Senin, 19 Maret 2012

Kita Adalah Lingkungan Kita



Kata-kata bijak mengatakan bahwa jika kita ingin mengenal seseorang lebih jauh kenalilah lingkungannya, kenalilah kelompoknya, teman-teman bermainnya. Saya pikir ada benarnya juga. Sebagian penjahat merupakan penjahat kambuhan. Demikian juga halnya dengan pecandu narkoba. Anda masih ingat sebuah cerita seorang anak manusia yang sejak bayi dirawat oleh sekumpulan serigala? Dalam cerita itu, ketika anak manusia tersebut beranjak dewasa dia bersikap layaknya seekor serigala.

Namun, kabar baiknya adalah bahwa cerita itu juga menegaskan bahwa manusia adalah manusia, bukan hewan. Akal budi menjadi pembeda yang nyata. Manusia memiliki kehendak bebas. Bebas menentukan dirinya. Lingkungan yang ada saat ini bukanlah vonis mati. Selalu ada kesempatan untuk keluar dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan kita. Dan itu dimulai dari suatu keputusan. Keputusan dari diri kita sendiri. Jamar Rogers adalah seorang pemuda tim asuhan Cee Lo Green, salah satu juri dan pelatih dalam ajang kompetisi The Voice Season 2 yang saat ini sedang berlangsung. Dia adalah mantan pecandu narkoba dan positif terinfeksi HIV. Namun, enam tahun yang lalu Jamar Rogers mengambil keputusan untuk keluar dari kecanduannya, dan saat ini dia sudah bersih, dan menapak kehidupan yang lebih baik. 

Jamar Rogers adalah salah satu contoh mereka yang mengambil keputusan untuk keluar dari lingkungannya yang tidak mendukung kesuksesannya. Sementara, ada banyak lainnya yang hingga kini belum berhasil, tepatnya belum mau, keluar dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan mereka. Mengapa bisa demikian? Karena mereka merasakan kenyamanan (walaupun semu) dalam lingkungan tersebut. Mereka belum mau keluar dari comfort zone-nya. Harus diakui, memasuki dan menapaki hidup dalam lingkungan yang baru bukanlah perkara mudah. Tantangan datang dari kedua pihak. Pertama adalah dari komunitas lingkungan lama yang akan mencibir kita yang dianggap aneh dan sok. Kedua, lingkungan baru yang belum yakin apakah kita sungguh-sungguh akan berubah. Prosesnya, pada awalnya, akan terasa menyakitkan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Tetapi, percayalah harga tersebut sepadan dengan hasil akhirnya.

Terkadang ketakutan menjadi penghalang bagi tekad kita keluar dari comfort-zone. Saya teringat dengan situasi saya sepuluh tahun yang lalu. Saat itu saya sudah sekitar sepuluh tahun lulus S-1, dan sudah mencapai posisi senior manager. Saat saya lulus S-1, ada cita-cita saya untuk bisa mengambil kuliah S-2. Namun, cita-cita itu mulai memupus dengan membayangkan betapa sulitnya kuliah S-2 sambil bekerja meniti karir dan berkeluarga, belum lagi kalau mengingat masalah biaya yang harus disiapkan. Itulah comfort-zone saya saat itu. Namun, sepuluh tahun yang lalu, pada suatu kesempatan bincang-bincang, kolega saya di tempat kerja baru bercerita bahwa dia sedang studi S-2 dan dalam proses akhir mengerjakan tesis. Saat itu, saya berpikir koq dia bisa ya? Padahal kondisi dia sama dengan saya, dia juga bekerja (satu kantor dengan saya dan pada posisi jabatan yang sama tapi berlainan divisi), dan juga sudah berkeluarga. Kalau dia bisa kenapa saya tidak bisa? Tanpa berpikir lebih lama lagi, saya mendaftar kuliah S-2. Dan puji syukur kepada Tuhan yang melapangkan jalan yang saya ambil. Saya mengambil fasilitas bea siswa 50% dari kantor dengan ikatan dinas. Saya menyelesaikan studi S-2 dengan hasil yang sangat memuaskan, dengan IPK mencapai 3.94 dari skala 1-4. Dan itu saya capai di sela-sela kesibukan kerja dan waktu ekstra yang harus saya berikan kepada putra kembar saya, yang saat itu sudah berusia tiga tahun tetapi belum bisa bicara sama sekali.

Jadi, jika Anda ingin memiliki pola pikir positif, bergaullah dengan orang-orang yang berpikir positif. Jika Anda ingin sukses, bergaul dan belajarlah dari orang-orang yang sukses. Dengan bergaul dengan orang-orang sukses kita dapat belajar pola pikir mereka, cara pandang mereka dan kebijaksanaan (wisdom) dari mereka. Salah satu wisdom yang saya dapat dari perbincangan dengan seorang pengusaha muda baru-baru ini adalah, tetapkan target pencapaian Anda setinggi mungkin, misalnya tetapkan target pada angka 100. Dengan attitude yang benar tentu Anda akan berusaha mengejar angka 100. Jika pada akhir proses usaha Anda ternyata hanya berhasil mencapai angka 75, itu tetap lebih baik daripada Anda hanya menetapkan target pencapaian pada angka 50, yang jika berhasil tetap lebih kecil daripada angka 75.

Sebagai penutup, tulisan ini tidak dimaksudkan agar Anda hidup eksklusif dengan hanya bergaul dengan orang-orang tertentu dan mengabaikan mereka, teman-teman Anda, sahabat Anda yang saat ini masih terpuruk atau hidup dalam lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan mereka. Kita bergaul dengan semuanya, tetapi membatasi diri untuk tidak larut dalam lingkungan mereka, lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan. Justru tugas kitalah untuk menebar virus perubahan positif dan mengajak mereka keluar dari comfort zone mereka, seperti yang dilakukan oleh sahabat saya. Sahabat saya sejak beberapa tahun yang lalu memutuskan untuk mulai berwirausaha. Dalam kesempatan bincang-bincang santai dengan dia beberapa waktu yang lalu dia bercerita bahwa beberapa orang tetangganya sudah tertular virus wirausaha yang dia tebarkan dalam setiap kesempatan kumpul-kumpul bersama tetangganya. Jadi, sekali lagi pilihkan lingkungan yang tepat, lingkungan yang mendukung kesuksesan Anda, karena kita adalah lingkungan kita.

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar