Sabtu, 12 Mei 2012

Satu Cerita Dalam Musibah Sukhoi Superjet 100


Foto: sukhoi.org
Dunia penerbangan saat ini kembali dirundung duka. Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan demo terbang jatuh menabrak tebing Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat pada hari Rabu, 9 Mei 2012. Pesawat produksi Rusia yang terbang dari Bandara Halim Perdanakusuma itu mengangkut sekitar 50 penumpang dan awak pesawat. Penerbangan yang rencananya menuju Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga para korban. Saya sendiri dapat merasakan bagaimana kesedihan para keluarga korban yang tiba-tiba harus kehilangan orang yang dicintainya. Dan melalui blog ini saya mengucapkan rasa bela sungkawa kepada keluarga para korban yang mungkin kebetulan membaca artikel ini. Semoga Allah memberi kekuatan kepada keluarga yang ditinggalkan para korban.

Selain rasa simpati, saya juga kagum atas respon yang ditunjukkan oleh salah satu keluarga korban. Dia adalah Michael Arcy, putra salah satu penumpang yang bernama Rossy Witham yang turut tewas dalam kecelakaan udara itu. Rossy Witham adalah pramugari Sky Air, satu dari sekitar empat puluhan undangan untuk ikut dalam penerbangan demo itu. Michael Arcy, yang baru berusia 19 tahun,  harus merelakan kepergian ibunya yang meninggalkan dia dan adiknya, Kevin yang baru berusia 14 tahun. Tetapi, respon dia sungguh membuat saya kagum. Michael sadar bahwa kepergian ibunya adalah suatu fakta yang tidak bisa dia ubah. Dia sadar larut dalam kesedihan dan penyesalan tidak akan mengubah keadaan itu. Sikap yang ditunjukkan Michael yang mampu dengan tabah dan ikhlas menerima keadaan dan mengambil tanggung jawab sebagai pengganti ibunya membesarkan adiknya, dalam usianya yang masih sangat muda, sungguh mengagumkan. Itulah sikap Sang Pemenang yang dimilikinya. Michael adalah calon pilot. Kecelakaan yang menimpa ibunya tidak menyurutkan niatnya untuk berkarir sebagai pilot yang beresiko tinggi dan menuntut disiplin dan tanggung jawab besar. "Show must go on", katanya seperti ditulis Kompas, 11 Mei 2012. Saya percaya ketegaran yang ditunjukkan Michael adalah pengaruh ibunya, yang menjadi orangtua tunggal (single parent) saat berusia 31 tahun, yang harus membesarkan dia dan adiknya yang saat itu baru berusia 7 dan 2 tahun.

Saat saya menulis artikel ini, seorang kawan mengirim sebuah cerita melalui BlackBerry Messenger. Mungkin sebagian dari Anda juga mendapat kiriman cerita itu. Namun, akan saya tuliskan cerita itu disini. Ada seorang wanita yang merasa sangat kehilangan saat ditinggal mati suami yang sangat dicintainya. Demikian besar rasa cintanya, sehingga ia memutuskan untuk mengawetkan jasad suaminya, dan meletakkannya di dalam kamarnya. Setiap hari, wanita itu menangisi suaminya yang telah menemaninya bertahun-tahun. Wanita itu merasa dengan kematian suaminya, tidak ada lagi makna atas hidup yang dijalaninya. Cerita tentang wanita itu terdengar oleh seorang bijak. Didatanginya wanita itu, dan orang bijak itu mengatakan dapat menghidupkan kembali suaminya, dengan suatu syarat. Orang bijak itu meminta disediakan beberapa bumbu dapur yang hampir setiap rumah memilikinya. Syaratnya, bumbu-bumbu dapur tersebut harus diminta dari rumah yang anggota keluarganya belum ada yang meninggal. Mendengar hal itu, muncul semangat dalam diri wanita itu. Wanita itu berkeliling ke seluruh tetangganya dan berbagai penjuru tempat. Setiap rumah memiliki bumbu dapur yang diminta orang bijak itu. Tetapi, setiap rumah mengaku pernah mengalami musibah ditinggal mati oleh anggota keluarganya. Entah itu orangtua, suami, istri, nenek, kakek, adik, kakak, bahkan ada yang anaknya sudah meninggal. Waktu terus berlalu, dan tidak ada satupun rumah yang didatangi wanita itu bisa memenuhi syarat yang diminta orang bijak tersebut. Hal itu membuat si wanita sadar, bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami ditinggal mati oleh orang yang disayangi. Akhirnya, dia kembali mendatangi orang bijak itu dan menyatakan pasrah atas kematian suaminya. Kemudian wanita itu menguburkan jasad suaminya, dan melanjutkan hidupnya yang sempat terpuruk.    

Beberapa waktu yang lalu, di suatu siang, seorang direktur salah satu BUMN dipanggil ke Kementrian BUMN. Direktur itu sama sekali tak memiliki prasangka. Dia berpikir itu adalah panggilan rapat seperti biasanya. Ternyata, setibanya di sana dia baru tahu bahwa kedatangannya adalah untuk melakukan acara serah terima jabatan dengan penggantinya, saat itu juga. Malam itu mantan direktur itu kembali ke kantornya untuk mengemas barang-barang pribadinya. Dan esok harinya dia sudah tidak muncul lagi di kantornya, karena penggantinya sudah langsung bertugas hari itu juga.

Dalam kehidupan kita pasti pernah mengalami situasi seperti yang dialami oleh Michael Arcy, dan keluarga para korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 itu, dalam berbagai macam bentuk. Apakah itu kehilangan anggota keluarga, kehilangan jabatan dan karir, kehilangan harta benda, dan lain-lain. Jika Anda saat ini sedang menghadapi situasi yang sangat sulit dan terasa begitu menghempas hidup Anda ke titik paling nadir, segeralah bangkit. Dimulai dari sikap pasrah dan ikhlas menerima situasi yang tidak bisa kita ubah itu. Dunia Anda belum kiamat. Jadi, lanjutkan hidup Anda. Ambil tanggung jawab, dan bertindak saat ini juga. Perasaan sedih, kecewa, marah adalah hal yang wajar dan manusiawi. Tetapi, meratapi dan tenggelam dalam kekecewaan, kesedihan, kemarahan tidak akan membawa kita kemana-mana. Sikap seperti itu justru akan semakin menenggelamkan kita ke dalam keterpurukan yang lebih dalam. Sesungguhnya kualitas Sang Pemenang diuji ketika menghadapi situasi yang sulit, dan keberhasilan mengatasinya.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

1 komentar: