Kesuksesan
bukan melulu soal uang. Kesuksesan adalah juga ketika bertekun pada suatu
cita-cita yang lahir atas keprihatinan terhadap persoalan masyarakat yang lebih
luas, dan terus bergerak maju sekalipun kesulitan demi kesulitan menghadang
perjalanan pencapaian cita-cita itu. Kali ini kita belajar melalui sosok “Masnu’ah: Kebangkitan Perempuan di Kampung
Nelayan” (Kompas, Rabu, 18 Januari 2012). Adalah Masnu’ah, seorang
perempuan biasa, istri seorang nelayan di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak,
Jawa Tengah, yang menyadari bahwa kehidupan ekonomi keluarga nelayan tidak
menentu seiring dengan musim tangkapan yang sulit diperkirakan. Seperti umumnya
keluarga nelayan, perempuan yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, 38 tahun yang
lalu itu hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Tetapi, semangat dan
pemikirannya melampaui pendidikan formal yang diterimanya.
Selalu
dimulai dari suatu keputusan. Keputusan yang didasari keberanian mengambil
tanggung jawab, sementara yang lain terdiam saja. Akhir Desember 2005, Masnu’ah
mendirikan kelompok Puspita Bahari, yang bertujuan memberdayakan perempuan dan
meningkatkan ekonomi keluarga nelayan. Masnu’ah gencar mendorong para istri
nelayan aktif dalam kegiatan usaha. Langkah awalnya adalah koperasi beras.
Namun, pertengahan 2006 koperasi terjerat kredit macet. Kegagalan koperasi
tidak membuat Masnu’ah surut. Masnu’ah mengupayakan pelatihan usaha bagi
perempuan nelayan, antara lain pembuatan getuk lindri, es krim, mie basah, dan
tepung ikan. Pelatihan tersebut sempat berjalan selama dua tahun (2007-2009).
Kembali kegiatan tersebut menghadapi kendala. Produk yang dihasilkan tidak laku
dijual karena para penduduk di perkampungan nelayan tidak memiliki daya beli. Masnu’ah
tidak putus asa, dia mengajak perempuan dan anak nelayan menekuni usaha salon
dan otomotif dengan binaan dari Koalisi Perempuan Indonesia dan Lembaga Bantuan
Hukum. Lagi-lagi, usaha tersebut tidak berjalan karena tidak didukung keluarga
nelayan.
Masnu’ah
layak disebut seorang “pendaki (climber)
sejati”. Tantangan-tantangan dan kesulitan “medan pendakian” tidak membuat
dia surut. Usaha-usaha yang tidak berhasil tidak dianggap sebagai kegagalan,
melainkan suatu proses yang harus dilalui. Masnu’ah mengajak perempuan di
kampungnya untuk menggeluti usaha produk olahan berbasis ikan, seperti kerupuk,
keripik dan abon. Tantangan-tantangan yang ada diatasinya sehingga saat ini
kerupuk produksi Puspita Bahari mampu dipasarkan di beberapa kantor
pemerintahan, toko-toko, warung-warung, bahkan sampai ke Semarang, Jawa
Tengah.
Tidak hanya usaha pengolahan
ikan, Puspita Bahari juga terjun mengelola sampah dengan memisahkan sampah
organik dan non-organik untuk mengurangi kekumuhan perkampungan nelayan.
Upayanya berbuah penghargaan Kusala Swadaya pada Oktober 2011 sebagai kelompok
perempuan nelayan yang berhasil mengatasi kekumuhan di perkampungan nelayan.
Perjalanan Masnu’ah dan Puspita Bahari tentu belumlah selesai, karena hakekat
kesuksesan itu adalah suatu perjalanan, bukan tujuan. Masnu’ah bersama Puspita
Bahari terus bergerak dengan segala keterbatasan yang ada. Masnu’ah juga aktif
dalam beberapa kegiatan organisasi kemasyarkatan, seperti Koalisi Perempuan
Indonesia, dan Forum Masyarakat Peduli Lingkungan. Masnu’ah adalah sosok Sang
Pemenang, yang terus bertahan dalam menghadapi setiap kesulitan dan terus maju
selangkah demi selangkah. Keberanian mengambil tanggung jawab,
komitmen
yang tinggi, pengorbanan, kegigihan atau persistensi, dan
senantiasa bersyukur merupakan modal yang kuat perempuan nelayan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar