Mari kita
belajar (lagi) dari arena SEA Games XXVI Tahun 2011 di Palembang, Sumatera
Selatan. Adalah sosok Triyaningsih yang dijuluki Ratu Atletik SEA Games 2011
(Kompas, Selasa, 22 November 2011 hal 16) yang turun di tiga nomor, yaitu 5.000
meter, 10.000 meter dan 42.195 meter (maraton). Triyaningsih menyabet medali
emas di semua nomor tersebut dan merupakan pelari yang berlari paling jauh
dalam cabang atletik, yaitu total 57.195 meter, kurang lebih jarak Jakarta –
Bogor (Jawa Barat).
Sesungguhnya
tidak ada yang “terlalu istimewa” pencapaian wanita yang lahir di Semarang,
Jawa Tengah, 24 tahun itu yang lalu itu jika kita melihat catatan prestasi
sebelumnya. Triyaningsih sudah pernah meraih medali emas untuk nomor 5.000
meter dan 10.000 meter di dua perhelatan SEA Games sebelumnya, yaitu SEA Games
XXIV Tahun 2007 dan SEA Games XXV Tahun 2009. Yang istimewa adalah kali ini dia
juga turun di nomor maraton, dan yang lebih istimewa, di SEA Games XXVI Tahun 2011
dia turun berlomba dalam kondisi kaki yang masih belum sembuh dari luka akibat
latihan di Salatiga, Jawa Tengah untuk persiapan SEA Games.
Apa yang
membuat Triyaningsih begitu kuat motivasinya untuk keluar menjadi Sang Pemenang (The Winner) di semua nomor yang diikutinya? Triyaningsih memiliki
motivasi diri (self motivation) yang
sangat tinggi. Motif dia, antara lain, merasa sudah berlatih sangat keras
sehingga merasa sayang kalau tidak keluar sebagai Sang Pemenang. Triyaningsih
memang berlatih sangat keras. Setiap hari dia berlari dua sampai empat jam
dengan jarak antara 10 kilometer hingga 35 kilometer. Bayangkan, dalam seminggu
kalau ditotal dia berlari antara 210 kilometer hingga 250 kilometer. Dia juga
merasa punya kewajiban membawa nama harum bangsa dan negara, dia merasa
penonton punya harapan besar terhadap dia untuk keluar sebagai Sang Pemenang. Dengan
motivasi yang sangat kuat dia memaksakan diri untuk terus berlari sekalipun
sambil menahan sakit karena lukanya kambuh dan tetap tersenyum. Triyaningsih
terus berlari dan berlari hingga akhirnya keluar sebagai Sang Pemenang.
Triyaningsih
terus bertahan sekalipun ada hambatan pada kakinya. Sementara ada banyak orang
menyerah pada kesulitan yang berujung pada predikat Sang Pecundang (The Loser),
bahkan mengakhiri hidupnya karena kesulitan hidup, atau karena hubungan diputus
sang kekasih, atau karena tidak lulus ujian, dan keadaan-keadaan sulit lainnya.
Apa yang membedakan seorang Triyaningsih dan orang-orang lainnya yang menyerah
pada keadaan sulit? Ada suatu pengukuran yang disebut dengan Adversity
Quotient (AQ), yaitu suatu pengukuran sejauh mana orang akan terus
bertahan dalam suatu keadaan yang sulit. Jika dilakukan pengukuran, orang-orang
yang menyerah pada keadaan (Sang Pecundang) memiliki tingkat AQ yang rendah,
sementara sosok seperti Triyaningsih memiliki tingkat AQ yang tinggi.
Pengukuran
AQ, mirip dengan pengukuran IQ (Intelligent
Quotient). Ada serangkaian test yang harus dilalui dan ada hasil seperti
pengukuran IQ. Bedanya IQ mengukur tingkat kecerdasan, sedangkan AQ mengukur
daya tahan terhadap suatu keadaan yang sulit. Seperti halnya IQ bisa
ditingkatkan, demikian juga AQ. Sederhananya, agar Anda dapat bertahan dalam
suatu keadaan yang sulit (memiliki tingkatan AQ yang tinggi) maka harus ada
kesadaran bahwa Andalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas apapun
kondisi Anda saat ini. Kesadaran seperti itu akan menentukan apa tindakan
berikut Anda, menyerah dengan keadaan atau terus bergerak dan berrtindak.
Coba Anda perhatikan perjalanan prestasi Triyaningsih. Dulu, kalau latihan dia
selalu berada di urutan paling belakang. Dia tidak mencari kambing hitam dengan
mengatakan bahwa teman-temannya lebih muda sehingga wajar kalau dia berada pada
urutan paling belakang. Tapi dia mengambil tanggung jawab pribadi bahwa dia
harus bisa mengalahkan teman-temannya, dan berhasil. Pertama kali ikut SEA
Games adalah tahun 2003 di nomor 5.000 meter. Walaupun dia memecahkan rekor
nasional junior tetapi dia mencapai finish pada urutan keempat. Apakah dia menyerah?
Tidak, dia terus berlatih untuk mempersiapkan diri pada SEA Games 2005. Namun,
apa yang terjadi? Dia dicoret dari tim SEA Games. Tetapi, Triyaningsih tetap
bertahan terus berlatih dan akhirnya pada SEA Games XXIV Tahun 2007 dia
berhasil meraih medali emas pada nomor 5.000 meter dan 10.000 meter. Bahkan,
dia memecahkan rekor nomor 5.000 meter dengan waktu 15 menit 54,32 detik!
Jadi,
apapun kondisi sulit Anda saat ini berhentilah menyalahkan keadaan atau orang
lain. Coba Anda renungkan, sesungguhnya kondisi kita saat ini mengikuti hukum
tabur tuai. Jika kita menabur benih padi maka sudah pasti kita akan memanen
padi, tidak mungkin kita memanen gandum. Jika kita menabur benih mangga tidak
mungkin kita akan memanen jambu. Jadi, segera ambil tanggung jawab terhadap
keadaan Anda dan mulailah bangkit dan terus bergerak.
ijin share ya kaka makasih
BalasHapusservice alat berat