Rabu, 22 Mei 2013

Norman Shio: Tempaan Hidup, Lambat Tapi Pasti



Norman Shio dan putrinya, Meilissa
Norman Shio, 68 tahun, sungguh sangat bersahaja. Tak banyak informasi mengenai dirinya yang dapat ditemui saat dicari melalui google. Sungguh merupakan kesempatan yang luar biasa ketika pria ini memberikan tanda positif untuk dapat bertemu dengannya dan berbagi pengalaman hidupnya melalui buku ini.

Saat ditemui di kantor perusahaan distribusi miliknya, PT Delta Satria Dewata di  jalan Imam Bonjol, Denpasar, Bali, ia tersenyum dan dengan rendah hati menyatakan tidak ada yang spesial mengenai dirinya. Namun perjalanan hidupnya merantau dari Toli-toli, Sulawesi Tengah, hingga membangun perusahaan distributor terbesar di Bali ini, mengurai cerita perjuangan yang panjang dengan tempaan hidup yang luar biasa dari pria ini.

Ditemani putri tunggalnya, Meilissa Norman, yang kini memegang keuangan perusahaan,  Norman Shio mengungkapkan perjalanan panjang hidupnya. Pria kelahiran tahun 1944 ini meninggalkan Toli-toli pada tahun 1962 untuk melanjutkan SMA nya di Bali mengikuti kakaknya yang terlebih dahulu bermukim di sana. Meninggalkan orang tuanya dan merantau adalah keputusan Norman Shio. Namun ternyata kakaknya memutuskan untuk pindah ke Surabaya.

Di Bali, Norman tinggal di rumah seorang teman kakaknya. Sambil bersekolah, ia bekerja menjaga toko makanan dan juga restoran makanan Jawa Timur Kali Brantas milik teman kakaknya ini. Sebagai kompensasi dari pekerjaan itu, ia mendapatkan makan dan tempat tinggal. Tahun 1965, keadaan di Bali tidak begitu aman. Norman Shio memutuskan untuk pindah ke Sidoarjo, Jawa Timur, mengikuti kakaknya yang baru saja menikah. Tidak lama berada di sana, pada tahun 1967 ia dipanggil kembali oleh sahabat kakaknya ini ke Bali untuk membantu membuka toko P&D Kalibrantas yang sempat ditutup saat terjadi gejolak gerakan 30 September. Lokasi toko P&D tersebut di jalan Gajah Mada, Denpasar. Namun pemiliknya kemudian jatuh bangkrut pada tahun 1970.

Pada tahun 1972 hingga 1975, Norman Shio bekerja di P&D Mekar Jaya, yang berlokasi persis di seberang toko P&D Kalibrantas yang bangkrut tersebut. Baru saat itulah, Norman merasakan bekerja dengan mendapatkan gaji untuk dirinya sendiri. Namun yang menarik dalam kurun waktu itu adalah keterlibatannya sebagai tenaga sukarelawan life saving guard di Pantai Kuta pada tahun 1972 melalui sebuah organisasi Waja Surf Life Saving Guard.

"Saat itu pantai Kuta tidak memiliki tenaga penyelamat pantai. Seorang warga Australia memberikan dukungan dan pelatihan bagi sukarelawan untuk menjadi tenaga penyelamat seandainya terjadi kecelakaan di pantai Kuta saat itu, jelasnya. Terus terang saya belum pernah menghadapi kejadian penyelamatan dramatis. Namun, ada beberapa kejadian dimana saya membantu menarik mereka yang mengalami masalah saat berenang di pantai ini. Pada waktu itu peralatan penyelamatan masih sangat minim, tidak seperti saat ini”, ungkap Norman mengenai pengalaman masa lalunya. “Saya sempat mendapatkan training selama tiga bulan di Perth, Australia, untuk menjadi  instruktur life saving guard pada tahun 1979”, lanjutnya. Ia sempat memberikan pelatihan bagi tenaga penyelamat di pantai Ancol, Jakarta. Dan menyerahkan bantuan reel atau tali penolong dari organisasi kepada penyelamat pantai di Samudra Beach – Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.

Kecintaannya pada laut dan loyalitas serta perhatiannya yang besar terhadap keselamatan di pantai, membuatnya saat ini menjabat sebagai Bendahara Yayasan Balawisata (Balai Penyelamatan Wisata Tirta) Bali. Yayasan ini merupakan perkembangan lanjutan dari Waja Surf Life Saving Guard yang berdiri pada tahun 1972 tersebut. Yayasan Balawisata kini aktif membuat pelatihan rutin setiap tahun bagi para tenaga penyelamat pantai serta kegiatan pertandingan bagi tenaga penyelamat pantai baik di Bali maupun di luar Bali, seperti di Jawa, Sumatera, dan tempat lainnya.

Kembali ke kisahnya di awal tahun 1975, Norman sempat pulang ke kampung halamannya di Toli-toli untuk membantu keluarganya yang menanam cengkeh selama beberapa bulan, namun Norman Shio kembali lagi ke Bali pada tahun yang sama dan bekerja di restoran Poppies serta menjadi supplier bagi restoran tersebut. Ia memasok kepiting dan lemon dari Jawa Timur. Pekerjaan ini ia lakukan hingga tahun 1982.

Dunia pariwisata Bali semakin cerah dalam periode itu. Kehadiran turis-turis asing ke Pulau Dewata ini membuat Norman melihat kesempatan untuk membuka ‘bottle shop’, toko yang menjual minuman keras yang berlokasi di daerah Kuta pada tahun 1979. Namun, usaha itu ditinggalkannya, untuk kemudian dilanjutkan oleh sang adik.

“Saya menikah tahun 1982, dan Meilissa, putri pertama kami, lahir dua tahun kemudian. Saat itu kami pindah ke Denpasar karena wilayah Kuta makin terasa kurang nyaman”, tutur Norman.

Berbekal pengalamannya bekerja di toko P&D serta pemasok kebutuhan restoran, ia melanjutkan toko UD Delta Plaza yang ditinggalkan oleh kakak iparnya ke Surabaya pada tahun 1982.
“Tahun itulah saya mulai mendapatkan kepercayaan dari prinsipal asing, yaitu Johnson & Son untuk mendistribusikan produk-produk mereka di Bali”, ungkap Norman. Ia mendistribusikan produk-produk itu dengan menggunakan tenaga penjualan ke berbagai toko. “Saat itu belum ada supermarket”, tutur Norman.

Usahanya kian membesar. Pada tahun 1985, ia mendapatkan kepercayaan dari Ibu BRA Mooryati Soedibyo, pemilik Mustika Ratu, untuk mendistribusikan produknya di Bali. Saat ini, Norman Shio merupakan distributor Mustika Ratu terlama di Indonesia.

“Saya juga mendapatkan kepercayaan untuk mendistribusikan produk Johnson & Johnson setelah mereka mengalihkan kedistributoran dari PT Tempo pada tahun 1986, dan menjalin hubungan yang sangat baik dengan Joko Tata Ibrahim dari perusahaan ini”, jelas Norman.

Perusahaan distribusi UD Delta Plaza milik Norman Shio semakin berkembang di Bali.  Integritasnya dalam menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pihak prinsipal dalam mendistribusikan produk-produk mereka di Bali, menyebabkan Norman Shio terus menerus mendapatkan kepercayaan untuk mendistribusian produk-produk lokal dan internasional di Bali.

Tahun 1991, Joko Tata Ibrahim menjadi Presiden Direktur PT Tigaraksa Satria, perusahaan distributor terbesar di Indonesia. Berkat hubungannya yang baik dengan Joko dan juga Robert Wijaya, pemilik PT Tigaraksa Satria, akhirnya Norman membentuk perusahaan patungan dengan nama PT Delta Satria Dewata. Komposisinya, 55% dimiliki oleh PT Tigaraksa Satria dan 45% oleh Norman Shio.

PT Delta Satria Dewata sejak saat itu memegang distribusi semua produk yang didistribusikan oleh PT Tigaraksa Satria, untuk wilayah Bali. Pada tahun 1995, Norman mengambilalih 100% saham PT Delta Satria Dewata berkat kebaikan dari Robert Wijaya, pemilik PT Tigaraksa Satria. Kini PT Delta Satria Dewata adalah perusahaan distributor terbesar di Bali. Beberapa prinsipal internasional yang saat ini memberikan kepercayaan bagi Delta Satria Dewata untuk distribusi produknya termasuk Johnson & Son, Johnson & Johnson, Zebra, Staedtler, Kraft, Ricola, Anlene dan Pocari Sweat. Distribusi dilakukan lewat jaringan supermarket, mini mart dan juga toko-toko yang tersebar di seluruh wilayah Bali. Omzet Delta Satria Dewata tumbuh 10% hingga 20% per tahun.

“Saat ini kami memiliki empat buah depo di Singaraja, Negara, Jembrana dan Klungkung. Depo ke 5 sedang dibangun di Karang Asem. Ke depannya kami sedang menyiapkan gudang dan kantor baru yang lebih luas sekitar 5000 m2 di daerah Mahendrata”, ungkap Norman mengenai rencana ke depan dari usahanya ini. Namun, Norman Shio akan tetap mempertahankan kantornya yang memiliki nilai historis di jalan Imam Bonjol.

Dengan total tenaga kerja sekitar 400 orang, Norman Shio mengungkapkan pendekatannya terhadap mereka. “Pada dasarnya, saya mendidik karyawan agar merasa turut memiliki perusahaan.  Ini penting sekali. Dengan demikian, saya selalu bersikap terbuka terhadap mereka sehingga saya dapat mengetahu permasalahan yang mereka hadapi”, jelasnya. “Generasi muda lebih mudah untuk meraih sukses. Mereka memiliki modal uang dan juga ilmu yang dapat mereka pergunakan untuk berusaha. Namun, ada hal yang menghambat mereka yaitu faktor emosional. Mereka ingin sukses yang serba instan“, ungkap Norman. “Saya memulai semua ini tanpa modal. Pengalaman dan motivasi didapatkan dari tempaan hidup yang berat sejak kecil. Saya memupuk kepercayaan yang saya dapatkan dan menggunakan setiap kesempatan yang saya dapat dalam hidup dengan baik. Saya tidak mencari keuntungan dalam waktu singkat. Bagi saya, tidak masalah dengan lambat, asal pasti”, katanya sambil tersenyum bangga memandang putrinya Meilissa yang telah menjadi tangan kanannya sejak lima tahun yang lalu. Loyalitas atau kesetiaannya pada pekerjaan yang digelutinya menghasilkan kesabaran yang luar biasa dalam bisnisnya. Kesetiaan seorang pemenang. 

Norman Shio menikmati minuman hangatnya dan sepiring pisang rebus yang tersedia di meja kerjanya. Ia bersahaja, dan tak perlu gaung besar untuk pencapaiannya yang luar biasa ini. Norman Shio adalah Sang Pemenang yang rendah hati.

Salam Pemenang!

Catatan

  • Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung.

  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.

  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

3 komentar:

  1. Perjalananmu sungguh membuat saya kagum penuh semangat dan semangatmu berbuah yg baik dan salam buat meillissa

    BalasHapus
  2. Saya sangat senang pernah menjadi bagian keluarga DSD.Terima kasih bapak Norman.

    BalasHapus