Senin, 06 Agustus 2012

Senantiasa Mengucap Syukur: Sebuah Kisah Dari Kupang


Saya mengenal sosok Mulyono Subroto secara “tidak sengaja” melalui pertemanan di facebook, kemudian bertukar no ponsel dan PIN BB. Setelah itu kami cukup sering berkomunikasi karena memiliki beberapa kesamaan pandangan. Walaupun hingga hari ini kami belum pernah bertatap muka, saya dapat merasakan sosok Mulyono adalah seorang yang rendah hati dan selalu berpikir positif. Sikap selalu mengucap syukur atas segala hal yang terjadi dalam kehidupannya, terlepas apakah itu hal baik atau buruk, merupakan kekuatannya dalam mengarungi perjalanan Sang Pemenang. Saya sengaja memberi tanda kutip pada kata tidak sengaja, karena saya percaya tidak ada yang kebetulan atas sesuatu yang terjadi dalam hidup ini. Ada maksud Tuhan di balik setiap hal yang terjadi dalam hidup ini. Tulisan ini didasarkan atas hasil wawancara jarak jauh saya bersama dia.

Terlahir di sebuah desa kecil di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, 8 Juni 1973, Mulyono tumbuh dalam sebuah keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah pedagang yang membuka sebuah toko kecil, yang menjual barang kelontongan dan sembako. Dari ayahnya itulah Mulyono kecil sejak awal sudah dididik untuk siap menghadapi kehidupan yang keras. Anak ke- 5 dari 7 bersaudara itu selama tiga tahun, sejak kelas 1 hingga kelas 3 SMP (tahun 1986-1989) disuruh berjualan es balok dengan upah Rp 200,- per baloknya. Orang tuanya mendidik Mulyono agar tahu bagaimana rasanya bekerja untuk mendapatkan uang, dan juga mendidik kebiasaan menabung sejak dini. Saat itu Mulyono dapat menjual 20 sampai 30 balok es. “Jika ingin bertahan hidup harus terus berjuang tanpa henti”, demikian kata-kata ayahnya yang sangat membekas pada diri Mulyono.

Suatu ketika, saat duduk di bangku SMA, guru yang mengajar Kimia bertanya kepada Mulyono, “Apa cita-citamu, Mul?”. Spontan, Mulyono menjawab, “Jadi dokter, bu”. “Dengan nilai hasil ulanganmu yang selalu 3 atau 4, maka jika kamu jadi dokter pasti semua pasienmu malah bertambah parah sakitnya”, komentar ibu gurunya. Sejak kejadian itu, Mulyono belajar kimia dengan sungguh-sungguh. Dan hasilnya nilai Mulyono berubah tidak pernah kurang dari nilai 8 atau 9. Tidak hanya itu, Mulyono juga berubah sikap menjadi sungguh-sungguh dalam belajar dan berhasil menoreh prestasi sebagai juara 2 di kelas saat duduk di kelas 1 dan 2. Dari gurunya itu, Mulyono sadar bahwa di dunia ini orang gagal bukan karena tidak mampu atau bodoh. Kebanyakan penyebabnya adalah kemalasan, entah itu malas belajar, malas  bekerja, malas berubah, dan sederet kemalasan lainnya.

Kedua prinsip hidup yang didapat oleh ayah dan ibu gurunya menjadi bekal Mulyono dalam menyusuri rute Sang Pemenang. Selepas lulus SMA di tahun 1993, Mulyono bekerja sebagai salesman di sebuah perusahaan produk sanitary di Surabaya untuk menangani wilayah Jawa Timur. Kesungguhan hati dalam menekuni pekerjaannya yang ditunjukkan oleh Mulyono selama enam bulan pertama berbuah kinerja yang sangat baik, dan membuat ia dipercaya mendapat tambahan wilayah Bali dan Lombok. Tahun 1995, Mulyono kembali mendapat kepercayaan perluasan wilayah kerja meliputi Sulawesi, Maluku dan Kalimantan. Di penghujung tahun 2003, Mulyono memutuskan untuk memulai usaha sendiri. Bekerja sama dengan beberapa temannya, Mulyono membuka toko bahan bangunan dan interior di Bali. Hasilnya sungguh membesarkan hati. Usaha berkembang dengan cepat dan peningkatan penghasilan terasa nyata sekali. Namun, hal yang menggembirakan itu hanya berjalan setahun. Usahanya mulai menurun dan akhirnya kerjasama dengan teman-temannya dibubarkan. Setelah itu Mulyono sempat setahun bekerja lagi di sebuah perusahaan bahan bangunan di Bali, untuk kemudian membuka usaha lagi bersama seorang temannya. Tapi, lagi-lagi usahanya gagal.

Saat itu, 2 Maret 2007, Mulyono termenung di sebuah terminal di kota Denpasar. Dia berdoa, kemana dia harus pergi. Suara dalam hatinya menyuruh dia naik bus pergi ke tempat yang paling jauh. Dia menemukan sebuah bus dengan tujuan sebuah desa kecil bernama Sappe di kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Setelah itu dia menunggu kapal yang akan membawanya ke sebuah daerah yang sama sekali belum pernah dia kunjungi, yaitu Labuan Bajo, Flores Timur. Sesampainya disana dia bertemu dengan seseorang yang memiliki sebuah usaha martabak, dan dia menumpang di rumah orang itu selama lima hari. Mulyono belum pernah kenal dengan si penjual martabak sebelumnya. Namun entah kenapa si penjual martabak itu tergerak untuk menolongnya. Mulyono percaya tak ada yang kebetulan di dunia ini, semua itu ada dalam rencana Tuhan. Pada malam hari ke empat, Mulyono kembali berdoa. Dorongan hatinya mengatakan pergilah ke kota yang lebih besar, dan itu adalah sebuah kota yang bernama Ruteng. Di sana juga Mulyono tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan uangnya mulai menipis. Akhirnya dia teringat seorang temannya yang pernah tinggal di daerah Timor. Dan setelah Mulyono menghubungi temannya itu, Mulyono di suruh ke ibukota Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), yaitu Kupang. Selanjutnya, Mulyono bertemu dengan temannya dan menumpang menginap di tempat kos temannya itu. Uang di dompet Mulyono terus menipis hingga akhirnya tinggal tersisa Rp. 100.000,-.

Berbekal ijasah SMA dan beberapa sertifikat pendidikan non-formal, Mulyono mulai melamar di semua perusahaan di Kota Kupang, namun tidak satupun dari perusahaan-perusahaan di Kota Kupang yang menerimanya. Mulyono, terus berdoa. Doanya terjawab. Mulyono oleh temannya di kenalkan kepada salah satu pengusaha, dan akhirnya dia bekerja di sana. Selang satu tahun berlalu perusahaan itu juga sulit bertahan, dan akhirnya bubar. “Jika ingin bertahan hidup harus terus berjuang tanpa henti”, kata-kata ayahnya terus terngiang-ngiang. Mulyono kembali mencari kerja dan akhirnya mendapatkan pekerjaan menjadi sopir pribadi. Empat bulan dijalani Mulyono sebagai sopir pribadi. Namun, pada bulan kelima Mulyono harus kehilangan pekerjaannya karena fitnah rekan sekerja. Ia diberhentikan oleh majikannya.

Bersama James Gwee (kiri), 2010
Mulyono kembali tidak memiliki pekerjaan. Namun, dalam kondisi seburuk apapun Mulyono selalu mengucap syukur, berdoa dan terus berusaha. Dia kembali mencari lowongan kerja di koran dan hasilnya dia tidak menemukan lowongan juga. Saat dia membaca surat kabar harian terbitan kota Surabaya, dia melihat temannya sudah menjadi seorang pembicara yang sukses. Mulyono langsung menghubunginya dan meminta bantuan temannya. “Saya bisa menolong kamu, tetapi saya tidak akan memberi kamu uang. Kamu harus mengadakan seminar untuk mendapatkan uang”, demikian temannya berkata. Saat itu awal tahun 2009, Mulyono mengorganisasikan sebuah seminar di Kota Kupang yang pertama kali, dengan pembicaranya adalah temannya itu. Dia memulainya dengan berbekal uang hanya Rp 20.000,-. Dengan kemampuan pas-pasan di bidang disain grafis, Mulyono mendesain brosur seminar di tempat rental komputer. Master brosur itu kemudian difoto copy. Dengan menggunakan angkutan umum, Mulyono menemui beberapa pemilik perusahaan dan menawarkan sponsorship untuk acara seminar tersebut. "Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, ternyata banyak perusahaan yang mau mensponsori seminarnya", ceritanya. Itulah awal Mulyono mendapatkan uang, yang kemudian digunakan untuk menyelenggarakan seminar berikutnya.

Acara "Sang Motivator" live di TVRI NTT
Mulyono memulainya dengan penuh keyakinan dan kepercayaan bahwa dia bisa dan harus berjuang untuk bertahan hidup. Alhasil, di kota Kupang Mulyono merupakan penyelanggara seminar publik yang pertama. Dari satu penyelenggaraan seminar ke seminar lainnya, Mulyono mulai berkenalan dengan beberapa pembicara taraf internasional. Dan Tuhan melapangkan jalan baginya. Dari beberapa pembicara ternama, Mulyono didorong untuk membagikan pengalaman hidupnya kepada masyarakat luas sehingga banyak orang dapat mengambil manfaat dari kisah perjuangannya. Mulyono mulai menulis di salah satu koran lokal, Timur Express, di kolom lifestyle sampai saat ini dan juga mengisi acara di TVRI NTT setiap hari Senin pukul 19.00 sampai 20.00 dalam acara Sang Motivator. Selain menyelenggarakan seminar, Mulyono juga menawarkan jasa motivasi ke perusahaan-perusahaan. Dan beberapa perusahaan mulai memakainya untuk memberikan motivasi kepada para karyawannya.

Tahun 2010, Mulyono menemukan jodohnya. Seorang gadis asal Jakarta bernama Sherly Halim, yang lebih muda dua tahun dari Mulyono, seorang sarjana ekonomi. “Saya memilih Mulyono karena dia adalah orang yang gigih dalam berjuang menghidupi dirinya”, ujar Sherly ketika ditanyakan kepadanya apa yang membuat dia terpikat dengan Mulyono.
Beberapa bulan setelah menikah, istrinya hamil. Sayangnya, janin buah cinta mereka keguguran. Selang lima bulan kemudian, istrinya kembali hamil. Namun, istrinya kembali keguguran. Beberapa bulan kemudian, kembali istrinya hamil. Kali ini Tuhan mengijinkan buah cinta mereka lahir ke dunia pada tanggal 15 Mei 2012. Seorang putri, yang mereka beri nama Cheryl Medelaine Subroto.

Usaha yang digeluti Mulyono dia beri nama Progresif Kupang. Visinya adalah sebagai motivator perubahan, yang mendorong orang untuk mau melakukan perubahan menjadi lebih baik. Sesungguhnya, banyak orang tidak bisa hidup berkemenangan karena enggan melakukan perubahan. Dengan progresif Kupang, Mulyono memberikan motivasi kepada karyawan-karyawan perusahaan-perusahaan dan instansi di Kupang, juga menjadi penyelenggara seminar di Kupang bagi pembicara-pembicara luar kota Kupang. Beberapa pembicara terkenal sudah memanfaatkan jasa Mulyono, seperti James Gwee, contohnya.
Progresif Kupang saat ini masih terus berjuang. Sama halnya dengan Mulyono yang berjuang untuk memperbaiki kehidupannya, menata ulang kehidupannya. Hidup ini adalah kesempatan yang perlu diisi dengan semangat, ketekunan, ketulusan dan kesetian. Dan Mulyono tahu bahwa hidup tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih, hidup di jaman  modern ini yang menyuguhkan beragam risiko. Namun Mulyono sadar bahwa hidup ini adalah resiko yang harus dijalani, karena tanpa resiko kita tidak akan pernah maju. Dalam melakukan apa saja pasti ada resikonya. Entah resiko itu menguntungkan atau tidak menguntungkan. Namun, yang Mulyono yakini Tuhan tak pernah meninggalkan umatnya yang berserah kepada-NYA.

Bersama Wakil Gubernur NTT Ir Esthon Foenay (tengah) dan James Gwee (kanan), 2011
Kota Kupang adalah kota kecil. Dari sisi bisnis, potensi yang dapat digali dari kegiatan-kegiatan seminar motivasi tentulah tidak sebesar kota-kota besar lainnya. Namun, itulah pilihan Mulyono, berkarya dan berbagi mendorong perubahan-perubahan positif mental dan semangat masyarakat kota Kupang untuk bisa menikmati hidup yang berkemenangan. “Saya telah membuktkan, dari uang Rp. 20.000, saya bisa bertahan hidup hingga saat ini, maka saya percaya akan banyak orang-orang di Kupang akan menjadi lebih dari apa yang saya capai sebagai seorang pemenang”. Itulah keyakinan seorang Mulyono Soebroto. Kesempatan hari ini tidak akan pernah datang untuk yang kedua kalinya. Oleh sebab itu, lakukanlah sesuatu dengan kualitas terbaik hari ini sebab kualitas yang bisa kita lakukan hari ini belumlah tentu akan sama dengan kualitas esok hari”, ujar Mulyono menutup pembicaraan kami.

Selamat berjuang Mulyono.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   
         

3 komentar:

  1. Salam kenal pak, bagus sekali tulisannya :) Mantap sharingnya. Saya izin follow blognya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal pak Alex salam kenal pak...sahabat saya pak Suhartono yang menulisnya pak....senang bisa berkenalan dengan bpk....

      Hapus
  2. pak Mulyono Soebroto luar biasa

    BalasHapus