Sabtu, 26 Mei 2012

Everything Is Possible: Kisah Irene Kharisma Sukandar


Mantan atasan saya dulu mengatakan, “Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari sebuah pertandingan sepak bola”. Menurut saya, tidak hanya dunia sepakbola. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari setiap pertandingan olahraga. Dalam kurun waktu dua minggu terakhir ini ada dua berita yang mencetak sejarah dalam dunia olahraga di Indonesia. Pertama, diukir oleh pecatur wanita terbaik yang dimiliki Indonesia, yaitu Women Grand Master (WGM) Irene Kharisma Sukandar. Minggu, 13 Mei 2012, di Ho Chi Minh City, Vietnam, Irene, yang berusia 20 tahun, mengukir sejarah sebagai pecatur wanita pertama Indonesia yang meraih juara di Asian Continental Chess Championship kategori women standard chess, sejak kejuaraan itu menjadi event kualifikasi Kejuaraan Dunia Catur Wanita (Kompas, Senin, 14 Mei 2012). Kemenangan Irene merupakan tiket ke Kejuaraan Dunia Catur Wanita 2015. Artinya, Irene merupakan pecatur putri Indonesia pertama yang tampil dalam Kejuaraan Dunia Catur. Sejarah kedua, dibuat oleh Tim Thomas Indonesia, yang kalah 2-3 dari Tim Thomas Jepang pada pertandingan hari Rabu, 23 Mei 2012 di Wuhan Sports Center Gymnasium, China (Kompas, 24 Mei 2012). Kekalahan itu menghentikan langkah Tim Thomas Indonesia di perempat final. Dalam dunia olahraga bulu tangkis Indonesia, itu merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia. Selama ini, Tim Thomas Indonesia selalu bisa mencapai semi final atau final. Dan hal itu juga merupakan yang pertama kalinya Tim Thomas Indonesia kalah dari Jepang.

Situasi yang dialami Irene dan Tim Thomas Indonesia saat pertandingan mirip, hanya berbeda posisi. Sejak awal, Irene, yang memiliki elo rating 2.288, sama sekali tidak diperhitungkan dalam kejuaraan tingkat Asia itu. Irene cuma unggulan ke-19 dari 41 pecatur wanita yang berlaga dalam kejuaraan itu. Unggulan pertama adalah Zhao Xue yang bergelar Grand Master pria dengan rating 2.549. Irene adalah underdog dalam kejuaraan tersebut. Sementara itu, dalam pertandingan perebutan Piala Thomas tim Indonesia memiliki kelas pemain di atas tim Jepang. Dan tim Jepang belum pernah memenangi tim Indonesia. Dalam situasi itu, yang underdog adalah tim Jepang. Dalam suatu pertandingan dengan situasi seperti itu, kedua pihak sebenarnya sama-sama memiliki keuntungan. Pihak yang underdog akan berlaga dengan lebih rileks, karena tidak terbeban harus memenangi pertandingan itu. Pihak underdog akan fokus pada permainan /pertandingan. Bagi pihak underdog seandainya sampai kalahpun, semua orang akan maklum karena memang lawan lebih berpengalaman dan lebih senior. Pemain yang fokus dan berkonsentrasi penuh pada pertandingan biasanya akan memetik keuntungan pada akhirnya. Sementara, pihak yang lebih diunggulkan tentunya memiliki keuntungan dalam hal pengalaman. Tetapi, mendapat beban mental yang tidak ringan untuk menang, terlebih jika hasil pertandingannya menentukan hasil keseluruhan tim seperti pertandingan perebutan Piala Thomas dan Uber. Rasa malu jika kalah membuat pihak yang diunggulkan merasa harus menang, sehingga dia bukannya fokus pada pertandingan melainkan pikirannya hanya dipenuhi oleh keharusan untuk menang, menang, dan menang. Dalam kondisi seperti itu biasanya justru dia menjadi lengah. Kelengahan itulah yang akan menggerus keunggulan teknis dan pengalaman. Jadi, sebenarnya hitungannya tetap seimbang, sehingga yang menentukan hasil akhir adalah mental. Itulah pelajaran pertama. Mental menjadi faktor kunci. Sudahkah kita memiliki mental Sang Pemenang?

Foto: indonesiaproud.wordpress.com
Irene, memiliki ketangguhan mental yang luar biasa. Perjalanan 9 babak pertandingan dilakoninya dengan kekuatan mental juara. Di babak pertama, dia bertemu dengan lawan yang secara kualitas masih di bawahnya, yaitu pecatur tuan rumah Pham Ti Thu Hoai yang memiliki rating 1.956. Babak kedua, Irene mengalahkan Wang Jue, pecatur China dengan rating 2.364. Berikutnya, dia bertemu dengan WGM Tan Zhongyi, dari China, dan menang. Sejak itu Irene memimpin klasemen. Di babak keempat, Irene menang atas WGM Batchimeg Tucshintugs, asal Mongolia yang memiliki rating 2.363. Babak kelima, Irene bertemu dengan ungggulan pertama, Zhao Xue, dari China. Irene berhasil menahan remis Zhao. Berikutnya, Irene mengalahkan International Master (IM) pria Munguntuul Bathkuyag (2.451) dari Mongolia. Babak ketujuh, Irene bermain remis dengan Ding Yixin dari China, dan masih bertengger di puncak klasemen. Di babak berikutnya, Irene bertemu dengan runner-up klasemen, pecatur India Marry Ann Gomes. Irene kalah! Pemimpin klasemen sementara beralih dari Irene, yang memiliki poin 6, ke Marry Ann Gomes, yang setelah mengalahkan Irene mengumpulkan poin 6,5. Situasi menjadi sangat menegangkan, karena untuk memenangkan kejuaraan Irene harus menang atau remis pada babak terakhir dan Marry Ann Gomes harus kalah. Jika Marry Ann Gomes pada babak terakhir bermain remis, maka sekalipun Irene memenangkan babak terakhir, predikat juara tetap menjadi milik Mary Ann Gomes. Di babak penentuan itu, Irene harus mengalahkan International Master pria Eesha Karavade, yang memiliki rating 2.353. Dan Irene menang. Tetapi, pertandingan antara Marry Ann Gomes dengan Tan Zhongyi belum selesai. Seandainya saja Marry Ann Gomes bermain remis, maka walaupun memiliki poin yang sama dengan Irene yang lebih dahulu mengumpulkan 7 poin, tetapi gelar juara menjadi milik Marry Ann Gomes. Namun, Marry Ann Gomes kalah, sehingga Irene keluar menjadi juara. Perjalanan pertandingan dari satu babak ke babak selanjutnya membuktikan ketangguhan mental Irene. Banyak pihak meragukan kemampuannya memenangi kejuaraan tersebut, terutama pada akhir babak kedelapan ketika Irene dikalahkan Marry Ann Gomes, dan pimpinan klasemen sementara beralih ke Marry Ann Gomes. Banyak pengamat menyatakan peluang Irene sangat tipis. Tetapi Irene tetap tidak terpengaruh. Dia tetap bermain dengan rileks, dan mengalahkan International Master pria Eesha Karavade yang kualifikasinya dan ratingnya di atas dia. Selain ketangguhan mental, Irene tetap bersemangat sejak awal pertandingan. Semangat yang sama yang ditunjukkan tim Thomas Jepang, asuhan Park Jo-bong. Antusiasme yang tinggi untuk menjuarai kejuaraan atau memenangi pertandingan. Ketangguhan mental dan antusiasme yang tinggi merupakan kekuatan dahsyat dalam setiap pertandingan, baik pertandingan olahraga maupun pertandingan dalam kehidupan. Pelajaran kedua adalah, antusiasme yang tinggi merupakan salah satu faktor kunci dalam suatu pencapaian.

Menjuarai Asian Continental Chess Championship ke-11 di Ho Chi Minh City, Vietnam, 2012 lalu merupakan exposure pertama bagi Irene di tingkat Asia. Pencapaian itu bukanlah tujuan akhir bagi dia. Pencapaian itu merupakan batu loncatan bagi langkahnya berkiprah di kancah dunia. Dan tiket itu sudah dia dapatkan untuk berlaga di Kejuaraan Dunia Catur Wanita 2015. Dan Irene sadar bahwa dia harus benar-benar mempersiapkan diri agar dapat kembali mencetak prestasi di tingkat dunia. Itulah Sang Pemenang, yang melihat suatu pencapaian bukan sebagai tujuan akhir, tetapi justru batu loncatan untuk pencapaian yang lebih tinggi, dan tentu saja Sang Pemenang akan mempersiapkannya untuk itu. Pelajaran ketiga, Sang pemenang selalu mempersiapkan masa depannya. Kesuksesan saat ini merupakan batu loncatan bagi kesuksesan yang lebih besar. Dan jangan lupa, berdoa agar Tuhan mempermudah jalan yang harus kita lalui dan bersyukur atas segala hal yang DIA ijinkan terjadi dalam kehidupan kita, apapun itu.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar