Selasa, 19 Februari 2013

Cynthia Wihardja: "Saya suka bisnis dan membantu orang"



Sosok wanita yang satu ini dikenal oleh banyak pemilik bisnis, khususnya kategori usaha menengah (small medium enterprise) yang berada di Jakarta Selatan. Cynthia Wihardja adalah pemilik firma dan Executive Coach di ActionCOACH Jakarta Selatan, usaha franchise ActionCOACH yang digelutinya sejak bulan September 2007. ActionCOACH adalah perusahaan yang didirikan oleh Brad Sugars pada tahun 1993 di Brisbane, Australia. Fokus layanan ActionCOACH adalah membantu para pemilik bisnis bagaimana caranya memiliki waktu yang lebih banyak, memiliki tim yang lebih baik di perusahaan mereka, dan tentunya agar perusahan mereka menjadi lebih menguntungkan. Hingga saat ini ActionCOACH sudah beroperasi di lebih dari 1.000 kantor di 49 negara. Bulan Oktober 2012, Cynthia berkenan membagi sepenggal kisah perjalanan hidup dan karirnya.

Kiprah Cynthia Wihardja menekuni ActionCOACH tidak lepas dari pengaruh sosok kedua orangtuanya semasa dia masih kecil. Kedua orangtuanya berasal dari keluarga yang pas-pasan. Ayahnya lahir di keluarga dengan sepuluh anak, sedangkan ibunya memiliki lima saudara. Kedua orangtuanya belajar dengan sungguh-sungguh untuk menjadi juara di sekolah masing-masing agar bisa tetap mendapat kesempatan bersekolah. Mereka bekerja sembari sekolah agar bisa membantu kehidupan keluarga mereka dan membantu adik-adiknya bersekolah.

Kedua orangtuanya membangun kehidupan keluarga dengan teamwork suami-istri yang sangat inspiratif. Mereka aktif di komunitas gereja dan menjadi inspirasi bagi pasangan suami-istri lainnya.
“Yang sangat menginspirasi saya adalah kegiatan mereka yang sering memberikan nasehat kepada banyak pasangan suami-istri”, kenang Cythia. “Setelah makan malam, saya sering melihat tamu-tamu datang ke rumah dan berbicara dengan kedua orangtua saya sampai larut malam. Sepertinya kedua orangtua saya sedang melakukan coaching. Tanpa saya sadari, merekalah yang menginspirasi saya bahwa hidup harus berarti dengan membantu banyak orang lain. Mereka adalah coach pertama yang saya temui dalam hidup saya”, jelas Cynthia sambil tertawa lepas.
Sesungguhnya, saat itu Cynthia kecil telah melihat bagaimana kedua orangtuanya memilki sifat generosity, yang kelak sangat mempengaruhi hidupnya.

Secara khusus, ibunya menjadi role model untuk hal kasih sayang. Sesungguhnya ibunya, yang lulusan fakultas kedokteran, adalah sosok yang sangat kompeten, pintar, dan ambisius. Namun, demi anak ibunya melepaskan peluang karirnya dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya.
“Bahkan ketika kami tinggal di Amerika Serikat (AS), dia berkorban untuk mengasuh kami. Sementara ayah harus bekerja di Indonesia karena situasi ekonomi di AS pada saat itu sulit”, kenangnya. “Dan dia menginspirasi saya bahwa kasih sayang itu tanpa pamrih. Dia juga menginspirasi saya untuk menjadi wanita yang kuat, mandiri, dan mendukung suami dengan kekuatannya, bukan hanya dengan lemah lembut”, ujarnya menambahkan.

Dari sosok ayahnya, Cynthia belajar tentang kebijaksanaan. Dalam menjalankan perannya sebagai coach, ayahnya dikenal bijak di komunitasnya. Ayahnya bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain dan memberikan pencerahan pada saat orang lain merasa mentok.
“Selain itu, ayah saya pintar berbisnis dan investasi. Saya kagum akan kemampuannya membuat keputusan”, ujar Cynthia. “Dia juga bisa melihat talenta saya dan menyarankan saya masuk ke bidang penjualan”. Cynthia ingat sekali kata-kata ayahnya, “Kalau kamu bisa berjualan, kamu bisa sukses”. “Saya tidak pernah akan melupakan itu”, kenang Cynthia. “Dan, karena saya mengikuti sarannya, timbul kepercayaan diri saya di bisnis dan juga ketrampilan entrepreneurship”, lanjutnya lagi.  

Cynthia Wihardja, yang lahir pada bulan Juli 1974 memang menikmati hidup yang nyaman hasil kesuksesan kedua orangtuanya. Namun, tidak berarti dia bersikap manja sebagai anak orang kaya. Ketika kuliah, Cynthia belajar dengan sungguh-sungguh. Dia selalu mendapat bea siswa atas prestasi akademiknya. Dengan kata lain Cynthia kuliah dengan gratis.
“Pada saat saya hidup di luar negri, saya belajar mandiri. Belajar bersih-bersih rumah, belajar cuci piring, belajar setrika baju. Jadi orang harus bisa mandiri. Jangan justru menyusahkan orang lain”, katanya.

Setelah lulus dengan gelar bachelor di bidang Psychology dari University of California, Los Angeles (UCLA), Cynthia memulai karirnya sebagai HRD Officer. Hanya berlangsung enam bulan, Cynthia mengikuti saran ayahnya untuk bekerja di bidang penjualan. Dia bekerja sebagai tenaga penjualan kartu kredit. Setelah itu dia pindah ke perusahaan Ecolab, yang menjual sabun untuk pasar industri menjadi Service & Sales Technician. Cynthia menjadi seorang teknisi. Latar belakang sebagai anak orang kaya lulusan sebuah universitas terkenal di AS tidak membuatnya risih untuk bersusah payah bekerja mulai dari bawah dan di bidang yang “agak kotor”.

“Ya, saya menjadi seorang teknisi. Instalasi mesin, service dapur-dapur hotel, dan ikut bersih-bersih. Setelah itu, saya minta di promosikan ke bagian corporate sales agar bisa belajar cara membuat “deal” dan bernegosiasi penjualan yang lebih besar”, tuturnya. “Saya belajar gaul dengan manajemen asing, corporate office, dan mengasah professional skills saya. Setelah memenangkan Best Corporate Account Manager of the Year dari 138 negara, saya minta di promosikan ke Marketing supaya saya bisa belajar cara mengemas produk (offering) untuk dijual”, lanjutnya lagi. “Intinya saya ingin belajar tentang bisnis. Saya yakin tidak selamanya ingin jadi karyawan. Jadi, lebih baik saya gunakan peluang di perusahaan itu untuk belajar. Dan saya bekerja sepenuh hati, bukan demi perusahaan semata, tetapi demi perkembangan diri saya”, jelasnya. 

Kerja keras yang dilakukannya dengan motivasi tinggi membuahkan hasil yang manis. Cynthia ditunjuk sebagai Regional Marketing Manager – East Asia, jabatan yang diembannya selama periode Pebruari 2000 hingga Agustus 2003.

“Setelah itu, saya ingin tahu bagaimana mengelola keseluruhan aspek bisnis. Saya minta diberi peluang untuk memulihkan divisi yang tidak profitable di perusahaan tersebut. Saya melakukan itu dua kali di dua negara yang berbeda. Yang pertama, sebagai Division Manager Institutional (September 2003-Pebruari 2005) awalnya kacau, tapi akhirnya berhasil. Yang kedua, sebagai Division Manager Pest Elimination (Maret 2005-September 2006), saya lakukan dengan lebih baik”, kenangnya sambil tersenyum. 

Tergiur gaji yang besar, Cynthia menerima tawaran pindah ke perusahaan lain dengan industri yang berbeda. Cynthia mendapat jabatan sebagai National Sales Manager di Kelly Services Pte Ltd, yang hanya dijalaninya selama sekitar delapan bulan.
“Ternyata saya sudah tidak bisa bekerja hanya di posisi dengan wewenang yang terbatas. Saya sudah berpikir seperti seorang pengusaha, dan akhirnya pada bulan Mei 2007 saya keluar dengan keputusan untuk memulai bisnis sendiri”, jelasnya.

Saat itu Cynthia masih berpikir bisnis apa yang akan dia geluti. Kenangan masa kecil atas peran ayahnya sebagai seorang coach di dalam komunitas ayahnya terus terbayang.
“Namun, saat itu saya hanya memiliki mimpi kecil. Saya pikir saya seorang wanita, dan pada saat itu suami saya tidak mendukung saya bermimpi besar dan memiliki ambisi. Jadi demi menjadi istri yang baik, saya memutuskan untuk membatasi diri”, tuturnya. “Suatu ketika, kakak saya mengunakan jasa ActionCOACH di perusahaannya. Kakak saya menyarankan saya untuk mengenal ActionCOACH dan business coaching. Ternyata saya jatuh cinta”, jelasnya. “ActionCOACH menyadarkan saya bahwa saya punya potensi dan sayang jika tidak digunakan untuk membantu banyak orang”, lanjutnya. “Memang ada perubahan hidup yang cukup besar, tapi saya memilih untuk membangun hidup yang lebih berarti. Saya bersyukur sekarang berada di lingkungan yang lebih mendukung arti hidup saya dan panggilan menjadi seorang Coach dan pembicara”, tuturnya.

Itulah titik balik bagi hidup Cynthia dengan memutuskan menjadi seorang business coach.
“Setelah setahun menjadi Coach, saya bermimpi lebih besar lagi. Saya akan bisa berkontribusi lebih besar lagi jika bukan sekedar menjadi Coach, tetapi memiliki firma Business Coach dengan 10 Coach yang bisa membantu ratusan orang”, tutur Cynthia.
Untuk merealisasikan mimpi besarnya, Cynthia membeli franchise ActionCOACH untuk wilayah Jakarta Selatan. Cynthia membangun bisnisnya bersama ketiga partner-nya.
“Saat ini, sudah ada 5 orang coaches. Dan kami telah membantu menciptakan lebih dari 1.326 lapangan kerja melalui ekspansi bisnis klien-klien kami”, ujarnya dengan bangga. “Saya bangga selama ini bisa menjadi karyawan yang sangat dihargai perusahaan, dan sekarang sudah membangun usaha yang berkembang dan berarti untuk orang lain. Saya juga senang punya keinginan untuk tetap belajar dari orang-orang yang lebih sukses atau yang juga hidup susah, karena saya bisa mendapatkan banyak inspirasi dari sikap mereka”, tuturnya. 

Cynthia memang patut berbangga hati. Sifat generosity yang dominan telah membawa dia kepada kesuksesan. Sederet penghargaan telah diraihnya dalam kiprahnya sebagai pemilik bisnis maupun sebagai coach, antara lain; ActionMAN Award for Commitment to Education – Asia Pacific (2008), Forum Poster of the Year for Best Contribution to the ActionCOACH Learning Forum – Asia Pacific (2008) & Global (2009), AbundanceCOACH Award – Global (2010), NetworkingCOACH – Global (2011), International Women Entrepreneurial Challenge (2010), Indonesian Business Improvement Award (ActionCoach South Jakarta as the Best Business Education Company that contributes to the improvement of Indonesia) – Maret 2012.

Cynthia Wihardja adalah Sang Pemenang, yang mendaki kesuksesan dengan sifat generosity yang dominan. Cynthia telah menemukan passion-nya, yaitu membantu banyak orang. Cynthia telah menemukan misi hidupnya. Suksesnya dibangun dengan cara membantu para pemilik bisnis mencapai kesuksesan.
“Live your best life with a clear purpose”, ujarnya. “Tujuan hidup kita sudah ditentukan dan misi hidup kita adalah menggali tujuan dan potensi kita. Dengan talenta di bisnis dan coaching, saya berada di era dimana entrepreneurship sedang meningkat dan banyak pemilik bisnis yang galau, ingin lebih maju, dan sebagainya”, tuturnya. “Kebetulan? Hmmm... kayaknya tidak deh! Saya percaya tidak ada yang kebetulan. Hidup itu pilihan. Pilihlah untuk melihat peluang daripada tantangan; positif daripada negatif; kelimpahan daripada kekurangan. Bila Anda memilih untuk hidup seperti itu, jangan kaget kalau anda menjadi magnet peluang, magnet sukses, dan magnet kelimpahan”, ujarnya menutup penuturannya.

Salam Pemenang!

Catatan

  • Kisah di atas adalah satu dari tiga puluh kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi dengan para sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin.

  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.

  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar