Inti dari lima artikel saya
sebelumnya, yaitu telaah atas kelima sosok / figur yang saya tuangkan dengan
judul “Kesuksesan Bukan Melulu Soal Uang”,
adalah bahwa bagi sebagian orang kepuasan atas kesuksesan dalam hidupnya bukan
semata soal uang. Bagi mereka, kepuasan lahir ketika mereka sukses mengubah
keadaan menjadi lebih baik bagi orang banyak. Bagi mereka, seandainya
keberadaannya dan apa yang mereka lakukan dapat memberikan manfaat bagi banyak
orang, itu sudah cukup. Namun, cerita-cerita tentang mereka bukan dimaksudkan untuk menabukan uang
sebagai produk kesuksesan. Uang memang bukan segalanya, tetapi dalam realita
segalanya memerlukan uang. Setidaknya, tanpa uang kita lebih banyak menghadapi
keterbatasan-keterbatasan pilihan dalam kehidupan kita. Artikel kali ini
menceritakan perbedaan antara “mengejar uang” dan “dikejar
uang”.
Saat itu, tahun 1999, saya baru
sekitar dua tahun menjadi karyawan di sebuah perusahaan besar dan terkenal, yang
bergerak di bidang perdagangan alat tulis dan kantor (ATK) di Jakarta.
Perusahaan tersebut didirikan pada tahun 1974. Saya ditunjuk menjadi anggota
panitia perayaan ulang tahun perusahaan ke-25, dan secara khusus bertugas
menyusun kaleidoskop perjalanan perusahaan selama 25 tahun. Saya merasa
beruntung mendapat penugasan itu, karena memiliki kesempatan mewawancarai para
pendiri perusahaan dan beberapa karyawan mula-mula yang bekerja sejak
perusahaan itu masih menjadi embrio. Dan berkesempatan membongkar arsip-arsip
foto kegiatan perusahaan yang terdokumentasi. Ada banyak cerita inspiratif
dalam perjalanan perusahaan sejak masih embrio hingga saat itu berusia 25 tahun,
khususnya cerita mengenai perjalanan sang pendiri sekaligus pemilik perusahaan
(saat ini sudah almarhum). Sepenggal cerita, yang relevan dengan judul artikel
ini, bermula pada tahun 1960-an ketika pendiri dan pemilik perusahaan, sebut
saja Pak Budi, masih muda dan tinggal di Medan, Sumatera Utara.
Sejak masih duduk di bangku
SMA di Kota Medan, Pak Budi selepas sekolah membantu kakak iparnya yang adalah
pedagang ATK. Dia membantu mengantar barang pesanan toko lain dan membantu penagihannya.
Pekerjaan itu dinikmati dan dijalani
dengan kesungguhan hati. Dia
berhasil membangun komunikasi yang baik dengan para pemilik toko langganan
kakak iparnya dan membangun kepercayaan dengan mereka. Pada masa itu distribusi
barang belumlah selancar sekarang. Untuk mendapatkan barang dengan harga yang
lebih baik para pemilik toko harus datang ke Jakarta dan menghabiskan waktu
beberapa hari untuk berbelanja barang dagangannya. Hubungan yang baik antara
Pak Budi dengan banyak pemilik toko langganan kakak iparnya membuahkan
kesempatan yang bagus. Beberapa pemilik toko sepakat mengutus Pak Budi ke
Jakarta mencari sumber barang dan membelinya dengan harga yang lebih baik
dibanding harga di Medan. Semua biaya transportasi, akomodasi dan biaya selama
ke Jakarta ditanggung bersama oleh beberapa pemilik toko, termasuk uang untuk
berbelanja barang tentunya disiapkan oleh mereka. Hal tersebut memberikan kesempatan
yang besar bagi Pak Budi. Jika orientasi Pak Budi adalah semata uang, dengan
kata lain mengejar uang, maka kesempatan tersebut akan dimanfaatkan dengan cara
mark-up semua biaya, seperti
penginapan, transportasi selama di Jakarta, harga-harga barang, dan hal
lainnya. Tetapi, Pak Budi tidak melakukan itu. Orientasi Pak Budi adalah
menjalankan misi yang ditugaskan secara maksimal. Dia lebih memilih menjaga kepercayaan para pemilik toko
dan menjalankan mandat secara bertanggung
jawab. Berapapun harga barang yang dibeli dia beritahukan apa adanya. Dia
melihat bahwa kesempatan yang diberikan para pemilik toko membuka kesempatan
dia membangun relasi dengan pedagang-pedagang besar ATK di Jakarta.
Para pemilik toko ATK di Medan
puas atas hasil kerja Pak Budi dan terkesan dengan prinsip Pak Budi, sehingga para
pemilik toko memberikan sebagian dari selisih harga beli barang di Jakarta dan
di Medan kepada Pak Budi. Dan akhirnya secara rutin para pemilik toko ATK di
Medan menugaskan pembelian barang dagangan mereka kepada Pak Budi, dan tentunya
setiap kepergian Pak Budi ke Jakarta menghasilkan uang baginya. Itulah saat uang
berbalik mengejar Pak Budi. Relasi dengan pedagang-pedagang besar ATK di
Jakarta juga terjalin semakin erat. Hingga akhirnya, uang yang terkumpul dan
hubungan baik dengan pedagang-pedagang besar di Jakarta menghasilkan sebuah
toko ATK di Medan bagi Pak Budi.
Itulah cerita awal perjalanan
Pak Budi dari seorang pemuda yang tidak punya apa-apa hingga memiliki sebuah
toko ATK di Medan. Toko ATK di Medan adalah awal dari lahirnya kelompok usaha
Pak Budi, yang saat ini sudah merambah ke berbagai bidang usaha. Pak Budi tidak mengejar uang, tetapi dia membuat uang mengejar dia dengan cara
melakukan suatu pekerjaan dengan kesungguhan hati. Kesungguhan hati dalam
melakukan suatu pekerjan lahir melalui dua cara, yaitu mengerjakan apa yang disukai (do what we love) atau menyukai apa yang dikerjakan (love what we do). Dalam hal ini,
Pak Budi menyukai apa yang dikerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar