![]() |
Rachel Ibrahim |
Rachel bukan wanita biasa. Dia memang kelihatan biasa. Yang membedakannya adalah, dia seorang yang anti kemapanan.
“Setiap kali saya
berada dalam kondisi yang mapan, saya gelisah ingin mencari sebuah perjalanan dan terobosan baru. Bila
tidak saya lakukan, saya merasa seakan tenggelam”, ungkap Rachel.
Banyak orang tidak tahu apa tujuan hidup mereka
di dunia ini. Tapi, tidak
bagi Rachel. Dia tahu
apa yang diinginkan dan yang menjadi tujuan hidupnya. Sangat jelas.
“Saya mencoba menarik
diri keluar dari situasi, sehingga saya dapat mengamati lebih cermat apa yang saya inginkan serta peluang-peluang yang ada”, tambah Rachel.
Dalam menjalani kehidupannya, Rachel menganggap
tindakan itu lebih penting dari sekedar bicara. Memang, dalam banyak hal Rachel menghindari berbicara. Dia lebih suka bertindak dan bekerja keras dan
membiarkan orang-orang menyaksikan dan merasakan hasilnya.
Mengaku bukan orang yang ambisius, namun Rachel
pantang diremehkan. Apapun itu, hal kecil apapun, enerji dalam jiwanya mengalir
dan memacunya untuk membuktikan bahwa dia tak pantas diremehkan, bahwa dia adalah seorang pemenang.
“Saya senang bila
semakin banyak orang yang meremehkan saya. Karena itu akan memacu semangat saya
lebih besar lagi untuk menjadi lebih baik“, kata Rachel sambil tersenyum. Tekanan dari
luar, justru membuat jiwanya semakin matang dan bijaksana.
Bulan Juni 2012, Gallery Rachel dibuka di UOB
Building, yang
berlokasi di jantung Jakarta. Pembukaannya yang dihadiri oleh para pejabat,
pengusaha, kolektor dan pencinta art
menjadi perbincangan hangat kalangan seni rupa. Rachel tetap dengan kerendahan
hatinya, penuh senyum dan tawa karena sebuah kemapanan telah didobraknya dan
terobosan baru segera dimulai.
Empat tahun sebelumnya, Rachel
melepaskan delapan
belas tahun perjalanan karir
di dunia perbankan saat AMEX menutup kantornya di Jakarta, dan Rachel terjun ke dunia art tahun 2008 dengan mendirikan SIGIart bersama seorang mitranya. Bukan
sesuatu yang mudah karena ia melepaskan sebuah kemapanan, kenyamanan dan
mencari sesuatu yang dapat mengisi kekosongan jiwanya.
“Tahun 2008 bukan
tahun yang mudah untuk memulai usaha. Saat itu krisis finansial mempengaruhi gairah berbisnis di Indonesia. Tapi, itu tak menghalangi saya untuk mendirikan
sebuah galeri,”
tuturnya.
Rachel datang dengan konsep galeri yang baru
dan menghadirkan karya-karya seni yang unik jauh dari karya-karya mainstream yang ditawarkan galeri-galeri
lain. Ia mencoba menciptakan pasarnya sendiri dengan karya-karya seni yang
berbeda. Tiap bulan dengan giat Rachel memamerkan karya-karya seni yang unik
tanpa memperdulikan cibiran yang menghampiri dirinya sebagai pendatang baru di
dunia seni.
“Saya tahu kelebihan
dan kekurangan diri saya, maka saya juga tak segan untuk terus menerus belajar.
Saya bepergian bolak balik Jakarta-Bandung untuk belajar dunia seni ini dari
para pakarnya”,
ungkapnya mengenai perjuangan panjang untuk eksis di dunia seni.
Sebuah terobosan dalam dunia seni ia lakukan
saat bekerja sama dengan Ay Tjoe Christine, seniman wanita asal Bandung yang
saat itu sedang naik daun. Ay Tjoe menghadirkan cerita hidupnya dalam lembaran
kanvas yang panjangnya 20 meter.
“Saya berpikir luar
biasa keras bagaimana memamerkan karya ini dan bagaimana memenuhi
keinginan para kolektor untuk memilikinya. Saya tidak ingin karya sepanjang 20
meter ini hanya dimiliki oleh satu orang kolektor saja”, tuturnya.
![]() |
Rachel Ibrahim bersama buku ANGEL & DEMON |
Maka karya Ay Tjoe itu dipamerkan oleh Rachel hanya bagi 20 orang
yang ia undang secara khusus pada bulan Juni 2010. Sebagian besar dari kedua
puluh orang ini belum pernah memiliki karya Ay Tjoe sama sekali. Karya Ay Tjoe
sepanjang 20 meter itu dibentang di atas struktur bulat yang dibangun
khusus untuk menampilkan karyanya. Dalam
ruang pamer tertutup itu, kedua puluh orang ini dibiarkan oleh Rachel untuk
berdiskusi dan memutuskan bagaimana berbagi bidang kanvas Ay Tjoe yang
diinginkan oleh mereka. Sebuah konsep terobosan oleh Rachel yang mengundang
pembicaraan ramai dan eksposur yang luar biasa di berbagai media.
Semangat pemenang Rachel adalah keterbukaan
dirinya. Ia memiliki sifat generosity
yang menonjol. Rachel bukan
orang yang menyimpan segala sesuatu dan ilmu bagi dirinya sendiri. Ia enjoy dan tidak
segan berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada orang lain.
“Saya tidak pernah
takut berbagi ilmu kepada siapa pun. Saya sangat percaya bahwa mereka yang
menabur mereka jugalah yang akan menuai. Saya sangat terbuka untuk berbincang dengan
siapapun mengenai dunia seni yang luar biasa menarik ini”, ungkap Rachel.
Dan Rachel tidak pernah berhenti belajar. Pengalaman hidupnya selalu memberi sebuah pelajaran baru yang positif dan
membuatnya menjadi semakin
arif dan bijaksana. Ia selalu mempunyai pandangan lain dalam melihat sebuah
masalah, dan itu sangat menyejukkan.
Keberhasilannya tidak membuatnya angkuh, ia tetap rendah hati, ramah dan
terbuka.
“Saya sangat
memperhatikan hal-hal kecil dalam mengelola galeri serta artis-artis muda
dibawah manajemen saya, termasuk untuk tidak pernah meremehkan satu pun telepon
atau orang yang mencoba menghubungi kami”, cerita Rachel. Ia mendedikasi perhatian yang luar
biasa terhadap hal tersebut, termasuk mewajibkan staffnya untuk memberi perhatian ekstra bagi
klien-klien dan semua orang yang menjalin kontak dengan galeri dan dirinya.
Tiga tahun setelah memulai SIGIart, Rachel menemukan sebuah kejemuan karena ternyata kemapanan itu hadir kembali lebih cepat
dari yang diduganya. Jiwanya kembali gelisah dan dia mendambakan sebuah terobosan baru lagi di
dunia seni. Kini ia memiliki visi untuk memiliki sebuah galeri yang memiliki
jaringan dan reputasi internasional. Visi ini bukan milik semua orang dan belum
tentu dapat dipahami oleh semua orang. Tetapi, Rachel tidak keberatan
membagi visinya. Termasuk juga berbagi peluang dengan orang lain.
Akhirnya, Rachel bertemu dengan mitra baru yang memiliki
pandangan yang sama dengannya. Kini, jiwa Rachel bergelora dengan semangat baru. Gallery Rachel kini
menyiapkan langkah-langkah baru untuk mewujudkan visinya. Rachel masih tetap
sederhana, namun semangat yang menggebu terpancar dari jiwanya. Sifat generosity-nya yang dominan telah
membawanya sejauh ini dari tidak memiliki pengalaman di bidang seni hingga memiliki sebuah galeri yang memiliki
jaringan dan reputasi internasional.
Rachel adalah Sang Pemenang. She is always a winner. Time will tell.
Salam Pemenang!
Catatan
- Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung atau di amazon.com (search “ANGEL & DEMON Indonesia edition”).
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
setuju sekali makasih udah share
BalasHapusalat berat untuk proyek konstruksi