Saya
mengenal sosok Mulyono Subroto secara “tidak sengaja” melalui pertemanan di facebook, kemudian bertukar no ponsel dan PIN BB.
Setelah itu kami cukup sering berkomunikasi karena memiliki beberapa kesamaan pandangan.
Walaupun hingga hari ini kami belum pernah bertatap muka, saya dapat merasakan
sosok Mulyono adalah seorang yang rendah hati dan selalu berpikir positif. Sikap
selalu mengucap syukur atas segala hal yang terjadi dalam kehidupannya,
terlepas apakah itu hal baik atau buruk, merupakan kekuatannya dalam mengarungi
perjalanan Sang Pemenang. Saya sengaja memberi tanda kutip pada kata tidak sengaja, karena saya percaya tidak
ada yang kebetulan atas sesuatu yang terjadi dalam hidup ini. Ada maksud Tuhan
di balik setiap hal yang terjadi dalam hidup ini. Tulisan ini didasarkan atas
hasil wawancara jarak jauh saya bersama dia.
Terlahir di sebuah desa kecil
di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, 8 Juni 1973, Mulyono tumbuh dalam sebuah
keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah pedagang yang membuka sebuah toko
kecil, yang menjual barang kelontongan dan sembako. Dari ayahnya itulah Mulyono
kecil sejak awal sudah dididik untuk siap menghadapi kehidupan yang keras. Anak
ke- 5 dari 7 bersaudara
itu selama tiga tahun, sejak kelas 1 hingga kelas 3 SMP (tahun 1986-1989) disuruh
berjualan es balok dengan upah Rp 200,- per baloknya. Orang tuanya mendidik
Mulyono agar tahu bagaimana rasanya bekerja untuk mendapatkan uang, dan juga mendidik kebiasaan
menabung sejak dini. Saat itu Mulyono dapat menjual 20 sampai 30 balok es. “Jika ingin bertahan hidup harus terus
berjuang tanpa henti”, demikian kata-kata ayahnya yang sangat membekas pada
diri Mulyono.
Suatu ketika, saat duduk di
bangku SMA, guru yang mengajar Kimia bertanya kepada Mulyono, “Apa cita-citamu, Mul?”. Spontan, Mulyono
menjawab, “Jadi dokter, bu”. “Dengan nilai hasil ulanganmu yang selalu 3
atau 4, maka jika kamu jadi dokter pasti semua pasienmu malah bertambah parah
sakitnya”, komentar ibu gurunya. Sejak kejadian itu, Mulyono belajar kimia
dengan sungguh-sungguh. Dan hasilnya nilai Mulyono berubah tidak pernah kurang
dari nilai 8 atau 9. Tidak hanya itu, Mulyono juga berubah sikap menjadi
sungguh-sungguh dalam belajar dan berhasil menoreh prestasi sebagai juara 2 di
kelas saat duduk di kelas 1 dan 2. Dari gurunya itu, Mulyono sadar bahwa di
dunia ini orang gagal bukan karena tidak mampu atau bodoh. Kebanyakan
penyebabnya adalah kemalasan, entah itu malas belajar, malas bekerja, malas berubah, dan sederet kemalasan
lainnya.
Kedua prinsip hidup yang
didapat oleh ayah dan ibu gurunya menjadi bekal Mulyono dalam menyusuri rute
Sang Pemenang. Selepas lulus SMA di tahun 1993, Mulyono bekerja sebagai
salesman di sebuah perusahaan produk sanitary
di Surabaya untuk menangani wilayah Jawa Timur. Kesungguhan hati dalam menekuni
pekerjaannya yang ditunjukkan oleh Mulyono selama enam bulan pertama berbuah kinerja
yang sangat baik, dan membuat ia dipercaya mendapat tambahan wilayah Bali dan
Lombok. Tahun 1995, Mulyono kembali mendapat kepercayaan perluasan wilayah
kerja meliputi Sulawesi, Maluku dan Kalimantan. Di penghujung
tahun 2003, Mulyono memutuskan untuk memulai usaha sendiri. Bekerja sama dengan beberapa temannya, Mulyono membuka toko bahan bangunan
dan interior di Bali. Hasilnya sungguh
membesarkan hati. Usaha berkembang dengan cepat dan peningkatan penghasilan terasa
nyata sekali. Namun, hal yang menggembirakan itu hanya berjalan setahun.
Usahanya mulai menurun dan akhirnya kerjasama dengan teman-temannya dibubarkan.
Setelah itu Mulyono sempat setahun bekerja lagi di sebuah perusahaan bahan
bangunan di Bali, untuk kemudian membuka usaha lagi bersama seorang temannya.
Tapi, lagi-lagi usahanya gagal.
Saat itu, 2 Maret 2007,
Mulyono termenung di sebuah terminal di kota Denpasar. Dia berdoa, kemana dia
harus pergi. Suara dalam hatinya menyuruh dia naik bus pergi ke tempat yang
paling jauh. Dia menemukan sebuah bus dengan tujuan sebuah desa kecil bernama
Sappe di kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Setelah itu dia menunggu kapal yang
akan membawanya ke sebuah daerah yang sama sekali belum pernah dia kunjungi,
yaitu Labuan Bajo, Flores Timur. Sesampainya disana dia bertemu dengan seseorang
yang memiliki sebuah usaha martabak, dan dia menumpang di rumah orang itu selama
lima hari. Mulyono belum pernah kenal dengan si penjual martabak sebelumnya.
Namun entah kenapa si penjual martabak itu tergerak untuk menolongnya. Mulyono
percaya tak ada yang kebetulan di dunia ini, semua itu ada dalam rencana Tuhan.
Pada malam hari ke empat, Mulyono kembali berdoa. Dorongan hatinya mengatakan
pergilah ke kota yang lebih besar, dan itu adalah sebuah kota yang bernama
Ruteng. Di sana juga Mulyono tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan uangnya mulai
menipis. Akhirnya dia teringat seorang temannya yang pernah tinggal di daerah
Timor. Dan setelah Mulyono menghubungi temannya itu, Mulyono di suruh ke ibukota
Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), yaitu Kupang. Selanjutnya, Mulyono bertemu
dengan temannya dan menumpang menginap di tempat kos temannya itu. Uang di
dompet Mulyono terus menipis hingga akhirnya tinggal tersisa Rp. 100.000,-.
Berbekal ijasah SMA dan
beberapa sertifikat pendidikan non-formal, Mulyono mulai melamar di semua
perusahaan di Kota Kupang, namun tidak satupun dari perusahaan-perusahaan di
Kota Kupang yang menerimanya. Mulyono, terus berdoa. Doanya terjawab. Mulyono
oleh temannya di kenalkan kepada salah satu pengusaha, dan akhirnya dia bekerja
di sana. Selang satu tahun berlalu perusahaan itu juga sulit bertahan, dan akhirnya
bubar. “Jika ingin bertahan hidup harus
terus berjuang tanpa henti”, kata-kata ayahnya terus terngiang-ngiang.
Mulyono kembali mencari kerja dan akhirnya mendapatkan pekerjaan menjadi sopir
pribadi. Empat bulan dijalani Mulyono sebagai sopir pribadi. Namun, pada bulan
kelima Mulyono harus kehilangan pekerjaannya karena fitnah rekan sekerja. Ia diberhentikan
oleh majikannya.
Bersama James Gwee (kiri), 2010 |
Mulyono
kembali tidak memiliki pekerjaan. Namun, dalam kondisi seburuk apapun Mulyono
selalu mengucap syukur, berdoa dan terus berusaha. Dia kembali mencari lowongan
kerja di koran dan hasilnya dia tidak menemukan lowongan juga. Saat dia membaca
surat kabar harian terbitan kota Surabaya, dia melihat temannya sudah menjadi
seorang pembicara yang sukses. Mulyono langsung menghubunginya dan meminta bantuan
temannya. “Saya bisa menolong kamu, tetapi
saya tidak akan memberi kamu uang. Kamu harus mengadakan seminar untuk
mendapatkan uang”, demikian temannya berkata. Saat itu awal tahun 2009, Mulyono
mengorganisasikan sebuah seminar di Kota Kupang yang pertama kali, dengan
pembicaranya adalah temannya itu. Dia memulainya dengan berbekal uang hanya Rp
20.000,-. Dengan kemampuan pas-pasan di bidang disain grafis, Mulyono mendesain
brosur seminar di tempat rental komputer. Master brosur itu kemudian difoto
copy. Dengan menggunakan angkutan umum, Mulyono menemui beberapa pemilik
perusahaan dan menawarkan sponsorship untuk acara seminar tersebut. "Puji syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa, ternyata banyak perusahaan yang mau mensponsori
seminarnya", ceritanya. Itulah awal Mulyono mendapatkan uang, yang kemudian digunakan untuk
menyelenggarakan seminar berikutnya.
Acara "Sang Motivator" live di TVRI NTT |
Mulyono memulainya dengan
penuh keyakinan dan kepercayaan bahwa dia bisa dan harus berjuang untuk
bertahan hidup. Alhasil, di kota Kupang Mulyono merupakan penyelanggara seminar
publik yang pertama. Dari satu penyelenggaraan seminar ke seminar lainnya,
Mulyono mulai berkenalan dengan beberapa pembicara taraf internasional. Dan
Tuhan melapangkan jalan baginya. Dari beberapa pembicara ternama, Mulyono
didorong untuk membagikan pengalaman hidupnya kepada masyarakat luas sehingga
banyak orang dapat mengambil manfaat dari kisah perjuangannya. Mulyono mulai
menulis di salah satu koran lokal, Timur Express, di kolom lifestyle sampai saat
ini dan juga mengisi acara di TVRI NTT setiap hari Senin pukul 19.00 sampai
20.00 dalam acara Sang Motivator. Selain menyelenggarakan seminar, Mulyono juga
menawarkan jasa motivasi ke perusahaan-perusahaan. Dan beberapa perusahaan
mulai memakainya untuk memberikan motivasi kepada para karyawannya.
Tahun
2010, Mulyono menemukan jodohnya. Seorang gadis asal Jakarta bernama Sherly
Halim, yang lebih muda dua tahun dari Mulyono, seorang sarjana ekonomi. “Saya memilih Mulyono karena dia adalah
orang yang gigih dalam berjuang menghidupi dirinya”, ujar Sherly ketika
ditanyakan kepadanya apa yang membuat dia terpikat dengan Mulyono.
Beberapa
bulan setelah menikah, istrinya hamil. Sayangnya, janin buah cinta mereka
keguguran. Selang lima bulan kemudian, istrinya kembali hamil. Namun, istrinya kembali
keguguran. Beberapa bulan kemudian, kembali istrinya hamil. Kali ini Tuhan
mengijinkan buah cinta mereka lahir ke dunia pada tanggal 15 Mei 2012. Seorang
putri, yang mereka beri nama Cheryl Medelaine Subroto.
Usaha yang digeluti Mulyono dia
beri nama Progresif Kupang. Visinya adalah sebagai motivator perubahan,
yang mendorong orang untuk mau melakukan perubahan menjadi lebih baik.
Sesungguhnya, banyak orang tidak bisa hidup berkemenangan karena enggan
melakukan perubahan. Dengan progresif Kupang, Mulyono memberikan motivasi
kepada karyawan-karyawan perusahaan-perusahaan dan instansi di Kupang, juga
menjadi penyelenggara seminar di Kupang bagi pembicara-pembicara luar kota
Kupang. Beberapa pembicara terkenal sudah memanfaatkan jasa Mulyono, seperti James
Gwee, contohnya.
Progresif Kupang saat ini masih
terus berjuang. Sama halnya dengan Mulyono yang berjuang untuk memperbaiki kehidupannya, menata ulang kehidupannya. Hidup ini adalah kesempatan yang perlu diisi dengan semangat, ketekunan, ketulusan
dan kesetian. Dan Mulyono tahu bahwa hidup tidak lepas dari berbagai tekanan.
Lebih-lebih, hidup di jaman modern ini
yang menyuguhkan beragam risiko. Namun Mulyono sadar bahwa hidup ini adalah resiko yang harus dijalani, karena tanpa resiko kita tidak akan pernah maju. Dalam melakukan apa saja pasti ada
resikonya. Entah resiko itu menguntungkan atau tidak
menguntungkan. Namun, yang Mulyono yakini Tuhan tak pernah meninggalkan
umatnya yang berserah kepada-NYA.
Bersama Wakil Gubernur NTT Ir Esthon Foenay (tengah) dan James Gwee (kanan), 2011 |
Kota
Kupang adalah kota kecil. Dari sisi bisnis, potensi yang dapat digali dari
kegiatan-kegiatan seminar motivasi tentulah tidak sebesar kota-kota besar
lainnya. Namun, itulah pilihan Mulyono, berkarya dan berbagi mendorong
perubahan-perubahan positif mental dan semangat masyarakat kota Kupang untuk
bisa menikmati hidup yang berkemenangan. “Saya
telah membuktkan, dari uang Rp. 20.000, saya bisa bertahan hidup hingga saat
ini, maka saya percaya akan banyak orang-orang di Kupang akan menjadi lebih
dari apa yang saya capai sebagai seorang pemenang”. Itulah keyakinan seorang Mulyono
Soebroto. “Kesempatan hari ini tidak
akan pernah datang untuk yang kedua kalinya. Oleh sebab itu, lakukanlah
sesuatu dengan kualitas terbaik hari ini sebab kualitas yang bisa kita lakukan
hari ini belumlah tentu akan sama dengan kualitas esok hari”, ujar Mulyono
menutup pembicaraan kami.
Selamat berjuang Mulyono.
Salam Pemenang!
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Salam kenal pak, bagus sekali tulisannya :) Mantap sharingnya. Saya izin follow blognya ya :)
BalasHapusSalam kenal pak Alex salam kenal pak...sahabat saya pak Suhartono yang menulisnya pak....senang bisa berkenalan dengan bpk....
Hapuspak Mulyono Soebroto luar biasa
BalasHapus