Norman Shio dan putrinya, Meilissa |
Saat ditemui di kantor perusahaan
distribusi miliknya, PT Delta Satria Dewata di
jalan Imam
Bonjol, Denpasar, Bali, ia tersenyum dan dengan rendah hati menyatakan tidak
ada yang spesial mengenai dirinya. Namun perjalanan hidupnya merantau dari Toli-toli, Sulawesi Tengah, hingga membangun perusahaan
distributor terbesar di Bali ini, mengurai cerita perjuangan yang panjang
dengan tempaan hidup yang luar biasa dari pria ini.
Ditemani putri tunggalnya, Meilissa Norman, yang kini memegang keuangan perusahaan, Norman Shio mengungkapkan perjalanan panjang
hidupnya. Pria kelahiran tahun 1944 ini meninggalkan Toli-toli pada tahun 1962 untuk
melanjutkan SMA nya di Bali mengikuti kakaknya yang terlebih dahulu bermukim di sana.
Meninggalkan orang tuanya dan merantau adalah keputusan Norman Shio. Namun
ternyata kakaknya memutuskan untuk pindah ke Surabaya.
Di Bali, Norman tinggal di rumah seorang teman
kakaknya. Sambil bersekolah, ia bekerja menjaga toko makanan dan juga restoran
makanan Jawa Timur Kali Brantas milik teman kakaknya ini. Sebagai kompensasi
dari pekerjaan itu, ia
mendapatkan makan dan tempat tinggal. Tahun 1965, keadaan di Bali tidak
begitu aman. Norman Shio memutuskan untuk pindah ke Sidoarjo, Jawa Timur, mengikuti kakaknya
yang baru saja menikah. Tidak lama
berada di sana, pada tahun 1967 ia dipanggil kembali oleh sahabat kakaknya ini ke
Bali untuk membantu membuka toko P&D Kalibrantas yang sempat ditutup saat
terjadi gejolak gerakan 30 September. Lokasi toko P&D tersebut di
jalan Gajah Mada, Denpasar.
Namun pemiliknya kemudian jatuh bangkrut pada tahun 1970.
Pada tahun 1972 hingga 1975, Norman Shio
bekerja di P&D Mekar Jaya, yang berlokasi persis di seberang toko P&D Kalibrantas yang
bangkrut tersebut. Baru saat itulah, Norman merasakan bekerja dengan mendapatkan gaji untuk dirinya
sendiri. Namun yang menarik dalam kurun waktu itu adalah keterlibatannya sebagai tenaga
sukarelawan life saving guard di
Pantai Kuta pada tahun 1972 melalui sebuah organisasi Waja Surf Life Saving Guard.
"Saat itu pantai Kuta
tidak memiliki tenaga penyelamat pantai. Seorang warga Australia memberikan
dukungan dan pelatihan bagi sukarelawan untuk menjadi tenaga penyelamat
seandainya terjadi kecelakaan di pantai Kuta saat itu”, jelasnya. “Terus terang saya belum pernah menghadapi
kejadian penyelamatan dramatis. Namun, ada beberapa kejadian
dimana saya membantu menarik mereka yang mengalami masalah saat berenang di
pantai ini. Pada waktu itu peralatan penyelamatan masih sangat minim, tidak
seperti saat ini”,
ungkap Norman mengenai pengalaman masa lalunya. “Saya sempat mendapatkan training selama tiga bulan di Perth, Australia, untuk menjadi instruktur life saving guard pada tahun 1979”, lanjutnya. Ia sempat memberikan
pelatihan bagi tenaga penyelamat di pantai Ancol, Jakarta. Dan menyerahkan bantuan reel atau tali penolong dari organisasi
kepada penyelamat pantai di Samudra Beach – Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Kecintaannya pada laut dan loyalitas
serta perhatiannya yang besar
terhadap keselamatan di pantai, membuatnya saat ini menjabat sebagai Bendahara
Yayasan Balawisata (Balai Penyelamatan Wisata Tirta) Bali. Yayasan ini
merupakan perkembangan lanjutan dari Waja
Surf Life Saving Guard yang berdiri pada tahun 1972 tersebut. Yayasan
Balawisata kini aktif membuat pelatihan rutin setiap tahun bagi para tenaga
penyelamat pantai serta kegiatan pertandingan bagi tenaga penyelamat pantai
baik di Bali maupun di luar Bali, seperti di Jawa, Sumatera, dan tempat lainnya.
Kembali ke kisahnya di awal tahun 1975, Norman
sempat pulang ke kampung halamannya di Toli-toli untuk membantu keluarganya yang menanam
cengkeh selama beberapa bulan, namun Norman Shio kembali lagi ke Bali pada
tahun yang sama dan bekerja di restoran Poppies serta menjadi supplier bagi restoran tersebut. Ia
memasok kepiting dan lemon dari Jawa Timur. Pekerjaan ini ia lakukan hingga
tahun 1982.
Dunia pariwisata Bali semakin cerah dalam
periode itu. Kehadiran
turis-turis asing ke Pulau Dewata ini membuat Norman
melihat kesempatan untuk membuka ‘bottle
shop’, toko yang
menjual minuman keras yang berlokasi di daerah Kuta pada tahun 1979. Namun, usaha itu ditinggalkannya, untuk kemudian dilanjutkan
oleh sang adik.
“Saya menikah tahun
1982, dan Meilissa, putri pertama kami, lahir dua tahun kemudian. Saat itu kami pindah ke Denpasar karena
wilayah Kuta makin terasa kurang nyaman”, tutur Norman.
Berbekal pengalamannya bekerja di toko P&D
serta pemasok kebutuhan restoran, ia melanjutkan toko UD Delta Plaza yang
ditinggalkan oleh kakak iparnya ke Surabaya pada tahun 1982.
“Tahun itulah saya mulai mendapatkan kepercayaan dari prinsipal asing, yaitu Johnson & Son untuk mendistribusikan produk-produk mereka di
Bali”, ungkap
Norman. Ia mendistribusikan produk-produk itu dengan menggunakan tenaga penjualan ke berbagai toko. “Saat itu belum
ada supermarket”, tutur Norman.
Usahanya kian membesar. Pada tahun 1985, ia mendapatkan kepercayaan dari Ibu
BRA Mooryati Soedibyo,
pemilik Mustika Ratu, untuk mendistribusikan produknya di Bali. Saat ini,
Norman Shio merupakan
distributor Mustika Ratu terlama di Indonesia.
“Saya juga mendapatkan
kepercayaan untuk mendistribusikan produk Johnson & Johnson setelah mereka
mengalihkan kedistributoran dari PT Tempo pada
tahun 1986, dan menjalin hubungan yang sangat baik dengan
Joko Tata Ibrahim dari perusahaan ini”, jelas Norman.
Perusahaan distribusi UD Delta Plaza milik
Norman Shio semakin berkembang di Bali.
Integritasnya dalam menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pihak
prinsipal dalam mendistribusikan produk-produk mereka di Bali, menyebabkan
Norman Shio terus menerus mendapatkan kepercayaan untuk mendistribusian produk-produk lokal
dan internasional di Bali.
Tahun 1991, Joko Tata Ibrahim menjadi Presiden Direktur PT
Tigaraksa Satria, perusahaan distributor terbesar di Indonesia. Berkat
hubungannya yang baik dengan Joko dan juga Robert Wijaya, pemilik PT Tigaraksa
Satria, akhirnya Norman membentuk perusahaan patungan dengan nama PT Delta
Satria Dewata. Komposisinya, 55% dimiliki oleh PT Tigaraksa Satria dan 45% oleh
Norman Shio.
PT Delta Satria Dewata sejak saat itu memegang
distribusi semua produk yang didistribusikan oleh PT Tigaraksa Satria, untuk
wilayah Bali. Pada
tahun 1995, Norman mengambilalih 100% saham PT Delta Satria Dewata berkat
kebaikan dari Robert Wijaya, pemilik PT Tigaraksa Satria. Kini PT Delta Satria Dewata adalah
perusahaan distributor terbesar di Bali. Beberapa prinsipal internasional yang
saat ini memberikan kepercayaan bagi Delta Satria Dewata untuk distribusi
produknya termasuk Johnson & Son, Johnson & Johnson, Zebra, Staedtler,
Kraft, Ricola, Anlene dan Pocari Sweat. Distribusi dilakukan lewat jaringan supermarket, mini mart dan juga toko-toko yang tersebar di seluruh wilayah Bali.
Omzet Delta Satria Dewata tumbuh 10% hingga 20% per tahun.
“Saat ini kami
memiliki empat buah depo di Singaraja, Negara, Jembrana dan Klungkung. Depo ke 5 sedang dibangun di Karang Asem. Ke
depannya kami sedang menyiapkan gudang dan kantor baru yang lebih luas sekitar
5000 m2 di daerah Mahendrata”, ungkap Norman mengenai rencana ke depan dari usahanya ini. Namun, Norman Shio akan tetap
mempertahankan kantornya yang memiliki nilai historis di jalan Imam Bonjol.
Dengan total tenaga kerja sekitar 400 orang, Norman Shio mengungkapkan pendekatannya
terhadap mereka. “Pada dasarnya, saya
mendidik karyawan agar merasa turut memiliki perusahaan. Ini penting sekali. Dengan demikian, saya
selalu bersikap terbuka terhadap mereka sehingga saya dapat mengetahu
permasalahan yang mereka hadapi”, jelasnya. “Generasi muda lebih
mudah untuk meraih sukses. Mereka memiliki modal uang dan juga ilmu yang dapat
mereka pergunakan untuk berusaha. Namun, ada hal yang menghambat mereka yaitu faktor
emosional. Mereka ingin sukses yang serba instan“, ungkap Norman. “Saya memulai semua ini tanpa modal. Pengalaman dan motivasi didapatkan
dari tempaan hidup yang berat sejak kecil. Saya memupuk kepercayaan yang saya
dapatkan dan menggunakan setiap kesempatan yang saya dapat dalam hidup dengan
baik. Saya tidak mencari keuntungan dalam waktu singkat. Bagi saya, tidak
masalah dengan lambat, asal pasti”, katanya sambil tersenyum bangga memandang
putrinya Meilissa yang
telah menjadi tangan kanannya sejak lima tahun yang lalu. Loyalitas atau
kesetiaannya pada pekerjaan yang digelutinya menghasilkan kesabaran yang luar
biasa dalam bisnisnya. Kesetiaan seorang pemenang.
Norman Shio menikmati minuman hangatnya dan
sepiring pisang rebus yang tersedia di meja kerjanya. Ia bersahaja, dan tak
perlu gaung besar untuk pencapaiannya yang luar biasa ini. Norman Shio adalah
Sang Pemenang yang rendah hati.
Salam Pemenang!
Catatan
- Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung.
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Perjalananmu sungguh membuat saya kagum penuh semangat dan semangatmu berbuah yg baik dan salam buat meillissa
BalasHapusnice sangat bermanfaat buat dibaca
BalasHapusharga excavator indonesia
Saya sangat senang pernah menjadi bagian keluarga DSD.Terima kasih bapak Norman.
BalasHapus