Bayangkan jika Anda sedang duduk di atas
kereta yang ditarik dua ekor kuda. Kuda yang satu berlari tidak secepat kuda
lainnya, apa yang akan terjadi? Niscaya kereta akan berjalan dengan liar,
bahkan kemungkinan besar akan terguling bersama dengan Anda. Itulah juga yang
akan terjadi jika pertumbuhan karakter seseorang tidak secepat laju
kesuksesannya. Seringkali kita melihat, atau mendengar, atau membaca tentang
mereka yang mencapai kesuksesan namun kesuksesannya tidak didukung oleh
kematangan karakternya. Kondisi seperti itu yang saya simpulkan atas sosok David Nalbandian, petenis asal
Argentina, setelah insiden di lapangan tenis Queen’s Club, Inggris pada laga final AEGON Championship antara Nalbandian dan Marin Cilic, asal Kroasia, pada hari minggu, 17 Juni 2012. Saat itu, Nalbandian memenangkan set pertama dengan
skor 7-6. Insiden terjadi pada set kedua, ketika kedudukan 3-3, Nalbandian gagal
menambah poin saat melakukan servis, dan kedudukan menjadi 3-4. Meresponi
kegagalan servisnya, secara emosional Nalbandian menendang papan reklame di
pinggir lapangan. Papan reklame itu melayang dan melukai kaki hakim garis, Andrew McDougall. Akibat tindakannya,
Nalbandian didiskualifikasi. Kemenangan diberikan kepada lawannya, Marin Cilic.
Tidak hanya itu, hadiah sebagai runner-up
sebesar £36.500 (kurang lebih Rp539 juta) juga tidak menjadi hak Nalbandian. Bahkan,
dia diharuskan membayar denda sebesar £8.000 (kurang lebih Rp118 juta). Bak
sudah jatuh tertimpa tangga pula, demikian nasib Nalbandian, yang saat ini
berusia 30 tahun, yang terancam tidak boleh bertanding selama 8 minggu. Polisi
dari Scotland Yard juga mengusut
insiden itu atas laporan yang sudah dibuat dengan tuduhan penyerangan. Jika
ancaman tidak boleh turun bertanding selama 8 minggu dijatuhkan, maka
kesempatan Nalbandian untuk bertanding pada turnamen Wimbledon, yang mulai berlangsung sejak 25 Juni 2012, menjadi pupus
(Kompas, Rabu, 20 Juni 2012).
David Nalbandian, yang lahir pada 1
Januari 1982, terjun ke dunia profesional pada tahun 2000. Awal karir
profesionalnya cukup cerah. Akhir tahun 2001 dia menembus Top 50 ATP. Predikat
pemain nomor satu Argentina dan Amerika Selatan diraihnya bersama dua gelar
pada kejuaraan ATP pada akhir tahun 2002. Pada tahun itu pula dia berhasil
menjadi runner-up pada turnamen
Wimbledon. Pada tahun 2003 Nalbandian menempati ranking ke-8 dunia. Awal 2007, dia
terlempar dari daftar Top 20, rankingnya merosot ke posisi 26 dunia. Namun,
prestasinya sepanjang tahun 2007 membawa ia naik kembali pada posisi 9 dunia.
Di tahun itu tercatat dia mengalahkan berturut-turut pemain ranking 1-3 dunia,
yaitu Rafael Nadal, Novak Djokovic, dan Roger Federer, dalam satu turnamen dan
keluar sebagai juara Madrid Masters.
Awal tahun 2008, kemenangan di Copa
Telmex, Buenos Aires membawanya naik peringkat ke posisi 8 dunia. Namun,
setelah itu prestasinya terus turun. Kejadian pertama kalinya Nalbandian
didenda terjadi pada tahun itu pula, yaitu pada perhelatan Davis Cup, dia didenda USD10.000 atas sikapnya. Sejak itu karir
profesionalnya tidak banyak meningkat. Awal 2012 di Australia Terbuka, kembali
Nalbandian didenda USD8.000 atas sikap yang disebut unsportmanlike conduct ketika kalah bertanding melawan Isner. Dan, Juni 2012 ketika emosi tak
terkendali terjadilah insiden melayangnya papan reklame di pinggir lapangan (en.wikipedia.org).
Anda masih ingat dengan Mike Tyson, petinju berleher beton? Dia
adalah salah satu petinju besar pada masanya. Mike Tyson lahir di Brooklyn, New
York City, Amerika Serikat pada 30 Juni 1966 dalam keluarga yang berantakan.
Ayahnya meninggalkan ibunya saat Tyson berusia 2 tahun. Kakak perempuannya
meninggal karena serangan jantung pada usia 25 tahun. Tyson besar di jalan dan
menjadi trouble maker bagi keluarga
dan lingkungannya. Berkelahi dan membuat onar sudah menjadi kegiatan rutinnya. Pada
usia 13 tahun Tyson sudah 38 kali ditahan polisi. Kemampuan bertinjunya
ditemukan oleh Bobby Steward, yang
sempat melatihnya beberapa bulan sebelum Tyson diperkenalkan kepada Cus D’Amato. Ibunya meninggal saat
Tyson berusia 16 tahun, dan kemudian dia diasuh oleh Cus D’Amato yang
mengarahkan naluri berkelahinya menjadi petinju. Tercatat Kevin Rooney juga pernah melatihnya. Awal karirnya di dunia amatir dimulai
pada tahun 1981 dengan mengikuti Junior
Olympic Games, dan Tyson meraih medali emas. Kesuksesannya terulang pada
event yang sama di tahun berikutnya. Tyson menang dengan mengkanvaskan lawannya
hanya dalam waktu 8 detik. Prestasinya jelas menunjukkan bakat yang luar biasa
dalam bertinju.
Tyson terjun ke dunia tinju
profesional pada usia 18 tahun. Dalam tahun-tahun awal kiprahnya di dunia
profesional Tyson sudah bertanding selama 28 kali, 26 di antaranya menang
KO/TKO, dan 16 menang di ronde pertama. Sayangnya,
Cus D’Amato, yang disebut sebagai satu-satunya orang yang didengar Tyson, keburu
meninggal di tahun 1985, saat Tyson baru mulai berkiprah di dunia profesional.
November 1986, Tyson meraih gelar juara tinju kelas berat versi WBC pada usia 20 tahun, dengan
mengalahkan Trevor Berbick TKO pada
ronde kedua. Dia menjadi juara tinju kelas berat termuda sepanjang masa. Maret
1987, Tyson merebut gelar juara tinju kelas berat versi WBA dari James Smith.
Agustus tahun yang sama, gelar juara tinju kelas berat versi IBF direbutnya dari Tony Tucker. Dengan ketiga sabuk juara
itu Tyson memecahkan rekor dunia tinju profesional sebagai juara termuda yang
menyandang gelar juara kelas berat di tiga badan tinju dunia, yaitu WBC, WBA,
dan IBF. Tyson merupakan satu-satunya petinju di kelas berat yang mampu
menyatukan gelar juara versi WBA, WBC, dan IBF. Dalam setiap pertandingan
sepertinya Tyson sangat beringas. Begitu bel berbunyi tanda dimulainya
pertandingan, Tyson dengan wajah sangar langsung merangsak maju dan menghujani
lawannya dengan pukulan-pukulan kerasnya. Semua lawan-lawannya seakan tidak
berkutik ketika berhadapan dengannya. Di awal tahun 1988, Tyson memukul KO Larry Holmes pada ronde keempat. Di
bulan Juni, giliran Michael Spinks dipukul
KO oleh Tyson hanya dalam waktu 91 detik. Tyson mampu mempertahankan ketiga
sabuk juara kelas beratnya sebanyak 9 kali. Tyson menjadi petinju dengan
bayaran termahal sepanjang masa kejayaannya. Kekayaan dan ketenarannya membuat
Tyson mabuk kesuksesan.
Di
tahun 1988, tanda-tanda meredupnya bintang kejayaan Tyson mula terlihat. Tyson
bercerai dengan Robin Givens. Di
tahun itu pula, dia memilih Don King
sebagai manajernya, berpisah dengan Bill
Cayton yang sebelumnya menanganinya. Tyson juga memecat pelatihnya, Kevin Rooney yang melatihnya sejak awal
karirnya. Pebruari 1990, kesombongan Tyson, yang dijuluki “the baddest man on the planet”, terhenti saat kalah KO di ronde
ke-10 oleh James Douglas. Itu
merupakan kekalahan pertama Tyson. Juli 1991, Tyson ditahan atas kasus
perkosaan terhadap Miss Black Rhode
Island yang berusia 18 tahun, Desiree
Washington. Maret 1992, Tyson dinyatakan bersalah dan dihukum 6 tahun
penjara. Dia dibebaskan pada Maret 1995. Pertarungan pertama antara Mike Tyson
dan Evander Holyfield digelar pada
November 1996 di Las Vegas, Nevada. Sekali lagi, Tyson gagal. Dia kalah TKO di
ronde kesebelas oleh Holyfield. Pertarungan kedua dengan Holyfield diadakan di
Las Vegas juga. Tyson didiskualifikasi pada akhir ronde ketiga setelah pada
pertandingan itu dia menggigit telinga Holyfield untuk kedua kalinya. Juli
1997, lisensi bertinju Tyson sempat dibatalkan oleh Komisi Atletik Negara Bagian Nevada. Tyson didenda 3 juta dollar
AS, dan dilarang bertinju di Amerika Serikat. Setahun kemudian, Oktober 1998,
lisensi tersebut dipulihkan kembali.
Januari 1999, Tyson kembali ke
ring tinju. Namun, kembali dia berbuat ulah dengan mematahkan lengan lawannya,
petinju Afrika Selatan, Francois Botha.
Pebruari 1999, kembali Tyson dihukum denda 5.000 dollar AS dengan masa
percobaan 2 tahun dan kerja 200 jam di community
service, karena menyerang pengendara motor pada kecelakaan lalu lintas di
bulan Agustus 1998. Setelah hukuman berakhir, Tyson masih berusaha untuk
bangkit dari keterpurukannya. Sempat bertanding dan menang beberapa kali hingga
akhirnya pada June 2002 Tyson mendapat kesempatan bertanding dengan Lenox Lewis, mantan sparring partner-nya. Lewis saat itu
menyandang sabuk juara versi WBC, IBF, dan IBO. Namun, Tyson harus menyerah
ketika hook kanan Lewis mengkanvaskan
Tyson di ronde kedelapan. Sejak itu karir Tyson benar-benar tamat. Agustus 2003
dia menyatakan diri bangkrut. Bintang tinju legendaris telah memudar. Kisah
meroketnya kesuksesan dia tidak didukung dengan pertumbuhan karakter Sang
Pemenang sejati. Sepanjang perjalanan kesuksesannya Tyson tidak mampu membentuk
The
Flower of Character yang dibutuhkan bagi seorang Sang Pemenang sejati (baca
juga artikel “The Flower of Character:
Kualitas Sang Pemenang Sejati” di www.suhartono-blogspot.com/2012/02/flower-of-character-kualitas-sang.html).
Salam Pemenang!
Catatan
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar