Senin, 25 Juni 2012

Ketika Satu Kuda Berlari Tidak Secepat Lainnya


Bayangkan jika Anda sedang duduk di atas kereta yang ditarik dua ekor kuda. Kuda yang satu berlari tidak secepat kuda lainnya, apa yang akan terjadi? Niscaya kereta akan berjalan dengan liar, bahkan kemungkinan besar akan terguling bersama dengan Anda. Itulah juga yang akan terjadi jika pertumbuhan karakter seseorang tidak secepat laju kesuksesannya. Seringkali kita melihat, atau mendengar, atau membaca tentang mereka yang mencapai kesuksesan namun kesuksesannya tidak didukung oleh kematangan karakternya. Kondisi seperti itu yang saya simpulkan atas sosok David Nalbandian, petenis asal Argentina, setelah insiden di lapangan tenis Queen’s Club, Inggris pada laga final AEGON Championship antara Nalbandian dan Marin Cilic, asal Kroasia, pada hari minggu, 17 Juni 2012. Saat itu, Nalbandian memenangkan set pertama dengan skor 7-6. Insiden terjadi pada set kedua, ketika kedudukan 3-3, Nalbandian gagal menambah poin saat melakukan servis, dan kedudukan menjadi 3-4. Meresponi kegagalan servisnya, secara emosional Nalbandian menendang papan reklame di pinggir lapangan. Papan reklame itu melayang dan melukai kaki hakim garis, Andrew McDougall. Akibat tindakannya, Nalbandian didiskualifikasi. Kemenangan diberikan kepada lawannya, Marin Cilic. Tidak hanya itu, hadiah sebagai runner-up sebesar £36.500 (kurang lebih Rp539 juta) juga tidak menjadi hak Nalbandian. Bahkan, dia diharuskan membayar denda sebesar £8.000 (kurang lebih Rp118 juta). Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula, demikian nasib Nalbandian, yang saat ini berusia 30 tahun, yang terancam tidak boleh bertanding selama 8 minggu. Polisi dari Scotland Yard juga mengusut insiden itu atas laporan yang sudah dibuat dengan tuduhan penyerangan. Jika ancaman tidak boleh turun bertanding selama 8 minggu dijatuhkan, maka kesempatan Nalbandian untuk bertanding pada turnamen Wimbledon, yang mulai berlangsung sejak 25 Juni 2012, menjadi pupus (Kompas, Rabu, 20 Juni 2012).

David Nalbandian, yang lahir pada 1 Januari 1982, terjun ke dunia profesional pada tahun 2000. Awal karir profesionalnya cukup cerah. Akhir tahun 2001 dia menembus Top 50 ATP. Predikat pemain nomor satu Argentina dan Amerika Selatan diraihnya bersama dua gelar pada kejuaraan ATP pada akhir tahun 2002. Pada tahun itu pula dia berhasil menjadi runner-up pada turnamen Wimbledon. Pada tahun 2003 Nalbandian menempati ranking ke-8 dunia. Awal 2007, dia terlempar dari daftar Top 20, rankingnya merosot ke posisi 26 dunia. Namun, prestasinya sepanjang tahun 2007 membawa ia naik kembali pada posisi 9 dunia. Di tahun itu tercatat dia mengalahkan berturut-turut pemain ranking 1-3 dunia, yaitu Rafael Nadal, Novak Djokovic, dan Roger Federer, dalam satu turnamen dan keluar sebagai juara Madrid Masters. Awal tahun 2008, kemenangan di Copa Telmex, Buenos Aires membawanya naik peringkat ke posisi 8 dunia. Namun, setelah itu prestasinya terus turun. Kejadian pertama kalinya Nalbandian didenda terjadi pada tahun itu pula, yaitu pada perhelatan Davis Cup, dia didenda USD10.000 atas sikapnya. Sejak itu karir profesionalnya tidak banyak meningkat. Awal 2012 di Australia Terbuka, kembali Nalbandian didenda USD8.000 atas sikap yang disebut unsportmanlike conduct ketika kalah bertanding melawan Isner. Dan, Juni 2012 ketika emosi tak terkendali terjadilah insiden melayangnya papan reklame di pinggir lapangan (en.wikipedia.org).            
     
Anda masih ingat dengan Mike Tyson, petinju berleher beton? Dia adalah salah satu petinju besar pada masanya. Mike Tyson lahir di Brooklyn, New York City, Amerika Serikat pada 30 Juni 1966 dalam keluarga yang berantakan. Ayahnya meninggalkan ibunya saat Tyson berusia 2 tahun. Kakak perempuannya meninggal karena serangan jantung pada usia 25 tahun. Tyson besar di jalan dan menjadi trouble maker bagi keluarga dan lingkungannya. Berkelahi dan membuat onar sudah menjadi kegiatan rutinnya. Pada usia 13 tahun Tyson sudah 38 kali ditahan polisi. Kemampuan bertinjunya ditemukan oleh Bobby Steward, yang sempat melatihnya beberapa bulan sebelum Tyson diperkenalkan kepada Cus D’Amato. Ibunya meninggal saat Tyson berusia 16 tahun, dan kemudian dia diasuh oleh Cus D’Amato yang mengarahkan naluri berkelahinya menjadi petinju. Tercatat Kevin Rooney juga pernah melatihnya. Awal karirnya di dunia amatir dimulai pada tahun 1981 dengan mengikuti Junior Olympic Games, dan Tyson meraih medali emas. Kesuksesannya terulang pada event yang sama di tahun berikutnya. Tyson menang dengan mengkanvaskan lawannya hanya dalam waktu 8 detik. Prestasinya jelas menunjukkan bakat yang luar biasa dalam bertinju.

Tyson terjun ke dunia tinju profesional pada usia 18 tahun. Dalam tahun-tahun awal kiprahnya di dunia profesional Tyson sudah bertanding selama 28 kali, 26 di antaranya menang KO/TKO, dan 16  menang di ronde pertama. Sayangnya, Cus D’Amato, yang disebut sebagai satu-satunya orang yang didengar Tyson, keburu meninggal di tahun 1985, saat Tyson baru mulai berkiprah di dunia profesional. November 1986, Tyson meraih gelar juara tinju kelas berat versi WBC pada usia 20 tahun, dengan mengalahkan Trevor Berbick TKO pada ronde kedua. Dia menjadi juara tinju kelas berat termuda sepanjang masa. Maret 1987, Tyson merebut gelar juara tinju kelas berat versi WBA dari James Smith. Agustus tahun yang sama, gelar juara tinju kelas berat versi IBF direbutnya dari Tony Tucker. Dengan ketiga sabuk juara itu Tyson memecahkan rekor dunia tinju profesional sebagai juara termuda yang menyandang gelar juara kelas berat di tiga badan tinju dunia, yaitu WBC, WBA, dan IBF. Tyson merupakan satu-satunya petinju di kelas berat yang mampu menyatukan gelar juara versi WBA, WBC, dan IBF. Dalam setiap pertandingan sepertinya Tyson sangat beringas. Begitu bel berbunyi tanda dimulainya pertandingan, Tyson dengan wajah sangar langsung merangsak maju dan menghujani lawannya dengan pukulan-pukulan kerasnya. Semua lawan-lawannya seakan tidak berkutik ketika berhadapan dengannya. Di awal tahun 1988, Tyson memukul KO Larry Holmes pada ronde keempat. Di bulan Juni, giliran Michael Spinks dipukul KO oleh Tyson hanya dalam waktu 91 detik. Tyson mampu mempertahankan ketiga sabuk juara kelas beratnya sebanyak 9 kali. Tyson menjadi petinju dengan bayaran termahal sepanjang masa kejayaannya. Kekayaan dan ketenarannya membuat Tyson mabuk kesuksesan.

Di tahun 1988, tanda-tanda meredupnya bintang kejayaan Tyson mula terlihat. Tyson bercerai dengan Robin Givens. Di tahun itu pula, dia memilih Don King sebagai manajernya, berpisah dengan Bill Cayton yang sebelumnya menanganinya. Tyson juga memecat pelatihnya, Kevin Rooney yang melatihnya sejak awal karirnya. Pebruari 1990, kesombongan Tyson, yang dijuluki “the baddest man on the planet”, terhenti saat kalah KO di ronde ke-10 oleh James Douglas. Itu merupakan kekalahan pertama Tyson. Juli 1991, Tyson ditahan atas kasus perkosaan terhadap Miss Black Rhode Island yang berusia 18 tahun, Desiree Washington. Maret 1992, Tyson dinyatakan bersalah dan dihukum 6 tahun penjara. Dia dibebaskan pada Maret 1995. Pertarungan pertama antara Mike Tyson dan Evander Holyfield digelar pada November 1996 di Las Vegas, Nevada. Sekali lagi, Tyson gagal. Dia kalah TKO di ronde kesebelas oleh Holyfield. Pertarungan kedua dengan Holyfield diadakan di Las Vegas juga. Tyson didiskualifikasi pada akhir ronde ketiga setelah pada pertandingan itu dia menggigit telinga Holyfield untuk kedua kalinya. Juli 1997, lisensi bertinju Tyson sempat dibatalkan oleh Komisi Atletik Negara Bagian Nevada. Tyson didenda 3 juta dollar AS, dan dilarang bertinju di Amerika Serikat. Setahun kemudian, Oktober 1998, lisensi tersebut dipulihkan kembali.

Januari 1999, Tyson kembali ke ring tinju. Namun, kembali dia berbuat ulah dengan mematahkan lengan lawannya, petinju Afrika Selatan, Francois Botha. Pebruari 1999, kembali Tyson dihukum denda 5.000 dollar AS dengan masa percobaan 2 tahun dan kerja 200 jam di community service, karena menyerang pengendara motor pada kecelakaan lalu lintas di bulan Agustus 1998. Setelah hukuman berakhir, Tyson masih berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya. Sempat bertanding dan menang beberapa kali hingga akhirnya pada June 2002 Tyson mendapat kesempatan bertanding dengan Lenox Lewis, mantan sparring partner-nya. Lewis saat itu menyandang sabuk juara versi WBC, IBF, dan IBO. Namun, Tyson harus menyerah ketika hook kanan Lewis mengkanvaskan Tyson di ronde kedelapan. Sejak itu karir Tyson benar-benar tamat. Agustus 2003 dia menyatakan diri bangkrut. Bintang tinju legendaris telah memudar. Kisah meroketnya kesuksesan dia tidak didukung dengan pertumbuhan karakter Sang Pemenang sejati. Sepanjang perjalanan kesuksesannya Tyson tidak mampu membentuk The Flower of Character yang dibutuhkan bagi seorang Sang Pemenang sejati (baca juga artikel “The Flower of Character: Kualitas Sang Pemenang Sejati” di www.suhartono-blogspot.com/2012/02/flower-of-character-kualitas-sang.html).

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar