Rabu, 12 September 2012

Elia Paul Ang: Riding The Waves


Paulus dan Amy (paling kanan), Pdt. Junry Alow (paling kiri)
Sudah lama saya mengenal secara dekat dengan suami istri Elia Paul Ang dan Amy Chandra. Kebetulan kami bertetangga. Tetapi baru kali ini mereka berdua berkenan membagi cerita perjalanan hidup mereka, khususnya kisah Elia Paul Ang, atau biasa dipanggil Paulus. Kisah Paulus adalah kisah perjalanan anak manusia yang harus meniti perjalanan kehidupan yang pahit sejak masih kanak-kanak. Perjalanan Paulus bagaikan menaiki gelombang samudra. Namun, Paulus terus bertahan dan mengatasi kesulitan dan kesengsaraan yang dialaminya dengan satu keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan umatnya yang setia dan terus berusaha terkapar tidak berdaya, dan Tuhan akan menolong umatnya tepat pada waktunya.

Lahir pada 21 April 1968 di Pasuruan, Paulus sebenarnya berasal dari keluarga mapan. Kakek dari ayahnya adalah orang berada di Lumajang. Pada saat peralihan pemerintahan penjajah Belanda ke penjajah Jepang, rumah mereka di pusat kota Lumajang diambil alih tentara pendudukan Jepang untuk dijadikan markas tentara pendudukan Jepang. Keluarga kakeknya kemudian pindah ke Pasuruan, dan memiliki beberapa usaha, antara lain; pabrik selep beras, pabrik sepatu kulit dan pompa bensin. Ibunya, berasal dari Probolinggo, juga berasal dari keluarga kaya. Keluarga dari ibunya memiliki pabrik beras juga. Pada saat panen beras, baik di pabrik keluarga ibunya maupun ayahnya, antrean panjang gerobak sapi yang mengirim dan mengambil beras untuk di-selep adalah pemandangan yang lumrah. Saat itu pernikahan ayah dan ibunya dimaksudkan agar terjadi sinergi dalam memadukan kekayaan keluarga ayah dan ibunya. Namun, intrik dalam keluarga ayah dan ibunya menghasilkan kondisi yang tragis. Ayahnya, sebagai anak lelaki satu-satunya dari lima bersaudara yang seharusnya menjadi ahli waris usaha keluarga, justru dihalang-halangi masuk bekerja di perusahaan keluarga sendiri. “Papa hidup dalam kekurangan dan kemiskinan, ujar Paulus. Demikian pula, ibunya tidak memiliki hak atas harta orangtuanya. Harta keluarga dikuasai oleh keluarga yang lain. Sungguh ironis. Keluarga ayah dan ibunya hidup berkelimpahan, sementara ayah dan ibunya tersingkir dan harus hidup dalam kemiskinan.

Paulus masih bisa mengingat saat-saat mereka masih menjadi satu keluarga yang utuh. “Papa dan mama saya miskin sekali. Sejak TK saya sudah dilepas ke sekolah sendirian. Saya harus berjalan beberapa kilometer melewati pesawahan untuk mencapai sekolah TK Stella Maris, Surabaya, ujar Paulus. “Namun, saya tidak lama sekolah di sana. Hanya kira-kira tiga bulan saja, karena ada anak orang kaya yang sangat membenci saya, dan melakukan kekerasan fisik kepada saya. Guru tidak dapat mengatasinya, dan akibatnya saya yang dikeluarkan dari sekolah oleh Mama, kenangnya. Jadi, saya hanya mengecap TK selama 3 bulan saja. Akibatnya, saat memasuki kelas 1 SD saya belum bisa membaca, lanjutnya. Kerasnya penolakan dari teman-teman pada masa kecilnya membuat Paulus tumbuh menjadi anak yang minder dan memiliki sedikit teman. “Saya lebih senang menyendiri dan memecahkan semua masalah saya sendiri. Tetapi, dengan cara itu, saya justru terlihat lebih cepat dewasa di dalam pemikiran, walau saya masih anak anak, katanya. Ibunya mendidik Paulus dengan disiplin tinggi. Kehidupan miskin yang dialami kedua orangtuanya berujung pada keputusan tragis. “Akhirnya, Papa dan Mama bercerai. Keluarga mereka juga yang akhirnya membuat Papa dan Mama bercerai, ujar Paulus. Itulah kenyataan pahit yang harus ditelannya saat Paulus masih berusia sekitar 7 tahun.

Awalnya Paulus dan kakak perempuannya tinggal bersama ibunya. “Sempat beberapa bulan saya ikut Mama, ujar Paulus. “Saat itu, saya sangat merindukan Papa, lanjutnya. Beberapa bulan kemudian, saya diserahkan ke Papa. Mama menganggap saya adalah anak bodoh yang tidak punya masa depan. Saat itu saya menangis, kenapa keluarga kami hancur? Dan saya juga harus berpisah dengan kakak saya”, ujar Paulus.

Selanjutnya Paulus mengikuti kepindahan ayahnya ke Malang. Akibat perceraian kedua orangtuanya dan terlambatnya kemampuan membacanya membuat Paulus harus mengulang di kelas 2 SD. “Prestasi sekolah saya saat itu buruk sekali. Saya dan Papa saat itu menumpang di rumah Tante (kakak tertua Papa). Saya hampir tidak pernah belajar kecuali saat ada ulangan dan ulangan umum, ujarnya. Papa tidak pernah memukul saya, bahkan tidak pernah menegor saya atau menyuruh saya belajar. Saya benar-benar bebas, tidak ada aturan apapun. Prestasi sekolah saya biasa-biasa saja. Tidak ada yang dapat dibanggakan dengan pendidikan SD saya pada awalnya, lanjutnya. Suatu ketika, saya kedatangan saudara dari Surabaya yang menginap di rumah. Dalam perjalanan makan malam saya ditanya tentang prestasi di sekolah. Saya berbohong kalau nilai saya bagus. Setelah makan malam, mereka mengkonfirmasi prestasi saya ke Papa. Papa mengatakan hal yang sebenarnya apa adanya. Saya menjadi malu sekali karena ketahuan berbohong, dan mengunci diri di kamar, kenangnya. “Tetapi, sejak saat itu saya belajar dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya saya berhasil masuk 5 besar, dan terus membaik di posisi 3 besar. Guru-guru di sekolah terheran heran dengan perubahan prestasi saya. Prestasi tersebut dimulai dari kelas 4 SD hingga kelas 3 SMP. Saya benar benar berlomba dalam prestasi, ujar Paulus.

Paulus sangat membenci kemiskinan. “Saya tahu persis apa arti kemiskinan. Kita tidak dianggap selayaknya manusia, ujarnya. Saat saya kecil, saya pernah terkena penyakit TBC, dan tidak diobati karena tidak adanya biaya, lanjutnya. “Berbulan-bulan, bahkan lebih dari setahun saya batuk-batuk, sembuh sebentar, dan kambuh lagi. Saya terkena radang yang sangat parah, sampai lendir berwarna hijau, tetapi tidak sebutirpun obat saya minum. Saya masih menjalankan aktivitas seperti orang yang tidak sakit, ke sekolah dan bermain di jalanan, ujarnya. Kebenciannya terhadap kemiskinan melahirkan tekad yang sangat kuat untuk keluar dari kemiskinan. “Saya yakin suatu saat atas pertolongan Tuhan, lambat atau cepat saya dapat keluar dari kemiskinan. Takdir saya bukan sebagai orang gagal. Tuhan sanggup menolong saya keluar dan saya layak menerima pemulihan dari Tuhan, ujarnya.

Golden moment dalam hidup Paulus terjadi saat dia duduk di bangku SMA.“Saat itu, saya mengalami pencerahan, mengenal jalan Tuhan. Kehidupan saya banyak dipulihkan, luka-luka batin saya di masa lalu banyak mengalami kesembuhan, dan saya mulai aktif dalam pelayanan. Prestasi saya di SMA tidak sebaik di SMP, tapi juga tidak terlalu buruk”, lanjutnya. Paulus bersekolah di sekolah favorit di kota Malang, yaitu SMAK St. Albertus, Dempo. “Penurunan prestasi juga karena di sekolah tersebut banyak teman-teman yang lebih pandai”, jelasnya. “Selain itu, juga karena terlalu sibuk pelayanan di sekolah dan persekutuan doa mengakibatkan berkurangnya waktu belajar saya”, tambahnya. Pada masa SMA Paulus mulai mengerti bahwa dalam hidup harus memperhatikan sesamanya, dan harus bisa membantu banyak orang untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan. “Jiwa sosial saya mulai terbangun. Teman-teman saya menjadi banyak. Saya sembuh dari rasa minder itu”, ujarnya.

Ketika kuliah Paulus lebih aktif lagi dalam pelayanan rohani. “Saya sangat menikmati sukacita pelayanan dan pekerjaan saya ini. Saya bekerja sebagai kepala toko di sebuah toko buku di kota Malang. Pagi saya bekerja, siang kuliah, sore bekerja lagi”, ujarnya. “Sebenarnya hasilnya tidak terlalu besar, namun saya mendapat pengalaman yang sangat berharga. Saya mulai mengenal orang orang di bisnis media”, lanjutnya. “Saya mulai mengirim uang untuk Mama hasil pekerjaan saya setiap bulannya, sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya”, ujarnya. “Padahal saya jarang bertemu Mama. Apalagi zaman itu telepon masih sulit dan rumah kami tidak memiliki sambungan telepon. Jadi, setiap awal bulan saya mentransfer tanpa memberi tahu kalau saya sudah transfer dan tanpa berharap mendapat ucapan terima kasih dari Mama”, kenangnya bangga. Melalui aktifitas pelayanan persekutuan doa Paulus bertemu dengan Amy, yang sekarang menjadi istrinya. “Saya kenal Amy pada tahun 1987. Kami berkenalan selama lebih dari 3 tahun. Setelah itu Amy pergi ke Jakarta. Kami menikah pada tahun 1994”, ujar Paulus. 

Suatu hari di akhir 1992, tepatnya 12 Desember 1992, setelah saya menyelesaikan skripsi, saya mendapat mimpi. Inti mimpi itu menyuruh saya pindah ke Jakarta, padahal saat itu saya tidak memiliki uang untuk pergi ke Jakarta. Tetapi, secara ajaib hari itu juga saya mendapatkan uang persis seperti doa permintaan saya. Saya langsung berangkat ke Jakarta dengan hanya berbekal sebuah tas berisi baju dan sebuah dos berisi buku-buku”, kenangnya. Saat Paulus menginjakkan kaki di kota Jakarta, dia berkata kepada dirinya, "Jakarta, saya datang dan saya akan menaklukkanmu!".

Di Jakarta, Paulus mendapat pekerjaan di sebuah hotel di Jakarta Pusat sebagai duty manager. Selama 4 bulan karakternya ditempa. Bekerja 14 jam sehari tanpa ada hari libur. Tiga bulan dia mendapat giliran shift malam, bulan ke empat dia mendapat shift pagi. April 1993, Paulus memutuskan mengundurkan diri. Awalnya, pengunduran dirinya ditolak. Pemilik hotel menilai Paulus sangat jujur dan hasil pekerjaannya juga memuaskan. Paulus ditawari kenaikkan gaji hingga Rp 5 juta per bulan, yang untuk ukuran saat itu cukup tinggi. Dan ditawari fasilitas kredit mobil dengan bunga 0%, yang dapat diangsur sesuka dia. “Tetapi, saat itu saya menolak. Saya memilih mengambil tawaran  bekerja di sebuah yayasan Kristen, ujarnya.

Setelah sebulan bekerja, Paulus baru tahu ternyata gajinya sebulan adalah Rp 250.000. Saya sempat shock, karena gaji sebesar itu hanya cukup untuk membayar kos saja, belum untuk transportnya. Akhirnya saya harus cari kos baru dekat kantor sehingga tidak perlu naik kendaraan lagi. Saya harus hidup sangat hemat, setiap pagi saya hanya makan mie instan, dan malam hari hanya minum segelas coklat, karena uang saya tidak cukup untuk membeli nasi. Berat badan saya turun drastis. Siang hari, saya mendapat makan di kantor, jatah karyawan”, tutur Paulus. Paulus bertahan selama 4 tahun di yayasan Kristen itu untuk kemudian mengundurkan diri.

Setelah mengundurkan diri, Paulus mencoba merintis usaha bersama teman-teman. Usaha yang digelutinya adalah jasa pengiriman barang untuk kebutuhan rumah tangga. Namun, tidak bertahan lama karena keterbatasan modal. Setelah itu Paulus bergabung dengan Lippo Property, memasarkan rumah di Bukit Sentul (sekarang Sentul City). “Empat tahun saya di sana, 3 tahun sebagai Adminsitrator dan setahun terakhir sebagai tenaga pemasaran free lance, ujarnya.

Selanjutnya, Paulus membuka usaha sebagai distributor pelumas industri dengan dukungan modal dari pamannya. Usaha itu berkembang luar biasa dalam waktu singkat, sehingga kami mencapai prestasi sebagai distributor baru terbaik. Perusahaan menerima Rocky Awards dari principal, ujar Paulus. Tetapi, Paulus tidak dapat menikmati kesuksesan itu. Paulus difitnah melarikan uang perusahaan. Paulus terpaksa harus keluar dan usaha itu diambil alih oleh pamannya. Nama Paulus disebarkan lewat surat yang di tempel di pos-pos satpam di pelanggannya. “Saya tidak melakukan perlawanan apapun, karena prinsip saya dari pada energi habis untuk kemarahan, lebih baik diarahkan untuk membangun masa depan kembali, ujarnya.

Dalam waktu sebulan, kami akhirnya mendapatkan investor baru. Kami direkrut perusahaan besar, tetapi ini pun tidak berjalan lama. Kali ini, staf kami yang berkhianat. Ketika itu kami merayakan syukuran atas perusahaan yang baru kami bentuk. Pengkianat itu beserta suaminya ikut merayakan dengan penuh kegembiraan. Tetapi, keesokan harinya hampir seluruh tenaga penjual tidak ada yang ke kantor. Mereka semua meninggalkan kami. Hanya tersisa 3 orang tenaga penjual yang masih setia. Tim penjualan dibajak oleh staf kami itu, yang telah kami didik sekian lama. Akhirnya, perusahaan terpaksa ditutup, dan kehidupan kami kembali menderita lagi, tuturnya. Kehidupan Paulus kembali ke titik nadir. Bahkan, saat itu bukan hanya dia sendiri, tetapi juga istrinya, Amy, dan anaknya, Michael. “Untuk membeli susu Michael saja, kami tidak memiliki uang, kenangnya.

Selama dua bulan Paulus dan Amy tidak memiliki pekerjaan. Tiap malam mereka berdoa memohon pengampunan atas setiap dosa dan kesalahan yang telah mereka lakukan dan melepaskan pengampunan kepada paman dan mantan stafnya yang berkhianat. Pada bulan ketiga Tuhan menjawab doa mereka. Mereka mendapat kesempatan dipertemukan dengan seorang pengusaha pelumas Beltran Oil. Saat pertemuan pertama itu Paulus mendapat kepercayaan dan diijinkan menjadi distributor pelumas Beltran. Saya sangat optimis mampu menjual produk itu. Dalam waktu kurang dari setahun penjualan kami sudah cukup bagus. Awalnya, semua saya lakukan sendiri. Mulai dari mencari order, mencetak faktur, surat jalan, mengantar pesanan, tukar faktur dan menagih semua saya lakukan sendiri”, tutur Paulus. Paulus bekerja sangat keras. Usahanya tidak sia-sia. Pada tahun kedua dia sudah bisa menyewa sebuah kantor dan mulai merekrut karyawan. “Pada tahun itu, staf saya yang berkhianat kembali dan minta bergabung dengan saya lagi, karena dia telah dikhianati oleh anak buahnya. Kami tidak tega. Akhirnya kami menerima dia kembali, hanya karena satu alasan, yaitu kami sudah mengampuni . Tetapi, akhirnya Paulus harus mengalami kekecewaan kepada stafnya itu untuk kedua kalinya. “Tetapi, kali kedua itu kami tidak terlalu shock lagi, jelasnya. 

Paulus dan Amy
Tahun 2008 terjadi krisis keuangan global. Harga minyak dunia naik dari USD 46 per barell hingga mencapai USD 140 per barell. Semua industri mengalami imbas krisis tersebut, termasuk pelanggan-pelanggan Paulus yang kebanyakan adalah industri baja. Penjualan Paulus pun terjun bebas. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga demikanlah nasib Paulus. Saat itu Paulus masih memiliki kewajiban suplai sesuai harga kontrak dengan beberapa perusahaan. Dalam waktu setahun Paulus mengalami kerugian sangat besar. “Kami hampir menjual seluruh aset kami untuk menutupi kerugian itu. Saat itu rumah yang kami tinggali hampir disita oleh bank. Belum lagi ancaman masuk penjara karena gagal bayar ke prinsipal dan gagal bayar kartu kredit”, ujarnya. “Tetapi, Tuhan sungguh baik. Dalam keadaan kritis seperti itu hati prinsipal kami melunak. Beliau memberi kesempatan kepada kami untuk me-reschedulle pembayaran hutang. Dengan kesempatan itu dalam waktu 2 tahun kami dapat menyelesaikan hutang-hutang kami, tutur Paulus sambil tersenyum. Jatuh bangun usaha dan kebangkrut yang kami alami berkali-kali, secara akal sehat memang menimbulkan perasaan cemas. Dan yang pertama saya rasakan sebagai seorang istri adalah perasaan tidak aman. Mental sekuat apapun tetap akan mengalami perasaan putus asa ketika jatuh bangun terjadi berulang kali. Dalam keadaan seperti itulah maka Iman dan Pengharapan kepada Tuhan yang membuat kami bisa survive melalui semua kesulitan, tambah Amy. “Sebagai ucapan syukur, kami berkomitmen untuk hidup secukupnya, selebihnya kami akan kembalikan uang kami kepada Tuhan melalui pelayanan kepada masyarakat”, ujar Paulus.

Komitmen Paulus diwujudkan dengan memulai pelayanan bersama Pendeta Junry Alow, M. Div., M. Th., melalui acara siaran radio yang diberi nama Inspirative Power Ministry (IPM), yang memiliki visi memberikan inspirasi bagi orang-orang yang sedang terpuruk untuk bisa bangkit dan tidak menyerah dalam perjuangan hidup mereka. Kami dari awal sepakat bahwa yang dibutuhkan bangsa ini adalah perubahan mindset dari bangsa yang gagal, miskin, mudah putus asa, dan lemah dalam semangat juang untuk diubah menjadi bangsa yang memiliki mindset pemenang, pantang menyerah, sejahtera, mengasihi Tuhan dan sesama. Persatuan adalah pesan moral yang terpenting yang kami bawa, persatuan akan mengabaikan semua perbedaan pandangan yang ada, merasa senasib, sebangsa dan solidaritas kebangsaan harus di atas solidaritas yang lebih kecil lainnya, tutur Paulus. Pertama kali mengudara pada tanggal 20 Pebruari 2011 melalui Radio Heartline FM 100,6 di Karawaci, Tangerang, Banten. Acara, yang diisi bergantian dengan Pendeta Junry Alow, tersebut mengudara selama 10 menit setiap hari pada pukul 05.20-05.30, kecuali hari Sabtu pada pukul 06.20-06.30. Kini acara Inspirative Power Ministry juga mengudara melalui Radio Sangkakala AM 1063 di Surabaya, dan di Life Channel 70.

Launching Koperasi K3IPM
“Kami juga rindu bagaimana kami dapat menginspirasi masyarakat agar dapat saling menolong di dalam suatu komunitas ekonomi yang berswadaya, swakarsa dan swasembada. Ini yang kami namakan gerakan Ekonomi Komunitas. Gerakan Ekonomi Komunitas ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan adalah problem nasional yang kita hadapi, jangan Anda menutup mata untuk fakta ini, ujar Paulus. “Kemiskinan bisa di atasi dengan gerakan ekonomi komunitas, dimana anggota komunitas saling tolong menolong, menggali potensi agar kesejahteraan boleh dinikmati oleh para anggotanya. Keberhasilan anggotanya haruslah menjadi kebahagiaan bersama. Itu cita-cita kami, lanjut Paulus yang mengidolakan Mother Teresa dan Muhammad Yunus. Dalam perjalanannya, Paulus mengenal sistem koperasi Credit Union. Akhirnya komunitas IPM sepakat membentuk koperasi Credit Union K3IPM pada 1 Mei 2012. Tanggal 5 Mei 2012 koperasi tersebut diluncurkan. “Dalam waktu 3 bulan aset sudah mencapai sekitar Rp500 juta. Setiap hari aset koperasi terus bertambah, ujar Paulus.

Sekecil apapun yang kita lakukan untuk bangsa ini sepanjang di dorong rasa cintamu, lakukanlah dengan setia. Suatu saat engkau akan melihat hasilnya bila benih itu sudah bertumbuh dan berbuah. Jangan mudah putus asa ketika menghadapi kegagalan, keras dan kejamnya kehidupan ini. Belajarlah dan bijaksanalah agar keras dan kejamnya kehidupan ini justru melatih mental kita menjadi kuat menghadapinya. Itulah sang pemenang sejati, pesannya menutup pembicaraan.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar