Seseorang yang berasal dari keluarga sederhana
harus tetap tegar, tidak boleh menyalahkan keadaan dan berani berjuang sejak
dini. Itulah prinsip Sutomo, dan dia telah membuktikannya.
Sutomo lahir di Bandar Lampung, 21 Desember
1966, dari keluarga yang sangat sederhana merupakan anak keempat dari enam
bersaudara. Ayahnya, yang lahir di
Bangka pada tahun 1925, sejak usia 16 tahun pergi merantau ke Bandar Lampung. Pendidikan yang rendah
mengharuskan ayahnya bekerja keras sebagai pekerja kasar.
Tapi, ayahnya
memiliki sifat attentive, yang jeli memperhatikan situasi dan tahu apa
yang harus dilakukan untuk mengubah kondisi yang dialaminya. Untuk memperbaiki
nasibnya, ayahnya belajar service mobil dari penjajah Jepang. Dan ayahnya
menjadi seorang monitor mobil, yang
penghasilannya tidak menentu tergantung mobil yang datang.
Di Bandar Lampung,
ayahnya bertemu dengan jodohnya, seorang wanita kelahiran Bandar Lampung yang berbeda
tujuh tahun lebih muda. Pendidikan ibunya juga hanya sampai kelas tiga SD,
karena sat usia 9 tahun ibunya sudah berstatus yatim piatu. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga
yang bersahaja, yang dengan telaten mengasuh keenam anaknya.
Sekali pun kehidupan mereka sulit namun
orangtua Sutomo mempunyai beberapa prinsip
yang Santa bagus, yang kemudian menjadi pedoman hidup saya, yaitu kerja keras,
disiplin, dan tidak bergantung pada orang lain. Ayahnya adalah pekerja keras.
Jika terkait dengan urusan pekerjaan, ayahnya sangat gigih. Sebagai seorang
montir, kadang pelanggannya minta mobilnya segera dikerjakan karena mobilnya
akan dipakai. “Tidak jarang papa harus
bekerja hingga larut malam untuk
memenuhi permintaan pelanggannya”, tutur Sutomo.
Ayahnya juga termasuk orang yang sangat
disiplin terhadap waktu. Ayahnya tahu kapan waktu untuk bekerja dan waktu untuk
keluarga. Dalam bekerja pun spare parts untuk mobil yang satu selalu diletakkan di
satu boks tertentu, dan spare parts
mobil yang lain diletakkan di boks yang lain. Sehingga spare parts mobil pelanggan tidak
pernah tertukar, yang akhirnya efisiensi kerja dapat tercapai. Ayahnya
tidak mau bergantung kepada orang lain. Jika ada suatu pekerjaan atau hal-hal baru yang belum diketahuinya, dia selalu
belajar atau bertanya kepada orang lain.
Dia selalu membekali pengetahuan dirinya sejak dini. Itulah sifat alertness yang sudah dipelajari oleh
Sutomo sejak kecil. “Saya, kakak, dan
adik selalu dididik untuk bekerja di
waktu liburan sekolah”, ujar Sutomo.
Sifat alertness
ayahnya melekat erat pada diri Sutomo, dan sangat bermanfaat bagi dirinya dalm
menghadapi kehidupan selanjutnya. Pada usia sembilan tahun, dimana anak-anak
seusia Sutomo sepulang sekolah bebas bermain, tapi tidak untuk Sutomo. “Saya harus belajar dan bekerja. Pada saat
itu saya bekerja membungkus sabun, membungkus semprong lampu, membungkus kue
kering, mencuci botol di pabrik minuman
ringan”, kenangnya. “Upah dibayarkan
setiap minggu. Jadi, jika tiba hari Sabtu saya sangat senang sekali bisa
memiliki uang yang cukup lumayan pada saat itu”, jelasnya sambil tersenyum.
Menginjak usia dua belas tahun, ayahnya
menderita sakit yang cukup berat. “Papa
kena syaraf otaknya sehingga tidak bisa bekerja lagi. Ekonomi keluarga berantakan”, ujarnya. “Suatu malam, papa memanggil keempat anak
laki-lakinya, kakak saya, saya dan dua
adik. Ayahnya berkata bahwa dia sudah tidak bisa membiayai sekolah kami.
Dia berkata jika masih mau sekolah, kami
disuruh mencari uang masing-masing”, tutur Sutomo.
‘Beruntung’ ada pelanggan ayahnya yang baik hati, yang
menawarkan ke ayahnya agar Sutomo dan saudara-saudaranya bekerja menjual air
minum yang diambil dari sumber air yang
ada di tanah miliknya. ‘Keberuntungan’ yang bukan keberuntungan, karena
sesungguhnya didikan ayahnya telah membuat Sutomo dan saudara-saudaranya selalu
siap dan sigap menyikapi situasi sulit. Prinsip hidup ayahnya telah membuat
Sutomo dan saudara-saudaranya terbiasa untuk bekerja keras, tanpa memilih-milih
pekerjaan yang harus dilakukan.
“Akhirnya
kami berempat berjualan air demi menyambung hidup dan sekolah kami. Yang bersekolah pagi mendapat tugas
berjualan di siang hingga sore hari, sedangkan yang sekolah siang, paginya
berjualan air”, kenang Sutomo.
“Pada usia dua belas tahun, saya duduk di
bangku kelas enam SD. Sangat berat memang untuk mengangkat air seberat 19 liter per kaleng.
Tapi, saya tetap jalani karena memang
itulah yang dapat membiayai hidup saya dan keluarga serta biaya sekolah
saya”, lanjut Sutomo menceritakan kondisi saat itu.
Setelah tamat SD, Sutomo melanjutkan ke SMP
Xaverius Teluk Betung. Tentu saja Sutomo tidak mempunyai biaya untuk masuk
sekolah, hingga akhirnya kakak tertuanya menghadap Kepala Sekolah Suster
Elizabeth untuk minta keringanan biaya
masuk sekolah dan uang sekolah. Setelah mendapat persetujuan dari suster,
akhirnya Sutomo bisa bersekolah. “Untuk membayar uang sekolah, saya peroleh
dari hasil penjualan air sampai tamat
SMP. Jika hasil penjualan ada kelebihan, saya menyisihkan Rp 500,- untuk membeli sayur. Rp 500,- pada waktu itu
mungkin setara dengan Rp 25.000,- nilai
sekarang”, ujarnya.
Setelah tamat SMP, Sutomo mendaftar ke SMA
Negeri 2 Tanjung Karang. “Saya pilih sekolah negeri karena biayanya murah. “Uang masuk saat itu Rp 35.000,- dan
uang sekolah Rp 900,- per bulan. Untuk
membayar uang masuk pun saya harus mengangsur beberapa kali. Setiap hasil dari
penjualan air selalu saya sisihkan untuk membayar uang masuk sekolah”, kenangnya.
Memasuki kelas 3, teman-temannya sudah
merencanakan pilihan universitas mana yang akan dituju, sementara Sutomo menghadapi
kebingungan. Lagi-lagi dia terkendala biaya pendidikan. “Saya sangat sedih sekali kala itu karena tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya harus
mengumpulkan uang lagi untuk membayar
biaya masuk kuliah”, ujarnya. Tetapi, semangat Sutomo untuk
mengenyam pendidikan tidak surut. Dia yakin, pedidikan tinggi adalah tiket dia
untuk melanjutkan perjuangannya sebagai Sang Pemenang. Itulah sifat alertness yang dimilikinya pada situasi
dia saat itu.
“Setahun
kemudian saya baru bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya pilih ke Akademi
Akuntansi Lampung (A2L), hingga
akhirnya saya menyelesaikan pendidikan D3 Akuntansi. Setahun berikutnya saya
melanjutkan lagi ke STIE Lampung. Dan akhirnya
saya dapat menyelesaikan S1
Akuntansi”, jelasnya.
Wajahnya menyiratkan kebanggaan. “Pengalaman
bekerja di sektor non-formal, seperti membungkus kue, membungkus sabun, mencuci
botol minuman sampai menjual air minum pada masa kecil hingga remaja telah
membuat saya memahami kehidupan dan bagaimana mengatasinya”, ujar Sutomo.
Sutomo mengawali karirnya dengan bekerja
menjadi Sales Admin di PT Capella Patria Utama Cabang Lampung. Prestasi kerja
yang ditunjukkannya mengantarnya pada posisi sebagai salesman. Tugas Sutomo adalah menjual berbagai barang distributor
GS Battery, Kayaba Shock Absorber, KSK
Brake Shoe, Federal Chain, Showa Shock Absorber, dan beberapa parts dari PT Astra International, Tbk.
Dari profesi salesman, Sutomo berpindah haluan menjadi Staff Accounting di PT
Vista Grain Corporation. Karirnya terus menanjak menjadi Section Head di PT
Charoen Pokphand Indonesia di Lampung. Kemudian
menjadi Accounting Manager di PT
Centralpertiwi Bahari. Dan akhirnya melangkah ke Jakarta sebagai
Internal Consultant di kantor pusat PT Charoen Pokphand Indonesia, dengan jabatan
Team Leader - FICO SAP Consultant. PT Vista Grain, PT Centralpertiwi Bahari
merupakan perusahan afiliasi PT Charoen Pokphand Indonesia.
Dalam perjalanan karirnya tentu saja Sutomo
pernah mengalami situasi-situasi sulit. Namun, tentu saja juga dia mempunyai
kiat untuk mengatasinya. “Situasi yang
paling sulit yang pernah saya alami adalah pada saat diminta menangani
produk-produk yang baru di launching dengan harga jual yang tidak murah. Saat
itu saya masih menjadi salesman di PT
Capella Patria Utama Cabang Lampung (CPU)”, tuturnya. “Awal-awal memasarkan produk-produk tersebut sangat sulit karena
sebagian besar pelanggan pesimis produk-produk itu bisa diterima pasar”,
lanjut Sutomo. “Alasannya klasik, harga terlalu tinggi produk belum dikenal”,
jelasnya.
Respons pelanggan sempat membuat hati Sutomo
miris dan membuatnya sedikit goyah.
Namun, Sutomo yakin akan bisa menjalankannya. Sutomo melakukan pendekatan
personal kepada key person, tidak langsung kepada produk yang dijualnya. Sutomo
berdiskusi mengenai hal-hal yang menjadi hot
news saat itu, bercerita mengenai
hobi dan apa saja yang diminati key person itu. “Dalam berdiskusi jangan menentang pandangan yang berbeda dengannya,
ikuti saja alur yang dia inginkan”, ujar Sutomo menjelaskan kiatnya dalam membangun
relasi dengan pelanggan.
Jika diperlukan, Sutomo ikut membantu melayani
pelanggan toko itu. “Sebagai seorang
salesman saya sadar, tidak mungkin menawarkan produk-produk kita saat toko
sedang banyak pembeli. Saya ikut melayani pembeli, membungkus produk yang
terjual. Setelah toko agak sepi barulah saya menawarkan produk”, tutur
Sutomo. “Di beberapa toko kondisi barang
selalu berantakan, setiap kali tidak pernah rapi. “Jika saya datang ke toko,
saya selalu merapikan produk-produk saya agar mudah dilihat penjaga toko.
Dengan mudah dilihat sehingga apabila ada pembeli maka produk saya yang akan
diambil duluan”, Sutomo menjelaskan alasannya.
Selain sebagai seorang salesman, Sutomo juga
bisa menjadi seorang konsultan bagi pemilik toko. Dengan ringan Sutomo akan membantu
pelanggan dalam pengisian SPT Tahunan. Bahkan, mengajar pelajaran buat
anak-anak pemilik toko.
“Setelah
melakukan pendekatan itu maka produk-produk yang saya pasarkan mendapat respon
yang baik di toko-toko pelanggan”, ujarnya. “Ada tiga produk yang
saat itu selama saya pegang meledak di pasar, yaitu; KSK Brake Shoe, Kayaba
Shock Absorber, dan Federal Chain”,
lanjutnya. “Ketiga produk tersebut saat
itu adalah pendatang baru di pasar, ditambah lagi harga jualnya di atas harga
produk sejenis yang ada di pasaran. Akhirnya, saya berhasil mencapai hasil yang
luar biasa dengan melakukan kiat-kiat di atas”, jelasnya.
Ganjaran yang dia dapatkan atas keberhasilan
itu sungguh sangat berkesan bagi Sutomo. “Insentif
paling spektakuler saya dapatkan produk KSK Brake Shoe. Jika penjualan
melampaui target, saya akan mendapat insentif dari produsen sebesar Rp 250 per
set. Bayangkan berapa insentif yang saya terima saat itu dengan menjual sampai
40.000 set. Selain insentif dari produk KSK Brake Shoe, saya juga mendapat insentif dari
penjualan produk lainnya. Saat-saat itu menjadi momen yang paling berkesan
dalam hidup saya”, kenang Sutomo.
“Kita
dikatakan berhasil dalam menjalankan profesi sales jika kita mampu ‘memasarkan
diri’ diri kita sehingga menjadi kebutuhan pelanggan kita”, ujar Sutomo. “Artinya, jika pelanggan
kita merasa puas
dengan apa yang
kita berikan kepadanya maka
dengan sendirinya orang tersebut akan senantiasa mencari kita. Dengan demikian
produk-produk yang kita tawarkan akan lebih mudah diterima mereka”, jelas
Sutomo. “Semua itu tidak datang dengan
sendirinya, kita harus kerja keras, kerja cerdas, jujur, dan ringan tangan
memberikan bantuan yang mereka perlukan”, lanjut Sutomo.
Sifat alertness
Sang Pemenang yang dominan sehingga selalu siap dan sigap membaca situasi,
serta ketekunan, tidak mudah putus asa, dan selalu berpikir positif telah
mengubah 180% kehidupan masa kecil Sutomo. Pencapaian demi pencapaian terus
diraihnya. Namun, Sutomo tetaplah seorang yang sederhana, banyak membantu
kegiatan sosial, dan juga memotivasi anak-anaknya agar bisa meraih kesuksesannya
masing-masing.
Kesuksesan dalam karirnya semakin lengkap
dengan kesuksesan dalam membina rumah tangga. Sutomo bersyukur memiliki Fung
Khian, istrinya yang dua tahun lebih muda dari Sutomo. “Kebahagiaan kami semakin lengkap dengan kehadiran ketiga anak kami
yang semuanya lahir di Lampung”, ujar Sutomo. “Anak pertama, Ivan Andri Kurniawan, saat ini masih kuliah di Binus
University, Alam Sutera, Tangerang, Banten. Anak kedua, Shandra Kurniawati,
saat ini duduk di kelas 12 SMA Tarakanita Gading Serpong, Tangerang. Sedangkan
yang bungsu, Trianjaya Kurniawan, duduk di kelas 7 SMP Tarakanita Gading
Serpong. Saya berharap anak-anak akan menjadi Sang Pemenang dalam episode kehidupannya,”
Sutomo mengungkapkan harapannya sambil tersenyum bangga. Senyum seorang Sang
Pemenang.
Salam Pemenang!
Catatan
- Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung.
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Mengapa judul buku anda Angel and Demon
BalasHapusmeniru judul novel karya Dan Brown?
Terima kasih atas pertanyaannya, Nipa Wati. Saya melihat pertanyaan kamu menjadi dua bagian yg berbeda, yaitu;
BalasHapus1. Mengapa judul buku saya ANGEL & DEMON?
Buku itu terdiri atas 7 Bab, Bab 1 Sang Pemenang, berisi konsep kesuksesan dan kiat-kiat dlm mengembangkan diri sendiri menjadi Sang Pemenang, Bab 2 ANGEL & DEMON, merupakan gagasan inti dlm buku tsb, yaitu mengenai penyadaran bahwa dlm diri setiap manusia ada unsur Angel dan ada unsur Demon. Pilihan ada di tangan kita. Selain pemahaman umum maka dlm buku saya ANGEL & DEMON juga merupakan singkatan, yaitu Alertness, No-compromise, Generosity, Enthusiasm, Loyalty. Sedangkan DEMON adalah singkatan dari Dependent, Egotism, Malevolant, Obsolescent, Narsissistic. Dalam bab tsb satu demi satu singkatan ANGEL & DEMON dijelaskan maknanya. Bab 3 s/d 7 berisi 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang (tiap bab terdiri atas 6 kisah)
2. Mengapa meniru judul novel karya Dan Brown?
Angel dan Demon adl kata benda yg umum, yg artinya Malaikat dan Iblis. Karya Dan Brown adalah sebuah novel sedangkan buku saya adalah buku motivasi/inspirasi. Nah, dgn memahami kondisi itu dan penjelasan pd jawaban pertanyaan pertama, maka kami tdk melihatnya sebagai meniru. Terlebih lagi skr buku kami sudah dapat dibeli melalui amazon.com. Kira-kira apakah amazon.com mau menjual buku tiruan?
Saran saya, agar Nipa Wati bisa membedakan buku kami dengan novel karya Dan Brown silakan baca buku tsb secara lengkap.
Terima kasih telah membaca buku kami.
Salam,
Suhartono Chandra
Saya sudah mencoba untuk membeli buku Angel & Demon di Amazon.com, namun pada saat search yang keluar hampir semuanya adalah buku novel karya Dan Brown, tidak ada buku Angel & Demon karya anda.
HapusBisakah berikan linknya, supaya saya bisa langsung memesannya.
Terima Kasih atas jawab dan penjelasa dari Anda.
Sukses menyertai kita semua.
Salam,
Nipawati
Dear Nipawati,
BalasHapusBaru saja saya masuk ke amazon.com dan mengetik "angel & demon indonesia", langsung saya menemukan hanya ada 1 temuan yaitu buku kami. Harga yg ditawarkan di amazon adl USD 8.10
Silakan dicoba.
Btw, jika Anda tinggal di Indonesia bisa menemukan buku kami di seluruh toko buku Gramedia dan toko buku Gunung Agung dengan harga jual Rp 54.000,-
Semoga Anda segera menemukan buku kami. Jika masih kesulitan juga jangan sungkan unt menghubungi saya.
Terima kasih atas antusiasme Anda.
Salam Pemenang,
Suhartono Chandra
Dear Nipawati,
BalasHapusTadi saya ada kurang ketik huruf "n" pada kata indonesia. Jd yang benar setelah masuk ke amazon.com. Ketik di search box "angel & demon indonesian", maka Anda akan langsung menemukan buku kami.
Terima kasih.
Salam Pemenang,
Suhartono Chandra
suka banget baca baca nya kak
BalasHapustruk pengangkut alat berat