“It is not the duration of your life is most worthy, but the donation to
the life and happiness of others and to God is immortal” – Prof. DR. H.A.R.
Tilaar.
Prof. DR. H.A.R. Tilaar |
Profesor Tilaar, atau biasa dipanggil Alex Tilaar, baru saja merayakan hari jadinya yang kedelapan puluh saat pertemuan
dengannya terjadi di suatu siang menjelang sore di rumahnya yang asri di kawasan Kuningan,
Jakarta. Kami duduk berbincang
di ruang tamu yang
luas, terasa nyaman dan damai. Ada sesuatu yang luar biasa terpancar dari
jiwanya. Wajahnya luar biasa tenang.
Pembicaraan kami sesekali
diselingi tawa. Ingatannya masih tajam dan enerji seakan tak henti mengalir
saat berbincang mengenai dunia pendidikan yang sungguh dicintainya, misteri
kehidupan, dan juga
tentang khayal dan pengembara berkuda.
Suami dari DR. Martha Tilaar,
pengusaha dan pimpinan Martha Tilaar Group, ini lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada bulan Juni 1932. Alex Tilaar merupakan anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan Kilala Tilaar dan Engelin Mamuaya. Keluarga
mereka tergolong kelompok intelektual dalam masyarakat pada masa itu.
Alex Tilaar meraih sarjana pendidikan dari Universitas
Indonesia dengan predikat cum laude
pada tahun 1961. Tahun 1964 ia memperoleh beasiswa dari USAID, dan memperdalam ilmunya di University of Chicago,
Amerika Serikat (AS) hingga tahun 1965. Kemudian, ia melanjutkannya ke Indiana University, Bloomington, AS,
dimana ia memperoleh gelar
master of science of education pada tahun 1967 dan doctor of education pada tahun 1969.
Alex Tilaar bekerja sebagai guru sejak tahun
1952, dan setelah
mengabdi selama 45 tahun, ia minta dipensiunkan sebagai pegawai negeri pada
tahun 1997. Dalam kurun waktu 45 tahun pengabdiannya, ia juga berkontribusi sebagai seorang birokrat di Bappenas selama 23 tahun. Sebanyak 26
buku telah ia tulis. Tiga bukunya,
“Kaleidoskop Pendidikan
Nasional”, “Pengembangan Kreativitas dan
Entrepreneurship dalam Pendidikan Nasional”, dan “Aku Seorang Turis?”, terbit di tahun 2012. Sebuah bukti bahwa loyalitas atau
kesetiaannya pada bidang yang digelutinya tak pernah surut atau lekang oleh waktu. Justru di usianya yang lanjut semangatnya
semakin menggebu.
Memang dunia pendidikan demikian melekat dalam dirinya,
seakan sudah menyatu dengan jiwanya. Mungkin hal itu tidak terlepas dari jejak ayahnya yang juga seorang guru. Awalnya ia tidak ingin
menjadi guru, ayahnya pun tidak menginginkan Alex kecil saat itu menjadi
seorang guru, karena
hidup seorang guru memang susah. Perjalanan hidup yang banyak menyimpan misteri
ini justru membawanya menjadi tokoh pendidikan di Indonesia, dan juga seorang “Turis” (Turut Istri) yang melanglang buana ke seluruh
penjuru dunia.
Alex Tilaar punya hubungan yang khusus dengan
sang Ibunda. Saat melahirkannya, ibunda tidak ditemani oleh suaminya, yang ternyata selain menjadi guru
juga suka berburu di hutan. Ibunda berfirasat Alex akan menjadi seorang
pengembara. Usai perang kemerdekaan pada tahun 1945, suatu hari Alex kecil bermain pasir di bantaran sungai
bersama kedua saudara laki-lakinya sambil menunggu pedati yang akan membawa
mereka menyeberangi sungai menuju sekolah. Seorang baba keturunan Tionghoa ternyata mengamati mereka. Baba
tersebut kemudian mendekati
Ibunda dan bertanya apakah dia boleh mengadopsi Alex, putra keduanya. Ibunda terkejut dan tertawa.
Menurut baba itu, Alex kecil ini hoki-nya bukan hanya
buat dirinya, tetapi
juga buat keluarganya. Ia juga meramal Alex kecil akan membawa nama besar untuk
keluarga serta melanglang buana. Dua kejadian masa kecil ini begitu melekat dan
menjadi tutur cerita Ibunda setiap saat kepada anak-anaknya dan juga keluarga
dekatnya.
Ayahanda Kilala Tilaar adalah seorang futuris yang selalu mengikuti apa yang
terjadi di dunia walau tinggal di desa kecil. Ia selalu menceritakan
kejadian di dunia termasuk perang dunia di Eropa kepada anak-anaknya. Informasi
itu diperolehnya dari
berlangganan majalah Panji Pustaka. Ayahanda telah membuka jendela dunia kepada
anak-anaknya melalui bacaan ini. Alex kecil membawa khayalan dunia di dalam
dirinya.
Alex Tilaar bersama dengan istrinya, DR Martha Tilaar |
Misteri kehidupan dan khayalan masa
kecil inilah yang melontarkan Alex Tilaar dari desa kecil kelahirannya untuk
kemudian mengembara ke seluruh penjuru dunia. Saat ia mengunjungi Kazakhstan
sebagai “turis” mendampingi istrinya tercinta, DR. Martha Tilaar, yang diundang untuk berbicara di World Islamic
Economic Forum 2011, Alex Tilaar mengagumi hamparan savana yang luas dengan
kuda-kuda yang berlari diatasnya. Kuda-kuda ini membuat jiwanya tersentak akan
ingatan khayalan masa kecilnya. Khyal atau
khayal berasal dari bahasa Arab mengandung arti imajinasi sedangkan dalam
bahasa Turki khyal berarti seekor
kuda.
Genghis Khan membawa pasukannya dari Mongolia
melewati Kazakhstan menuju Eropa dengan berkuda. Sejarah menunjukkan
keberhasilannya menundukkan beberapa negara di Eropa. Kuda pada masa itu adalah
kendaraan untuk melakukan invasi. Kuda ternyata mampu membawa manusia ke tanah
baru, membawa manusia meraih impian mereka. Maka khayal layaknya seekor kuda,
mampu membawa kita menjelajahi dunia baru, mampu membuat kita bermimpi dan
merancang masa depan, mampu mendorong kita mewujudkan impian itu.
Alex Tilaar menekankan bahwa setiap orang harus
memiliki kemampuan berkhayal, berimajinasi. Kemampuan berkhayal membangun jiwa
yang kreatif dan memupuk kemampuan entrepreneurship. Anak-anak
harus diberikan kesempatan untuk berkhayal. Di rumah, di sekolah dan di masyarakat.
Begitu pula kreatifitas dan entrepreneurship
pada anak-anak harus dikembangkan mulai dari rumah, sekolah hingga ke
masyarakat. Ini diperlukan oleh bangsa ini untuk membangun masyarakat yang
kritis dengan pemikiran out of the box
dan kemampuan untuk melihat kesempatan dan ruang untuk melakukan perbaikan
setiap saat. Sikap dan karakter ini diperlukan baik untuk kehidupan
sehari-hari, bermasyakarat maupun dalam dunia usaha.
“Melalui fantasi jiwa entrepreneurship terbentuk”, ujar Alex Tilaar. Ia menginginkan anak-anak bebas
berkhayal dan pelajaran entrepreneurship
dapat masuk ke dalam kurikulum pendidikan. Ia menginginkan perubahan pada masyarakat.
Sistem pendidikan masih merupakan warisan kolonial. Sistem kolonial ini membuat
manusia hanya berpuas diri menjadi birokrat dan turut kepada pimpinan. Kekayaan
alam tanah air yang menyediakan kemakmuran bagi masyarakat, juga merupakan
faktor yang membuat manusianya enggan untuk berpikir dan bertindak.
Kecintaannya pada dunia pendidikan dan
keinginannya untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak, membuat Alex Tilaar
tetap konsisten untuk kritis dan terus melakukan pendekatan untuk membuat
perubahan yang lebih baik pada sistem pendidikan di Indonesia. Salah
satunya adalah mengenai Ujian Nasional. Ujian Nasional menurutnya adalah sebuah
kesalahan karena menerapkan sebuah sistem standar bagi dunia pendidikan sebagaimana diterapkan dalam
sebuah industri. Padahal industri menghasilkan sebuah produk, sedangkan dunia
pendidikan menangani manusia yang satu sama lainnya memiliki karakter dan
talenta yang berbeda.
Para guru kini mendapatkan
tekanan untuk meluluskan anak-anak didiknya dengan segala cara. Anak-anak belajar dari kecurangan
yang dilakukan sang guru. Kecurangan menjadi hal yang wajar.
“Saya berkunjung ke
Medan beberapa saat yang lalu, dan bertemu dengan 1200 guru yang
tergabung dalam organisasi Air Mata Guru. Mengapa disebut Air Mata Guru?
Ternyata organisasi ini terbentuk setelah seorang guru dipecat karena
melaporkan kecurangan yang terjadi saat Ujian Nasional”, ungkap
Alex Tilaar.
Kasus lain yang ramai didiskusikan di berbagai
media adalah Ibu Siami, warga Kecamatan Tandes, Surabaya, yang diusir ratusan
warga setelah ia melaporkan guru yang memaksa anaknya memberi contekan pada
teman-temannya saat Ujian Nasional pada bulan Mei 2011 yang lalu. Seorang Ibu yang jujur malah dituding
mencemarkan nama baik sekolah dan kampungnya.
“Kasus seperti ini
sungguh menyedihkan. Ujian Nasional bukan untuk mengadili anak-anak seperti
yang terjadi saat ini, tetapi seharusnya untuk melakukan evaluasi dan pemetaan
atas sistem pendidikan yang ada agar dapat terus dilakukan
langkah-langkah perbaikan”, ujar Alex Tilaar.
Ia juga mengungkapkan kekuatirannya akan krisis
kepemimpinan, tidak adanya pendidikan moral di masyarakat, pendidikan dan
kesehatan yang cenderung liberal sehingga hanya orang yang mampu yang dapat
menikmatinya serta dana pendidikan yang terbatas. Alex Tilaar mengimpikan sebuah
masyarakat yang terdidik sehingga tidak perlu terlalu tergantung pada seorang
pemimpin. “Pendidikan masyarakat kita
saat ini masih rendah, sehingga ketergantungan pada seorang pemimpin sangat
besar. Rakyat mencontoh tindakan para pemimpinnya. Tidak adanya pendidikan
moral dalam situasi seperti ini, membawa masalah sosial yang rumit”, ungkapnya.
Sungguh, masih banyak perubahan yang ingin dilakukan
oleh Alex Tilaar. Tetapi, ia juga meyadari keadaan yang sudah demikian
rumit tak dapat diubah bak membalikkan telapak tangan.
“I don’t
want to win but I fail. I lose first, but at last I will win”, kata Alex Tilaar dengan nada yang
tegas namun tenang. Maka Alex Tilaar menuangkan semua pemikirannya dalam
buku-bukunya. Pemikiran-pemikiran ini ia
harapkan dapat memberikan inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus
melakukan perubahan.
Alex Tilaar mengungkapkan tidak
semua perubahan memerlukan sebuah revolusi. Dia percaya sikap sebuah masyarakat dapat berubah
dengan cara evolusi. Ia mengutip pemikiran Antonio Gramsci, seorang penulis,
filsuf dan teoritikus politik dari Itali. Ia percaya melalui pendidikan dan
informasi, masyarakat akan berubah. Alex Tilaar percaya generasi yang akan
datang akan mendengar “suara”nya melalui buku-buku yang ditulisnya dan
perubahan itu akan mengalir. Alex Tilaar adalah sosok yang sangat
konsisten memperjuangkan apa yang diyakininya. Loyalitas atau kesetiaan dan
determinasinya terhadap dunia pendidikan mengalahkan usianya. Dan sesungguhnya
Alex Tilaar adalah Sang Pemenang, yang telah mengalahkan dirinya sendiri,
membebaskan jiwanya dari sekat usia yang membatasi dirinya dan waktu panjangnya
menggeluti dunia pendidikan.
Salam Pemenang!
Catatan
- Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung atau di amazon.com (search “ANGEL & DEMON Indonesia edition”).
- Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
- Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.