Hari ini saya
akan mengupas dimensi ketiga didalam AQ (Adversity Quotient – Paul G. Stoltz),
yaitu Reach (jangkauan). Seperti yang sudah saya uraikan bahwa AQ menunjukkan
tingkat ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup dan
tetap tegar di dalam upayanya mencapai kesuksesan diri. AQ, bersama-sama dengan IQ
dan EQ, berperan dalam kesuksesan
seseorang. Dan diantara ketiganya AQ memainkan peran yang paling besar. AQ terdiri
atas empat dimensi, yaitu CO2RE.
Dua dimensi, yaitu C (Control) dan O2 (Origin dan
Ownership), sudah saya kupas pada dua
artikel sebelumnya.
Dimensi R mempertanyakan “Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau
bagian-bagian lain dari kehidupan saya?”. Semakin tinggi skor AQ, Anda akan
cenderung mampu membatasi jangkauan suatu masalah atau kesulitan yang sedang Anda
hadapi. Sebaliknya mereka yang memiliki skor AQ yang rendah cenderung tidak
memiliki cukup perisai diri sehingga kesulitan akan menyusup ke segi-segi lain kehidupannya.
Misalkan, Anda baru saja gagal dalam proses tender yang Anda ikuti, yang
nilainya besar. Tentu saja Anda kecewa, bukan? Suatu hal yang sangat wajar jika
Anda kecewa, karena tender itu sangat berarti bagi Anda. Nah, respon Anda
terhadap kegagalan itu menunjukkan sejauh mana AQ Anda. Jika Anda membiarkan rasa
kecewa itu mempengaruhi keseluruhan hari Anda, sehingga mood Anda hari itu menjadi tidak karuan, maka mungkin akibatnya
sikap Anda menjadi uring-uringan. Semua orang yang berhubungan dengan Anda hari
itu akan mendapat perlakuan yang kasar dari Anda, bahkan mungkin termasuk keluarga
di rumah. Anda merasa dunia kimat. Anda membiarkan masalah kekalahan tender itu
merembes ke segala segi kehidupan Anda. Bahkan, bisa jadi hubungan Anda dengan banyak
orang menjadi terganggu karena sikap Anda yang kehilangan kontrol. Bayangkan saat
Anda tiba di rumah, anak Anda yang berusia lima tahun berlari menyambut Anda
sambil menunjukkan gambar hasil karyanya mengharapkan pujian Anda, tetapi
alih-alih pujian malah bentakan Anda yang didapatnya. Istri Anda yang menanyakan
masakan apa yang Anda inginkan untuk disiapkan malah mendapat jawaban ketus
dari Anda. Ada banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan kita dimana suatu
masalah muncul sebagai konsekuensi logis bahwa kita masih hidup. Orang yang
sudah meninggal tidak memiliki masalah, bukan?
Mereka yang
memiliki AQ tinggi mampu membatasi masalah. Mereka akan membatasi sebatas masalah
itu saja. Kegagalan tender adalah kegagalan tender, tidak lebih dan tidak
kurang. Gagal ujian adalah gagal ujian, tidak lebih dan tidak kurang. Konflik
yang terjadi dengan kekasih adalah konflik, tidak lebih dan tidak kurang.
Respon seperti itu bukan berarti kita tidak peduli atas kegagalan tersebut.
Tentunya, evaluasi dan tindakan koreksi perlu kita lakukan agar kita bisa lebih
baik di masa mendatang. Mereka dengan skor AQ yang tinggi tidak menjadikan orang-orang
di sekitarnya yang tidak terkait dengan masalah itu terkena imbasnya.
Ada satu cerita
mengenai seorang tukang servis peralatan elektronik rumah tangga yang melayani
jasa panggilan ke rumah-rumah. Hari itu sudah menjelang sore dan cuaca mendung.
Namun, tukang servis itu tetap berjalan menuju rumah yang membutuhkan jasanya memperbaiki
mesin cuci si pemilik rumah. Saat sedang memeriksa mesin cuci itu, hujan turun dengan
derasnya. Dan ketika petir menggelegar aliran listrik terputus. Ketika aliran
listrik tersambung lagi, si tukang servis menyadari bahwa petir tersebut menyebabkan
salah satu komponen mesin cuci menjadi rusak terbakar. Masalahnya, tukang servis
itu tidak memiliki komponen penggantinya. Dengan muka sangat kecewa dia menyampaikan
hal tersebut kepada si pemilik rumah. “Ya,
sudah kalau begitu besok saja dilanjutkan perbaikannya.”, kata si pemilik
rumah. Merasa iba kepada si tukang servis dan hujan masih turun walau tidak
selebat sebelumnya, si pemilik rumah mengantarkan tukang servis itu pulang.
Sepanjang perjalanan, si tukang servis itu duduk tercenung di kursi di sebelah
si pemilik rumah yang mengendarai mobilnya. Tergelitik dengan sikap si tukang
servis itu, si pemilik rumah bertanya, “Mengapa
Anda sepertinya sedang susah sekali?”, tanya si pemilik rumah.
“Hari ini bukanlah hari saya”, jawab si tukang servis.
“Ohya? Mengapa bisa demikian?”, si pemilik rumah kembali bertanya.
“Sepanjang hari ini saya melayani enam pelanggan, dan lima diantaranya
tidak dapat saya layani dengan baik. Selalu ada saja masalah yang membuat saya tidak
bisa menuntaskan masalah peralatan elektronik pelanggan saya, termasuk mesin
cuci Anda”, kata si tukang servis. “Sungguh
sangat mengecewakan”, lanjutnya.
Si pemilik rumah mengangguk-angguk seakan dapat
memahami apa yang membuat si tukang servis begitu kecewa. Untuk menghiburnya,
si pemilik rumah mengalihkan percakapan ke hal-hal ringan seputar keluarga.
Tanpa terasa akhirnya mereka tiba di depan rumah si tukang servis. Si pemilik
rumah melihat si tukang servis itu berhenti di depan sebuah pohon besar di
depan pintu pagar rumahnya, dan melihat dia memukul-mukul pohon besar itu
dengan kepalan tangannya sambil bergumam lirih. Setelah beberapa lama akhirnya urusan
dengan pohon itu selesai, dan si tukang servis itu berjalan menuju pintu
pagarnya. Si pemilik rumah tergelitik untuk menanyakan apa yang barusan dilakukan
si tukang servis itu. “Ini adalah pohon
masalah saya. Setiap hari sebelum saya masuk dan menemui istri dan anak saya,
saya selalu menumpahkan masalah-masalah pekerjaan yang masih belum
terselesaikan ke pohon ini. Sehingga ketika saya menemui mereka, saya sudah
tidak membawa beban masalah pekerjaan masuk ke dalam rumah. Mereka samasekali
tidak terkait dengan masalah-masalah pekerjaan saya, jadi tidak adil jika mereka
harus ikut merasakan masalah pekerjaan saya. Keesokan harinya saya akan ambil
kembali masalah-masalah itu dari pohon ini untuk saya selesaikan. Namun, yang
saya rasakan ketika masalah-masalah tersebut saya ambil keesokan harinya bebannya
terasa lebih ringan walau sesungguhnya masalah tersebut belum terselesaikan.”
Mendengar jawaban itu si pemilik rumah tersenyum sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya, dan lalu menyalami si tukang servis dan berjalan masuk ke dalam
mobilnya.
Cerita artikel ini benar terjadi di alam nyata, saya pun melakukan itu....saya akan mencari "pohon" itu untuk menjadi persinggahan untuk menitipkan permasalahan saya, sebelum menemui org yg saya cintai...
BalasHapusMakasih bang.....Mantap....
@Endi Fathoni
BalasHapusBagus sekali kalau Anda sdh lakukan itu.
Ya, lampiaskanlah rasa marah, kecewa dan perasaan tertekan Anda atas kesulitan-2 yg ada. Tetapi ingat, jgn lampiaskan pd seseorang apalagi yg berlainan jenis........cukup cari benda mati yg hanya bisa menerima pelampiasan Anda dgn netral.
Tetap semangat.
Salam Pemenang,
Suhartono Chandra
apakah saya terlalu sabar... ketika saya terzolimi sekalipun saya masih bisa tersenyum. Paint is beutiful, saya menyukai rasa pahit, karena hambatan itulah yang membuat saya merasa hidup????
BalasHapusmakasih sudah berbagi info info ini kak
BalasHapusmaintenance alat berat