Kita sudah mulai menapak tahun
2012 dengan segala resolusi yang sudah kita tetapkan berikut rencananya dan
harapan agar tahun ini kondisi kita akan lebih baik dari sebelumnya. Tahun 2011 saya tutup dengan artikel mengenai
Adversity Quotient (AQ) berikut
keempat dimensinya, yaitu CO2RE,
yang masing-masing merupakan kepanjangan dari Control (kendali
atas kesulitan), Origin (sumber penyebab kesulitan) dan Ownership (tanggung jawab atas akibat dari kesulitan), Reach (jangkauan kesulitan), dan Endurance (daya
tahan terhadap kesulitan). AQ, yang merupakan konsep Paul G. Stoltz, adalah indikator sejauh mana kita dapat bertahan
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perjalanan kita mencapai
resolusi-resolusi yang telah kita tetapkan. Kita sadar bahwa banyak hal terjadi
tidak sesuai dengan rencana kita. Dengan kata lain ancaman, tantangan, gangguan
dan hambatan bisa saja terjadi dalam kehidupan kita menyusuri rute Sang
Pemenang. Dalam konteks itulah AQ memainkan peran penting.
Saya juga sudah menawarkan
jasa secara gratis bagi Anda
yang ingin mengukur level AQ saat ini dengan mengirimkan kuis AQ beserta cara
pengisiannya. Beberapa teman kemudian bertanya, bagaimana jika ternyata level
AQ-nya relatif rendah, apakah level AQ rendah merupakan suatu vonis, apakah
tidak ada yang bisa dilakukan untuk meningkatkan level AQ? Jawaban saya adalah,
nilai AQ Anda saat ini bukanlah
sebuah vonis. Anda dapat melakukan sesuatu agar nilai AQ Anda menjadi lebih
tinggi (dengan kata lain daya tahan Anda terhadap kesulitan akan lebih baik).
Kesulitan dalam hal ini adalah
segala macam kesulitan yang berpotensi menggagalkan apa yang telah Anda
rencanakan. Kesulitan tidak hanya melulu kejadian yang dramatis, tetapi juga termasuk
kejadian-kejadian kecil yang berpotensi menimbulkan akibat sesuatu tidak
berjalan semestinya. Dan seperti yang telah kita ketahui kebanyakan orang
terjatuh karena tersandung batu kecil, karena batu besar tentu akan terlihat
sebelum Anda tersandung. Katakanlah suatu situasi terjadi seperti ini, pagi itu
Anda ada janji pertemuan dengan klien untuk negosiasi suatu deal yang nilainya besar. Janji Anda jam
09.00. Namun, malamnya Anda tidur terlambat karena harus menyelesaikan materi
negosiasi yang baru Anda ketahui belakangan akibat kelalaian staf Anda.
Akibatnya Anda bangun terlambat. Saat ingin mandi ternyata sabun Anda habis. Saat
Anda ingin masuk ke mobil ternyata ban mobil Anda kempes, padahal waktu sudah
semakin mepet. Saat itu mungkin sudah terbayang Anda tidak akan bisa tiba di
tempat klien sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, mungkin ada
potensi Anda kehilangan kesempatan deal
tersebut. Atau situasi seperti ini, besok pagi Anda ada rapat orangtua murid di
sekolah anak Anda. Anda dijadualkan sebagai salah satu orangtua murid yang akan
berbicara dalam rapat pada waktu yang ditentukan. Sepanjang malam sebelumnya
Anda tidak bisa tidur karena anak Anda yang paling kecil sakit sehingga rewel.
Anda baru bisa tertidur saat dinihari, dan sudah pasti Anda bangun terlambat.
Terbayang Anda akan menjadi penyebab masalah rapat tidak berjalan dengan
semestinya. Dan masih banyak lagi situasi-situasi yang bisa terjadi tanpa
terduga dan berpotensi menimbulkan kekacauan rencana Anda.
Stoltz menyarankan empat langkah untuk meningkatkan AQ Anda, yang
disingkat menjadi LEAD (Listen, Explore, Analyze, dan Do). Langkah pertama dalam
upaya meningkatkan AQ adalah dengan mendengar (listen) respon Anda terhadap situasi yang terjadi. Apakah respon
Anda mencirikan level AQ yang rendah atau tinggi. Pada dimensi yang mana (C, O2,
R, atau E) respon Anda paling tinggi atau paling rendah. Kemampuan ini membutuhkan
latihan yang terus menerus sehingga Anda dapat dengan jelas membedakan respon
Anda, dan kemudian tentunya memilih respon yang lebih baik. Langkah kedua adalah melakukan
eksplorasi (explore) apa penyebab
terjadinya kesulitan tersebut. Seberapa besar kontribusi Anda dalam hal
penyebab kesulitan itu. Akibat-akibat apa yang harus Anda akui dan tidak akui. Langkah ketiga adalah menganalisis (analyze) fakta-fakta. Fakta-fakta apa
yang membuktikan bahwa Anda tidak memiliki kendali atas situasi tersebut.
Fakta-fakta apa yang membuktikan bahwa kesulitan itu harus menjangkau
wilayah-wilayah lain kehidupan Anda. Fakta-fakta apa yang menunjukkan bahwa
kesulitan itu harus berlangsung lama. Langkah
terakhir adalah lakukan sesuatu (do).
Apa yang bisa Anda lakukan untuk mendapatkan kendali atas situasi kesulitan.
Apa yang bisa Anda lakukan untuk membatasi jangkauan kesulitan itu. Apa yang
dapat Anda lakukan agar kesulitan tersebut tidak berlangsung lama.
Sekitar empat tahun yang lalu,
saya dijadualkan untuk berbicara di depan staf klien saya di beberapa kota
secara marathon. Hari pertama di Yogya, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hari kedua
di Surabaya, Jawa Timur. Hari ketiga di Denpasar, Bali. Tiket pesawat disediakan
oleh staf klien yang menjadi panitia penyelenggara. Hari pertama saya dijadualkan
berbicara selama empat jam, yaitu pada jam 13.00–17.00, sementara penerbangan
Jakarta-Yogya dijadualkan jam 09.00. Aman, bukan? Namun apa yang terjadi? Penerbangan
ditunda menjadi jam 10.00 tanpa ada kejelasan. Masih aman juga. Ternyata
ditunda lagi ke jam 11.00. Nah, kali ini sudah mulai was-was. Naluri saya mencium
kemungkinan bakal terjadi situasi yang menyulitkan, yaitu tidak bisa berada di
lokasi acara sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan padahal sekitar 200
orang sudah ada di suatu hotel di Yogya dalam acara tersebut. Dan sebagian
besar dari mereka berasal dari kota-kota di Jawa Tengah, yang sebagian besarnya
akan kembali ke kota asal mereka begitu acara selesai hari itu.
Bagaimana respon saya? Langkah
pertama (listen), mendengarkan respon
saya dan merasakan kendali atas kesulitan yang bakal terjadi. Langkah kedua (explore), saya meyakini bahwa penyebabnya
adalah sesuatu di luar diri saya (pihak eksternal), yaitu penerbangan tersebut
dan staf yang menyediakan tiket penerbangan dari maskapai yang memang sudah
terkenal kurang dapat diandalkan. Apa akibat dari situasi tersebut? Pertama,
jelas kelelahan akibat menunggu waktu
berangkat. Kedua, jika tetap harus berbicara selama empat jam maka kelelahan
saya bertambah. Jika waktu selesainya acara tidak berubah maka saya harus berusaha
lebih ekstra bagaimana materi yang dialokasikan empat jam harus saya padatkan
menjadi dua jam tanpa menghilangkan inti dari apa yang harus saya sampaikan. Langkah
ketiga (analyze), saya membatasi
jangkauan kesulitan itu. Alih-alih saya menggerutu yang berakibat pada situasi
hati menjadi tidak nyaman, saya mengisi waktu menunggu dengan membuka laptop
dan melihat lagi materi yang akan saya sampaikan agar jika benar-benar
terlambat dan alokasi waktu saya cuma dua jam maka saya sudah siap. Langkah terakhir
(do), ketika jam 11.00 belum ada
kepastian keberangkatan pesawat, saya melakukan tindakan dengan mencari
penerbangan lain. Sayangnya, hanya ada satu maskapai lain dan kursi sudah tidak
tersisa. Alhasil, pesawat berangkat ke Yogya pada pukul 12.00 lebih dan saya
tiba di ruangan acara pada pukul 15.00. Dan klien meminta acara berakhir sesuai
dengan waktu yang telah mereka susun, dengan kata lain materi yang seharusnya
saya sampaikan selama empat jam terpaksa harus dipadatkan menjadi dua jam.
Tetapi, karena saya sudah menyiapkan kemungkinan-kemungkinan itu maka akhirnya acara
tetap berjalan sesuai dengan yang diinginkan klien. Lakukan prinsip LEAD ketika situasi sulit menghampiri
Anda. Mungkin kali pertama mencoba Anda akan merasa canggung. Namun, jika Anda
lakukan terus berulang-ulang pada akhirnya Anda akan terbiasa dan akan menjadi
mekanisme otomatis ketika kesulitan itu datang. Sama halnya seperti saat Anda
belajar mengendarai motor, pertama pasti canggung. Tetapi, pada akhirnya Anda
akan mahir dan menjadi mekanisme otomatis Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar