihat tetapi dengan menggunakan perspektif yang berbeda. Coca cola adalah minuman ringan berkarbonasi. Suatu ketika pimpinan Coca cola mengamati bahwa di pasar minuman berkarbonasi penguasaan pasar Coca cola sepertinya mengalami stagnasi. Penguasan Coca cola dan Pepsi di pasar minuman berkarbonasi sepertinya sudah maximum. Pada kondisi seperti itu, perusahaan cenderung menggunakan strategi mempertahankan status-quo, dan mencari peluang langka untuk mencuri pasar yang dikuasai pesaing terdekat. Dengan strategi seperti itu maka pertumbuhan penguasaan Coca cola hanya akan bergerak pada bilangan satu digit saja. Namun, ketika pimpinan Coca cola mengubah perspektif dengan melihat pasar lebih luas, yaitu bukan sekedar pada pasar minuman ringan berkarbonasi namun pasar minuman secara keseluruhan, termasuk minuman teh, kopi, atau air mineral maka tampak bahwa peluang pasar masih memungkinkan bagi pertumbuhan penguasaan pasar Coca cola. Dulu, orang memandang tayangan berita di televisi merupakan program selingan sehingga berita hanya ditayangkan hanya pada jam-jam tertentu. Dan kita tahu persaingan di industri media, khususnya televisi, di Amerika Serikat begitu ketat. Tetapi, Ted Turner memandang dengan cara yang berbeda. Bagaimana jika berita menjadi tayangan utama, yang ditayangkan selama 24 jam, sehingga kapanpun pemirsa ingin mengetahui berita terkini tinggal menekan tombol channel tertentu? Maka lahirlah CNN. Dan kita tahu selanjutnya sejarah bergerak menjadi seperti saat ini. Demikian pula ketika pada tahun 2005, provider komunikasi bergerak (mobile telecommunication) yang pertama berbasis teknologi CDMA, sebut saja merek X, melihat pasarnya maka penguasaan pasarnya di atas 90%, karena saat itu baru ada satu provider pesaing yang berbasis teknologi CDMA dan relatif baru. Tetapi ketika perspektif pandangnya adalah pasar telekomunikasi bergerak, termasuk yang berbasis teknologi GSM yang telah hadir lebih awal, maka penguasaan pasar merek X baru mencapai beberapa persen saja. Dengan mengubah perspektif maka terlihat bahwa peluang untuk bertumbuh menjadi lebih besar. Dan sesungguhnya pelanggan tidak peduli dengan basis teknologi apakah GSM atau CDMA. Bagi pelanggan yang penting provider mampu memberikan solusi tepat bagi kebutuhan komunikasi bergerak mereka. Dengan perspektif seperti itu maka strategi untuk pertumbuhan penguasaan pasarpun menjadi berbeda. Itulah yang membedakan bekerja dengan cerdas dan bekerja dengan keras. Dan tentunya dalam menjalankan strategi yang baru itu dibutuhkan kerja keras.         

Jadi, bagi saya, kerja keras (work hard) saja tidak cukup. Demikian pula kerja cerdas (work smart) saja juga tidak cukup. Mereka yang hanya bekerja keras tanpa strategi yang tepat umumnya menjadi tidak efisien. Sementara, mereka yang hanya bekerja dengan cerdas tanpa kerja keras umumnya menjadi tidak efektif. Kerja keras bicara tentang ketekunan. Kerja cerdas bicara tentang kreatifitas. 
Sekali lagi, kerja keras saja atau kerja dengan cerdas saja sama-sama tidak cukup.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar