Kata-kata
bijak mengatakan bahwa jika kita ingin mengenal seseorang lebih jauh kenalilah
lingkungannya, kenalilah kelompoknya, teman-teman bermainnya. Saya pikir ada
benarnya juga. Sebagian penjahat merupakan penjahat kambuhan. Demikian juga halnya
dengan pecandu narkoba. Anda masih ingat sebuah cerita seorang anak manusia
yang sejak bayi dirawat oleh sekumpulan serigala? Dalam cerita itu, ketika anak
manusia tersebut beranjak dewasa dia bersikap layaknya seekor serigala.
Namun, kabar baiknya adalah
bahwa cerita itu juga menegaskan bahwa manusia adalah manusia, bukan hewan.
Akal budi menjadi pembeda yang nyata. Manusia memiliki kehendak bebas. Bebas
menentukan dirinya. Lingkungan yang ada saat ini bukanlah vonis mati. Selalu
ada kesempatan untuk keluar dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan
kita. Dan itu dimulai dari suatu keputusan. Keputusan dari diri kita sendiri. Jamar Rogers adalah seorang pemuda tim
asuhan Cee Lo Green, salah satu juri
dan pelatih dalam ajang kompetisi The
Voice Season 2 yang saat ini sedang berlangsung. Dia adalah mantan pecandu
narkoba dan positif terinfeksi HIV. Namun, enam tahun yang lalu Jamar Rogers mengambil keputusan untuk
keluar dari kecanduannya, dan saat ini dia sudah bersih, dan menapak kehidupan
yang lebih baik.
Jamar Rogers adalah salah satu contoh mereka yang mengambil
keputusan untuk keluar dari lingkungannya yang tidak mendukung kesuksesannya. Sementara,
ada banyak lainnya yang hingga kini belum berhasil, tepatnya belum mau, keluar
dari lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan mereka. Mengapa bisa demikian?
Karena mereka merasakan kenyamanan (walaupun semu) dalam lingkungan tersebut.
Mereka belum mau keluar dari comfort zone-nya.
Harus diakui, memasuki dan menapaki hidup dalam lingkungan yang baru bukanlah
perkara mudah. Tantangan datang dari kedua pihak. Pertama adalah dari komunitas
lingkungan lama yang akan mencibir kita yang dianggap aneh dan sok. Kedua,
lingkungan baru yang belum yakin apakah kita sungguh-sungguh akan berubah. Prosesnya,
pada awalnya, akan terasa menyakitkan. Ada harga yang harus dibayar untuk
sebuah perubahan yang lebih baik. Tetapi, percayalah harga tersebut sepadan
dengan hasil akhirnya.
Terkadang ketakutan menjadi
penghalang bagi tekad kita keluar dari comfort-zone.
Saya teringat dengan situasi saya sepuluh tahun yang lalu. Saat itu saya sudah
sekitar sepuluh tahun lulus S-1, dan sudah mencapai posisi senior manager. Saat saya lulus S-1, ada cita-cita saya untuk bisa
mengambil kuliah S-2. Namun, cita-cita itu mulai memupus dengan membayangkan
betapa sulitnya kuliah S-2 sambil bekerja meniti karir dan berkeluarga, belum
lagi kalau mengingat masalah biaya yang harus disiapkan. Itulah comfort-zone saya saat itu. Namun,
sepuluh tahun yang lalu, pada suatu kesempatan bincang-bincang, kolega saya di
tempat kerja baru bercerita bahwa dia sedang studi S-2 dan dalam proses akhir mengerjakan
tesis. Saat itu, saya berpikir koq dia bisa ya? Padahal kondisi dia sama dengan
saya, dia juga bekerja (satu kantor dengan saya dan pada posisi jabatan yang
sama tapi berlainan divisi), dan juga sudah berkeluarga. Kalau dia bisa kenapa
saya tidak bisa? Tanpa berpikir lebih lama lagi, saya mendaftar kuliah S-2. Dan
puji syukur kepada Tuhan yang melapangkan jalan yang saya ambil. Saya mengambil
fasilitas bea siswa 50% dari kantor dengan ikatan dinas. Saya menyelesaikan
studi S-2 dengan hasil yang sangat memuaskan, dengan IPK mencapai 3.94 dari
skala 1-4. Dan itu saya capai di sela-sela kesibukan kerja dan waktu ekstra
yang harus saya berikan kepada putra kembar saya, yang saat itu sudah berusia
tiga tahun tetapi belum bisa bicara sama sekali.
Jadi, jika Anda ingin memiliki
pola pikir positif, bergaullah dengan orang-orang yang berpikir positif. Jika Anda
ingin sukses, bergaul dan belajarlah dari orang-orang yang sukses. Dengan
bergaul dengan orang-orang sukses kita dapat belajar pola pikir mereka, cara
pandang mereka dan kebijaksanaan (wisdom)
dari mereka. Salah satu wisdom yang
saya dapat dari perbincangan dengan seorang pengusaha muda baru-baru ini adalah,
tetapkan target pencapaian Anda setinggi mungkin, misalnya tetapkan target pada
angka 100. Dengan attitude yang benar
tentu Anda akan berusaha mengejar angka 100. Jika pada akhir proses usaha Anda
ternyata hanya berhasil mencapai angka 75, itu tetap lebih baik daripada Anda hanya
menetapkan target pencapaian pada angka 50, yang jika berhasil tetap lebih
kecil daripada angka 75.
Sebagai penutup, tulisan ini
tidak dimaksudkan agar Anda hidup eksklusif dengan hanya bergaul dengan
orang-orang tertentu dan mengabaikan mereka, teman-teman Anda, sahabat Anda
yang saat ini masih terpuruk atau hidup dalam lingkungan yang tidak mendukung
kesuksesan mereka. Kita bergaul dengan semuanya, tetapi membatasi diri untuk
tidak larut dalam lingkungan mereka, lingkungan yang tidak mendukung kesuksesan.
Justru tugas kitalah untuk menebar virus perubahan positif dan mengajak mereka
keluar dari comfort zone mereka,
seperti yang dilakukan oleh sahabat saya. Sahabat saya sejak beberapa tahun
yang lalu memutuskan untuk mulai berwirausaha. Dalam kesempatan bincang-bincang
santai dengan dia beberapa waktu yang lalu dia bercerita bahwa beberapa orang
tetangganya sudah tertular virus wirausaha yang dia tebarkan dalam setiap
kesempatan kumpul-kumpul bersama tetangganya. Jadi, sekali lagi pilihkan
lingkungan yang tepat, lingkungan yang mendukung kesuksesan Anda, karena kita
adalah lingkungan kita.
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar