Senin, 05 Maret 2012

Ada Harga Yang Harus Dibayar Untuk Sebuah Kesuksesan


“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % kerja keras.”
-Thomas Alfa Edison-

Minggu lalu saya membaca sebuah berita dimana banyak masyarakat uangnya terkatung-katung tanpa kejelasan akibat membeli atau berpartisipasi dalam program investasi yang ditawarkan sebuah koperasi di Tangerang, Banten. Uang yang diinvestasikan berkisar antara Rp 385.000 hinga Rp 14 juta dengan janji imbal hasil sekitar Rp 75.000 hingga Rp 1,7 juta per bulan selama 33 bulan, dengan kata lain sama dengan lebih dari 100% per tahun (Kontan, 27 Pebruari 2012). Suatu penawaran yang sangat menggiurkan. Penawaran semacam itu sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, sudah banyak penawaran serupa dengan berbagai bentuk, dan semuanya juga berujung pada ketidakpastian pengembalian uang peserta. Saya tercenung, membayangkan situasi yang dialami oleh ribuan peserta / investor koperasi tersebut. Resiko kehilangan yang mereka hadapi itu didorong oleh keinginan mendapatkan hasil yang besar dalam jangka waktu singkat. Budaya serba instan yang saat ini begitu kuat mempengaruhi banyak masyarakat kita dewasa ini. Ingin segalanya tercapai dalam sekejab.

Dari apa yang selama ini saya amati, apa yang saya baca, apa yang diceritakan oleh mereka yang sukses, dan apa yang saya alami sendiri, semua kesuksesan tidak didapat dalam waktu singkat. Seandainya ada maka biasanya kesuksesan itu tidak akan langgeng. Semua orang sukses (di berbagai bidang) tetap bekerja keras, bahkan sangat keras. Setiap hari mereka bangun dengan semangat yang menggelora. Sepanjang hari mereka berpikir dan bekerja, kadang hingga larut malam. Ada proses yang harus mereka lalui sebelum mencapai kesuksesannya. Kesulitan demi kesulitan, hambatan demi hambatan, gangguan demi gangguan, tantangan demi tantangan, ancaman demi ancaman datang, dan mereka hadapi itu satu demi satu dengan respon yang tepat.

Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar dan pendiri perusahaan General Electric, adalah contoh klasik pekerja keras. Pada Usia 12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf. Proses dia menemukan lampu pijar penuh dengan cucuran keringat. Dia harus melakukan ribuan kali percobaan hingga akhirnya baru berhasil menemukan lampu pijar.

Kerja keras mengalahkan bakat dan pengalaman. Saya teringat ketika mewancarai pak Budi (lihat artikel saya Cintailah Apa Yang Anda Kerjakan), pendiri sekaligus pemilik grup perusahaan yang berawal dari sebuah perusahaan distribusi alat tulis dan kantor. Dia bercerita bagaimana di awal-awal bisnisnya dia ditawarkan oleh sebuah perusahaan mesin fotocopy dari Jepang menjadi distributor tunggal di Indonesia. Tentu dia menerima tawaran itu dengan senang hati, dan tanpa berpikir panjang dia menyanggupi jumlah unit yang harus dia jual selama setahun. Pak Budi bercerita, bahwa sepanjang perjalanan Tokyo-Jakarta, dia terus berpikir keras bagaimana dia dapat memenuhi target yang ditetapkan prinsipal, sementara dia belum punya pengalaman sama sekali dalam menjual mesin fotocopy. Sampai dengan waktu itu, pak Budi baru berkecimpung di distribusi produk alat tulis dan kantor. “Tapi, saya sudah telanjur komit dengan prinsipal. Jadi bagaimanapun saya harus berusaha memenuhi komitmen itu”, katanya. Dan pak Budi bekerja keras, sangat keras. Foto-foto jaman dahulu menceritakan bagaimana pak Budi turun tangan sendiri dalam pameran-pameran mesin perkantoran. Akhirnya dia berhasil memenuhi target yang telah dia sanggupi. Demikian pula tahun-tahun selanjutnya. Kerja kerasnya berbuah manis. Berturut-turut dua merek lain mesin fotocopy, yang keduanya juga dari Jepang, ditawarkan kepada pak Budi sebagai distribusi tunggal mereka. Hingga saat ini ketiga merek berbeda mesin fotocopy buatan Jepang itu dipasarkan oleh ketiga perusahaan pak Budi.

Dulu semasa SMA, saya punya dua orang teman satu kost yang keduanya kuliah di Fakultas Kedokteran, sebut saja Andy dan Brian. Brian tampak lebih cerdas dan berbakat daripada Andy, tetapi saya memperhatikan bahwa Andy lebih tekun belajar, sementara Brian lebih santai. Andy belajar dengan keras. Dan dapat diduga, di akhir tahun Andy naik ke tingkat berikutnya sementara Brian harus menelan pil pahit karena tidak naik tingkat.

Cerita-cerita di atas adalah cerita mereka yang meraih kesuksesan karena kerja keras. Mereka sama sekali tidak merasa tertekan untuk bekerja keras, sebaliknya mereka menikmati kerja keras itu. Mereka menyadari bahwa ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan. Dan mereka membayarnya dengan sukacita, karena mereka tahu bayarannya setimpal dengan kesuksesan yang diraihnya. Itulah proses yang sesungguhnya harus dilalui oleh Sang Pemenang. Last but not least, usaha dan kerja keras masih perlu dilengkapi dengan doa. Berdoa agar kita diberikan kekuatan, ketahanan, dan kesehatan yang diperlukan dalam menjalani rute Sang Pemenang.



Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

2 komentar:

  1. Luar biasa pak...berkaryalah untuk sesama terus menerus agar kita semua mencatat sejarah sebuah kehidupan mendatang...Gbu pak

    BalasHapus
  2. Terima kasih pak Mulyono.....
    Amin. Dukung terus dlm doa ya pak.....
    JLU.

    BalasHapus