“Satu-satunya
jalan untuk melakukan pekerjaan besar adalah dengan mencintai apa yang Anda
kerjakan” – Steve Jobs, Mantan CEO Apple
Pada artikel sebelumnya, “Pilih Mana: Anda Mengejar Uang atau Uang
Mengejar Anda”, saya bercerita bagaimana (alm) Pak Budi, pendiri dan
pemilik grup perusahaan yang awalnya bergerak di bisnis alat tulis dan kantor
(ATK), alih-alih mengejar uang beliau membuat uang mengejar dia sehingga dari
seorang anak muda yang tidak punya apa-apa bertumbuh menjadi pemilik sebuah
toko ATK di Medan. Artikel kali ini masih bercerita mengenai beliau, bagaimana
dari sebuah toko ATK di Medan menjelma menjadi sebuah pedagang grosir produk
ATK yang disegani di Jakarta, yang kelak bermetaformosa menjadi cikal bakal grup
perusahaan yang merambah ke berbagai bidang usaha. Cerita mengenai Pak Budi ini
bersumber pada hasil wawancara saya di tahun 1999, semasa beliau masih hidup.
Menjelang akhir tahun 1960-an,
Pak Budi memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. Ruko dua lantai yang menjadi toko
ATK di Medan dijualnya dan hanya cukup untuk membeli sepetak kios di Kongsi
Besar, Jakarta. Dia memutuskan untuk mengadu peruntungan sebagai pedagang
grosir produk ATK, dan berkompetisi langsung dengan pedagang-pedagang grosir
ATK yang sudah lama eksis. Suatu keputusan yang sangat berani, mengingat beliau
membuka toko grosir tanpa punya satupun pelanggan. Beliau mulai dari nol. Saat
itu beliau dibantu oleh seorang adik, istri dan beberapa karyawan. Keputusan
mengadu nasib ke Jakarta bagi Pak Budi adalah point of no return, sehingga dia
harus mengerahkan segala daya agar bisa menaklukkan Jakarta. Tantangannya
adalah jelas, bagaimana dia bisa mendapatkan pembeli. Agar pembeli mau kembali
membeli di tokonya, kepuasan pembeli menjadi syarat mutlak, sehingga pembeli
menjadi pelanggan, yang selanjutnya menjadi pelanggan yang loyal. Pak Budi
adalah seorang yang visioner. Walaupun dia hanya lulusan SMA dan tidak pernah
belajar ilmu marketing ataupun service marketing, tetapi dia sudah mempraktekkan
konsep kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dan itu terjadi di akhir
1960-an, dimana pada masa itu belum banyak perusahaan besar sekalipun yang
menaruh perhatian tinggi pada kepuasan pelanggan. Konsep kepuasan pelanggan
diterjemahkan oleh Pak Budi menjadi dua program utama, yaitu jaminan kualitas barang yang baik dengan
harga termurah, dan tambahan jasa
layanan pengepakan dan pengantaran barang belanjaan pelanggan ke ekspedisi
untuk dikirim ke alamat pelanggan di luar kota.
Pada masa itu, banyak
pedagang-pedagang dari luar Jakarta ketika kulakan
(membeli barang dagangan) menghabiskan waktu beberapa hari di Jakarta. Dan sering
terjadi, membeli barang tertentu di toko A, barang lainnya di toko B, toko C,
dan seterusnya. Kemudian barang-barang belanjaan dijadikan satu untuk di-packing dan dikirim ke alamat si
pedagang dari luar kota itu. Untuk packing
dan pengiriman pedagang dari luar kota akan meminta bantuan salah satu toko
grosir, dan toko grosir tersebut membebankan biaya pengepakan. Praktek seperti
itu lazim dilakukan toko-toko grosir. Pedagang dari luar Jakarta tidak perlu
repot-repot melakukan pengepakan dan pengiriman barang, dan sebagai imbalannya
membayar sejumlah uang kepada toko grosir yang telah membantunya. Namun, Pak
Budi memberikan jasa layanan tambahan tersebut secara gratis. Dia sendiri yang
akan menyiapkan barang-barang pesanan pelanggan, mengepaknya dan mengantarnya
ke ekspedisi. Dia lakukan itu selepas tokonya tutup, sehingga terkadang
pekerjaannya baru selesai larut malam. Namun, beliau sangat menikmati
pekerjaannya sehingga hal tersebut tidak dirasakan sebagai beban. Program
tersebut menjadi daya tarik bagi pedagang luar Jakarta yang merasa senang
berbelanja di toko Pak Budi.
Demikian pula dengan program jaminan
harga termurah yang bukan sekedar iming-iming, tetapi benar-benar diterapkan
tanpa kompromi. Sepanjang barang yang dimaksud sama persis maka jika ada toko
lain yang bisa menjual dengan harga lebih murah dari harga jugal Pak Budi,
beliau akan langsung mengganti selisih harganya. Pernah terjadi, pada suatu
hari seorang pelanggan dari suatu kota di Jawa Tengah membeli barang di toko
Pak Budi, dan seperti biasanya minta barangnya dikirim ke alamat pelanggan itu.
Keesokan harinya, pelanggan itu kembali ke toko Pak Budi dan komplain bahwa
harga jual di toko lain lebih murah. Berhubung barang yang dibeli pelanggan
sudah dikirim ke alamat pelanggan, maka Pak Budi memberi solusi yang sederhana
kepada pelanggannya. Beliau meminta pelanggan itu membeli barang yang sama ke toko
yang memberikan harga lebih murah, dengan jumlah yang sama seperti yang kemarin
dibeli ditokonya, dan kemudian diberikan kepada Pak Budi dan seluruh uang si
pelanggan dikembalikan. Program jaminan harga termurah, selain membangun
kepercayaan pelanggan, juga memberikan manfaat ganda kepada Pak Budi. Selain
membangun kepercayaan pelanggan, yang berujung pada loyalitas pelanggan, Pak
Budi juga dapat memantau harga jual di toko lain melalui pelanggan, yang aktif
membandingkan harga jual Pak Budi dengan toko-toko lainnya. Dalam tempo
singkat, hanya perlu beberapa tahun saja, Pak Budi telah memiliki basis
pelanggan loyal yang banyak. Tokonya tidak hanya menjadi tujuan para pedagang
yang berbelanja, tetapi juga para produsen produk-produk ATK yang meminta beliau
menjadi agen tunggal di Indonesia. Salah satunya adalah produsen produk ATK
terkenal dari Jerman, yang produknya antara lain pensil hitam berwarna biru dan
karet penghapus. Bahkan, kemudian mereka membentuk perusahaan patungan
(joint-venture) untuk memproduksi pensil itu di Indonesia.
Pak Budi sadar bahwa sebagai
toko grosir, yang sifatnya pasif (menunggu pelanggan), dia hanya bisa menjual
produk-produk yang termasuk hot-item (produk-produk yang dicari konsumen).
Padahal, sebagai agen tunggal pemegang merek tanggung jawab Pak Budi adalah
seluruh rangkaian produk yang diproduksi oleh produsen. Dan jumlah merek produk
ATK yang dipegang oleh Pak Budi saat itu sudah cukup banyak. Pemikiran itu
membuat Pak Budi memutuskan untuk mendirikan perusahaan distribusi, yang bisa
secara aktif memasarkan tidak hanya hot items tetapi juga item-item lainnya.
Tahun 1974, saat dimana Pak Budi membidani kelahiran sebuah perusahaan
distribusi produk-produk ATK dan peralatan kantor, yang mejadi cikal bakal sebuah
grup perusahaan. Dari sebuah toko grosir, yang bersifat pasif, bermetaformosa
menjadi sebuah perusahaan distribusi yang bersifat aktif.
Pak Budi mampu berpikir sejauh
itu karena beliau mencintai apa yang dikerjakannya. Dengan mencintai apa yang Anda
kerjakan, maka Anda memiliki sumber energi, yang tidak ada habisnya untuk
melakukan pekerjaan dengan kesungguhan hati. Kesuksesan adalah buah dari
pekerjaan yang dilakukan dengan kesungguhan hati, dan uang dengan sendirinya
akan mengejar Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar