Senin, 07 Mei 2012

Ketika Sesuatu Terjadi Tidak Sesuai Rencana


Tuhan,
Berikanlah kekuatan agar kami berani mengubah apa yang bisa kami ubah
Berikanlah keikhlasan untuk menerima apa yang tidak bisa kami ubah
Dan berikanlah kebijaksanaan untuk dapat membedakan keduanya

Sore hari itu, Jum’at, 04 Mei 2012, saya masih menunggu di Garuda Executive Lounge Bandara Sultan Hasanuddin, Makasar. Hingga saatnya boarding call untuk penumpang Garuda dengan nomor penerbangan GA-643. Saya melirik jam di pergelangan tangan kiri saya. Hmm.....tepat sesuai dengan rencana. Saya memasukkan iPad ke dalam tas, dan bergegas memasuki pesawat yang akan membawa saya pulang ke Jakarta. Perjalanan selama dua jam saya isi dengan membaca surat kabar Kompas, dan masih sempat menikmati film laga Jet Li yang disediakan dalam pesawat Boeing 737-800. “Flight attentands, prepare for landing”, terdengar instruksi dari kokpit pesawat. Kembali saya melirik jam di pergelangan tangan saya. Tepat sesuai dengan perkiraan, pesawat akan menyentuh landasan Bandara Soekarno-Hatta pada jam 17.15 WIB. Biasanya, tidak berapa lama sesudah intruksi pertama akan ada instuksi berikutnya, “Flight attendants, landing position”, sebelum akhirnya pesawat menyentuh landasan. Namun, yang ada adalah pengumuman bahwa pesawat belum bisa mendarat karena masih menunggu izin dari otoritas bandara, dan pesawat kemudian berputar-putar di atas langit Jakarta. Hampir 30 menit berputar-putar, akhirnya terdengar pengumuman dari kokpit bahwa berhubung izin dari otoritas bandara belum juga keluar, dan pesawat sudah cukup lama berputar-putar maka diputuskan untuk mendaratkan pesawat di bandara terdekat, yaitu di Palembang. Pesawat akan mengisi bahan bakar di sana sebelum terbang kembali ke Jakarta.

Terdengar reaksi penumpang saling memandang dan bertanya-tanya apa penyebab Bandara Soekarno-Hatta tidak dapat didarati oleh pesawat saat itu. Waktu menunjukkan hampir jam 19.00 ketika pesawat GA-643 mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang. Segera terlihat pertugas bandara setempat masuk ke dalam kokpit pesawat dan berbicara dengan pilot. Cukup lama kami menunggu, informasinya simpang siur. Di awal ketika mendarat, diumumkan bahwa penumpang tidak perlu turun karena hanya untuk mengisi bahan bakar kemudian akan terbang kembali. Tetapi, akhirnya diumumkan bahwa seluruh penumpang diminta turun dengan membawa bagasi kabin, masuk ke ruang tunggu bandara, dan menunggu pengumuman boarding berikutnya tanpa ketegasan sampai berapa lama penumpang harus menunggu. Setiba di terminal, banyak penumpang mengakses situs berita detik.com. Barulah diketahui bahwa situasi tersebut diakibatkan oleh pesawat Singapore Airline SQ-232 yang terbang dari Sydney, Australia dengan tujuan bandara Changi, Singapura, yang meminta ijin mendarat di bandara Soekarno-Hatta karena ada kondisi darurat, dimana seorang penumpang mengalami serangan jantung sehingga harus diturunkan di bandara Soekarno-Hatta. Berhubung pesawat tersebut adalah pesawat super jumbo Airbus A-380, pesawat berhenti di landas pacu. Itulah yang menyebabkan banyak pesawat yang akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta pada saat itu terpaksa harus berbelok ke Palembang. Demikian juga pesawat yang akan lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta juga terhambat.

Setelah lama menunggu tanpa ada kepastian, akhirnya saya mendengar pengumuman bahwa pesawat GA-643 akan diberangkatkan lagi ke Jakarta pada pukul 21.40, karena harus menunggu pilot dan cabin crew dari Jakarta. Ternyata, pilot dan cabin crew yang membawa kami dari Makassar hari itu sudah 3 kali bertugas sehingga harus diistirahatkan. Situasi tersebut mengakibatkan jadual banyak penumpang menjadi berantakan. Ada seorang berkewarganegaraan asing rencananya dari Jakarta akan langsung terbang ke Amsterdam. Ada lagi yang rencananya dari Jakarta terus ke Semarang. Mereka semua malam itu terpaksa harus menginap dulu di Jakarta untuk keesokan harinya baru terbang ke tujuannya. Saya sendiri, sebenarnya sudah merencanakan untuk menonton film ke bioskop bersama anak-anak saya. Tetapi, kenyataannya terjadi tidak sesuai dengan rencana. Kecewa sudah pasti, demikian juga dengan penumpang lainnya. Tetapi, saya menyadari bahwa yang terjadi adalah sesuatu yang tidak dapat saya ubah sehingga saya harus bisa menerima kenyataan tersebut. Demikian pula saya perhatikan mereka yang malam itu terpaksa gagal tiba di tujuan akhirnya, bersikap pasrah menerima kenyataan itu. Namun, bagi beberapa penumpang situasi itu malah berdampak positif. Penumpang yang duduk di kursi seberang saya, dan beberapa lainnya, ternyata tujuan akhirnya adalah Palembang. Bagi mereka waktu tiba di Palembang menjadi lebih cepat, karena tidak perlu menunggu waktu transit di Jakarta sebelum terbang ke Palembang. Bagi saya, walaupun saya gagal memenuhi janji untuk menemani anak-anak saya menonton film di bioskop tetapi saya mendapat kesempatan langka untuk berbincang-bincang dan berdiskusi dengan mantan atasan saya di perusahaan yang saya tinggalkan delapan tahun yang lalu. Saya katakan kesempatan langka karena walau kami sama-sama di Jakarta, tetapi untuk mencari waktu khusus berjam-jam untuk berbincang-bincang banyak hal merupakan kesempatan yang hampir-hampir langka karena kesibukan masing-masing.

Respon kita ketika menghadapi suatu situasi jauh lebih penting daripada situasi itu sendiri. Kemampuan membedakan situasi yang bisa kita ubah dan yang tidak bisa kita ubah merupakan hal yang sangat penting. Bertindaklah untuk mengubah situasi yang bisa kita ubah. Tetapi, jika memang tidak bisa kita ubah terimalah situasi itu dengan lapang dada. Sang Pemenang, seringkali menemui situasi-situasi yang tidak bisa diubah. Hasil pencapaian bulan ini yang sudah terjadi adalah sesuatu yang tidak bisa kita ubah, jadi terimalah situasi tersebut dan berpikir jernih untuk mendapatkan hasil yang lebih baik di bulan berikutnya. Dengan menerima situasi yang tidak bisa kita ubah maka kita tidak perlu menghabiskan energi untuk ngotot mengubahnya. Dengan menerima situasi yang tidak bisa kita ubah maka pikiran kita akan tetap jernih dan menikmati hidup dengan lebih baik. Daripada marah tidak karuan, saya menikmati 3 jam waktu bincang-bincang dengan mantan atasan saya. Keterlambatan 6 jam tiba di Jakarta menjadi sesuatu yang tidak membuat hari saya menjadi kacau. Demikian juga halnya, respon mendiang Endang Rahayu Sedyaningsih ketika mengetahui dirinya menderita kanker paru-paru stadium lanjut. Alih-alih “menggugat” Tuhan atas penyakit yang dideritanya, beliau mensyukurinya dan menerima dengan ikhlas. Dengan respon seperti itu beliau mampu menjalani sisa waktu hidupnya dengan produktif dan memperjuangkan program pengendalian kanker dengan lebih giat. Beliau berhasil mengalahkan dirinya sendiri untuk tidak merespon situasi sulit tersebut secara destruktif. Sesungguhnya Sang Pemenang sejati adalah mereka yang berhasil mengalahkan dirinya sendiri.

Salam Pemenang!
                            
Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar