Adalah
seorang eksekutif muda dan sukses, sebut saja namanya Andrew. Segala simbol
kesuksesan yang kita bayangkan sudah dimilikinya. Istri yang baik, anak-anak
yang lucu, rumah dengan segala isinya serta mobil yang berderet. Namun,
hidupnya terasa kering dan tidak bahagia. Andrew merasa istrinya terlalu
cerewet, setiap pagi selalu mengingatkan dia untuk tidak lupa sarapan, setiap
siang BBM (BlackBerry Messenger)
istrinya selalu mengingatkannya untuk tidak lupa makan, dan minum supplemen. Andrew
merasa anaknya yang sulung terlalu menuntut, merajuk minta ditemani saat akan
tampil dalam acara di sekolah. Ketika dengan semangat anak-anaknya menceritakan
kejadian-kejadian di sekolah bersama teman-temannya, Andrew merasa anak-anaknya
terlalu mengganggunya, menyita waktu istirahatnya. Andrew merasa para pemegang
saham perusahaan tempat dia bekerja terlalu menuntut. Andrew merasa staffnya di
kantor selalu tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dia merasa
selalu jadi bahan gunjingan staffnya di kantor. Dia merasa semua karyawannya mengkorupsi
waktu kerja sehingga pekerjaan menjadi terbengkalai. Dia merasa tetangga-tetangganya
sinis karena iri atas keberhasilan dia. Dia merasa berada pada lingkungan yang
tidak mampu membuat dia bahagia. Dia merasa sia-sia dan putus harapan, karena
hubungan dengan istri menjadi kering, hubungan dengan anak-anak selalu tegang,
hubungan dengan tetangga pun sama saja, hubungan dengan para pemegang saham dan
staf di kantor sangat menekan dia. Dalam perasaan kesia-siaan Andrew memutuskan
untuk menyudahi hidupnya, tetapi dia ingin dengan cara yang tidak menyakitkan. Dia tidak mau menggantung
dirinya, dia tidak ingin memutus urat nadinya, dia tidak ingin menusuk
jantungnya dengan pisau. Andrew ingin cara mati yang perlahan dan tidak terasa.
Akhirnya, Andrew datang
berkonsultasi kepada seorang “Guru”. Dia ceritakan semua persoalannya, dan
keinginannya mati secara perlahan dan tidak menyakitkan. Sang “Guru” hanya
menanyakan satu pertanyaan, "Apakah
sudah bulat dengan keinginan kamu, Nak?" Dengan mantap Andrew menjawab,
"Ya". Tapi sang “Guru”
menyuruh dia untuk pulang dan memikirkannya matang-matang dalam waktu tiga
hari, setelah itu Andrew diminta datang kembali. Tiga hari kemudian, Andrew
kembali datang menemui sang “Guru”, dan menyatakan kebulatan tekadnya. Akhirnya
sang “Guru” memberikan sebotol cairan kepada dia untuk diminum selama tiga hari
berturut-turut. “Pada hari ketiga keinginan kamu untuk meninggal tanpa rasa
sakit akan terpenuhi”, demikian ujar sang “Guru”. Malam di hari pertama, Andrew
meminum 1/3 cairan yang diberikan sang “Guru”. Dia merenung, dan merasa sedikit
tenang membayangkan penderitaannya akan segera berakhir. Akhirnya malam itu dia
tertidur dengan nyenyak. Malam di hari kedua, Andrew kembali meminum 1/3 cairan
itu. Dia kembali merenung, dan merasa lebih tenang dibanding kemarin. Dia
tersenyum dalam hati membayangkan besok adalah hari terakhir dia hidup. Hari
terakhir dia merasakan penderitaan batinnya. Sebelum dia terlelap, dia
memutuskan untuk berbuat yang terbaik bagi istrinya, bagi anak-anaknya, bagi
tetangganya, bagi stafnya, bagi semua orang dalam lingkungannya hanya sekali
saja sebelum nantinya dia benar-benar mati. Dan satu-satunya kesempatan itu
adalah besok.
Andrew terbangun pada pagi
harinya, dan merasakan hatinya begitu ceria. Dia keluar dari kamar tidur dan
melihat istrinya sedang menyiapkan sarapan pagi. Dia menghampiri istrinya, memeluknya
dan mengecup kening istrinya, seraya menyapanya, “Selamat pagi, sayang. Aku sangat mencintai kamu, dik”, bisiknya di
telinga istrinya. Istrinya terkejut dan keheranan, namun merasakan kebahagiaan
yang sangat indah. Seperti hari-hari sebelumnya, istrinya melayani dia dengan
penuh kasih. Ketika anak-anaknya hadir menghampiri meja makan, Andrew melakukan
hal yang sama kepada anak-anaknya. Anak-anaknya pun terkejut dan keheranan,
namun rasa senang segera menghapus keterkejutan anak-anaknya dan berganti
dengan keriangan dan semangat yang pada hari-hari sebelumnya telah lama
menghilang. Andrew pergi ke kantor dengan perasan yang berbeda. Sepanjang
perjalanan dia berpikir mengapa baru hari ini dia merasakan perasaan yang
berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Dia merasakan istri dan anak-anaknya
begitu mencintai dia. Perasaaan yang telah lama hilang dari dirinya. Begitu
turun dari mobil dia menyapa petugas satpam yg menyambutnya. Satpam yang
terselimut rasa heran atas perubahan sikap Andrew dengan sigap memberi hormat
dan tersenyum kepada Andrew sama seperti hari-hari sebelumnya. Demikian pula
staf Andrew. Dan kembali Andrew merasa heran mengapa hari itu perasaanya
berbeda? Mengapa stafnya menjadi begitu baik? Apa yang terjadi????
Sore, ketika dalam perjalanan
pulang ke rumah, dia kembali merenung mengapa semua orang dalam lingkaran
kehidupannya hari itu begitu tampak baik, sayang, dan hormat kepada dia, padahal hari itu dia hanya ingin
melakukan hal-hal baik kepada mereka semua karena hari itu adalah hari terakhir
dia hidup. Besok dia akan meninggalkan semuanya dengan tenang. Dalam
kekhusukannya dia merenung tiba-tiba dia merasa begitu indahnya hidup ini. Dia
merasa sayang meninggalkan keluarganya. Dia merasa sayang meninggalkan semua
orang dalam lingkaran kehidupannya. Tapi......bagaimana?? Hidupnya tinggal hari
itu. Cairan di botol tinggal sepertiganya, tenggakkan terakhir sebelum hidupnya
berakhir.Dengan seketika, Andrew meminta sopirnya memutar arah menuju rumah
sang “Guru”. Dia ceritakan semua yang dialami selama tiga hari ini dan memohon
kepada sang “Guru” untuk menetralkan dua pertiga cairan yg sudah dia minum.
Sang “Guru” kembali bertanya kapada Andrew, "Apakah
sudah bulat dengan keinginan kamu, Nak?" Dengan mantap Andrew
menjawab, "Ya". "Baiklah", kata sang “Guru”, "Kamu tidak butuh apa-apa dari saya
karena cairan yang saya berikan hanyalah air minum biasa. Yang kamu butuhkan
adalah sikap seperti yang kamu tunjukkan pada hari ini. Pulanglah dan nikmati
hari-hari indahmu seperti hari ini", tutup sang “Guru” seraya masuk ke
dalam meninggalkan Andrew.
Sebagian
dari kita mungkin mengalami situasi mirip Andrew. Kita merasa lingkungan kita,
lingkungan keluarga di rumah dan di tempat kerja ataupun lingkungan lainnya,
begitu menekan, selalu membuat kita jengkel dan memicu amarah kita. Kita
mengharapkan orang-orang di lingkungan kita memahami kita dan mau berubah
sesuai dengan keinginan kita. Tapi, kenyataannya adalah bahwa Anda tidak dapat
mengubah orang-orang dalam lingkungan hidup Anda, sekalipun itu adalah suami /
istri atau anak-anak Anda. Semakin keras Anda berusaha mengubah mereka maka
Anda akan semakin merasa tertekan, bahkan depresi. Perubahan selalu dimulai
dari diri kita, karena hanya kitalah yang bisa mengubah diri kita. Jadi, jika
Anda mau orang-orang di lingkungan hidup Anda berubah, ubahlah dulu diri kita.
Sang Pemenang hidup seakan-akan hari ini adalah hari terakhirnya, sehingga dia
akan bersikap baik dan bertindak dengan benar hari ini, bukan esok. Karena kita
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada hari esok. Mungkin esok kita sudah
tidak punya kesempatan lagi.
Salam Pemenang!
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar