“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % kerja keras.”
-Thomas Alfa Edison-
Minggu
lalu saya membaca sebuah berita dimana banyak masyarakat uangnya
terkatung-katung tanpa kejelasan akibat membeli atau berpartisipasi dalam
program investasi yang ditawarkan sebuah koperasi di Tangerang, Banten. Uang
yang diinvestasikan berkisar antara Rp 385.000 hinga Rp 14 juta dengan janji imbal
hasil sekitar Rp 75.000 hingga Rp 1,7 juta per bulan selama 33 bulan, dengan
kata lain sama dengan lebih dari 100% per tahun (Kontan, 27 Pebruari 2012). Suatu penawaran yang sangat
menggiurkan. Penawaran semacam itu sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya,
sudah banyak penawaran serupa dengan berbagai bentuk, dan semuanya juga
berujung pada ketidakpastian pengembalian uang peserta. Saya tercenung,
membayangkan situasi yang dialami oleh ribuan peserta / investor koperasi
tersebut. Resiko kehilangan yang mereka hadapi itu didorong oleh keinginan
mendapatkan hasil yang besar dalam jangka waktu singkat. Budaya serba instan
yang saat ini begitu kuat mempengaruhi banyak masyarakat kita dewasa ini. Ingin
segalanya tercapai dalam sekejab.
Dari apa yang selama ini saya
amati, apa yang saya baca, apa yang diceritakan oleh mereka yang sukses, dan
apa yang saya alami sendiri, semua kesuksesan tidak didapat dalam waktu
singkat. Seandainya ada maka biasanya kesuksesan itu tidak akan langgeng. Semua
orang sukses (di berbagai bidang) tetap bekerja keras, bahkan sangat keras. Setiap
hari mereka bangun dengan semangat yang menggelora. Sepanjang hari mereka
berpikir dan bekerja, kadang hingga larut malam. Ada proses yang harus mereka
lalui sebelum mencapai kesuksesannya. Kesulitan demi kesulitan, hambatan demi
hambatan, gangguan demi gangguan, tantangan demi tantangan, ancaman demi
ancaman datang, dan mereka hadapi itu satu demi satu dengan respon yang tepat.
Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar dan pendiri perusahaan General Electric, adalah contoh klasik
pekerja keras. Pada Usia 12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran,
buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf.
Proses dia menemukan lampu pijar penuh dengan cucuran keringat. Dia harus
melakukan ribuan kali percobaan hingga akhirnya baru berhasil menemukan lampu
pijar.
Kerja keras mengalahkan bakat
dan pengalaman. Saya teringat ketika mewancarai pak Budi (lihat artikel saya Cintailah
Apa Yang Anda Kerjakan), pendiri sekaligus pemilik grup perusahaan yang
berawal dari sebuah perusahaan distribusi alat tulis dan kantor. Dia bercerita
bagaimana di awal-awal bisnisnya dia ditawarkan oleh sebuah perusahaan mesin fotocopy dari Jepang menjadi distributor
tunggal di Indonesia. Tentu dia menerima tawaran itu dengan senang hati, dan
tanpa berpikir panjang dia menyanggupi jumlah unit yang harus dia jual selama
setahun. Pak Budi bercerita, bahwa sepanjang perjalanan Tokyo-Jakarta, dia
terus berpikir keras bagaimana dia dapat memenuhi target yang ditetapkan
prinsipal, sementara dia belum punya pengalaman sama sekali dalam menjual mesin
fotocopy. Sampai dengan waktu itu,
pak Budi baru berkecimpung di distribusi produk alat tulis dan kantor. “Tapi, saya sudah telanjur komit dengan
prinsipal. Jadi bagaimanapun saya harus berusaha memenuhi komitmen itu”,
katanya. Dan pak Budi bekerja keras, sangat keras. Foto-foto jaman dahulu
menceritakan bagaimana pak Budi turun tangan sendiri dalam pameran-pameran
mesin perkantoran. Akhirnya dia berhasil memenuhi target yang telah dia
sanggupi. Demikian pula tahun-tahun selanjutnya. Kerja kerasnya berbuah manis. Berturut-turut
dua merek lain mesin fotocopy, yang
keduanya juga dari Jepang, ditawarkan kepada pak Budi sebagai distribusi
tunggal mereka. Hingga saat ini ketiga merek berbeda mesin fotocopy buatan Jepang itu dipasarkan oleh ketiga perusahaan pak
Budi.
Dulu semasa SMA, saya punya
dua orang teman satu kost yang keduanya kuliah di Fakultas Kedokteran, sebut
saja Andy dan Brian. Brian tampak lebih cerdas dan berbakat daripada Andy,
tetapi saya memperhatikan bahwa Andy lebih tekun belajar, sementara Brian lebih
santai. Andy belajar dengan keras. Dan dapat diduga, di akhir tahun Andy naik
ke tingkat berikutnya sementara Brian harus menelan pil pahit karena tidak naik
tingkat.
Cerita-cerita
di atas adalah cerita mereka yang meraih kesuksesan karena kerja keras. Mereka
sama sekali tidak merasa tertekan untuk bekerja keras, sebaliknya mereka
menikmati kerja keras itu. Mereka menyadari bahwa ada harga yang harus dibayar
untuk sebuah kesuksesan. Dan mereka membayarnya dengan sukacita, karena mereka
tahu bayarannya setimpal dengan kesuksesan yang diraihnya. Itulah proses yang
sesungguhnya harus dilalui oleh Sang Pemenang. Last but not least, usaha dan kerja keras masih perlu dilengkapi
dengan doa. Berdoa agar kita diberikan kekuatan, ketahanan, dan kesehatan yang
diperlukan dalam menjalani rute Sang Pemenang.
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Luar biasa pak...berkaryalah untuk sesama terus menerus agar kita semua mencatat sejarah sebuah kehidupan mendatang...Gbu pak
BalasHapusTerima kasih pak Mulyono.....
BalasHapusAmin. Dukung terus dlm doa ya pak.....
JLU.