Sabtu, 31 Agustus 2013

Rachel Ibrahim: Tidak Pernah Berhenti Belajar dan Berbagi

Rachel Ibrahim
Rachel bukan wanita biasa. Dia memang kelihatan biasa. Yang membedakannya adalah, dia seorang yang anti kemapanan.
“Setiap kali saya berada dalam kondisi yang mapan, saya gelisah ingin mencari sebuah perjalanan dan terobosan baru. Bila tidak saya lakukan, saya merasa seakan tenggelam”, ungkap Rachel.

Banyak orang tidak tahu apa tujuan hidup mereka di dunia ini. Tapi, tidak bagi Rachel. Dia tahu apa yang diinginkan dan yang menjadi tujuan hidupnya. Sangat jelas.
“Saya mencoba menarik diri keluar dari situasi, sehingga saya dapat mengamati lebih cermat apa yang saya inginkan serta peluang-peluang yang ada”, tambah Rachel.

Dalam menjalani kehidupannya, Rachel menganggap tindakan itu lebih penting dari sekedar bicara. Memang, dalam banyak hal Rachel menghindari berbicara. Dia lebih suka bertindak dan bekerja keras dan membiarkan orang-orang menyaksikan dan merasakan hasilnya.

Mengaku bukan orang yang ambisius, namun Rachel pantang diremehkan. Apapun itu, hal kecil apapun, enerji dalam jiwanya mengalir dan memacunya untuk membuktikan bahwa dia tak pantas diremehkan, bahwa dia adalah seorang pemenang.
“Saya senang bila semakin banyak orang yang meremehkan saya. Karena itu akan memacu semangat saya lebih besar lagi untuk menjadi lebih baik“, kata Rachel sambil tersenyum. Tekanan dari luar, justru membuat jiwanya semakin matang dan bijaksana.

Bulan Juni 2012, Gallery Rachel dibuka di UOB Building, yang berlokasi di jantung Jakarta. Pembukaannya yang dihadiri oleh para pejabat, pengusaha, kolektor dan pencinta art menjadi perbincangan hangat kalangan seni rupa. Rachel tetap dengan kerendahan hatinya, penuh senyum dan tawa karena sebuah kemapanan telah didobraknya dan terobosan baru segera dimulai.

Empat tahun sebelumnya, Rachel melepaskan delapan belas tahun perjalanan karir di dunia perbankan saat AMEX menutup kantornya di Jakarta, dan Rachel terjun ke dunia art tahun 2008 dengan mendirikan SIGIart bersama seorang mitranya. Bukan sesuatu yang mudah karena ia melepaskan sebuah kemapanan, kenyamanan dan mencari sesuatu yang dapat mengisi kekosongan jiwanya.
“Tahun 2008 bukan tahun yang mudah untuk memulai usaha. Saat itu krisis finansial mempengaruhi gairah berbisnis di Indonesia. Tapi, itu tak menghalangi saya untuk mendirikan sebuah galeri,” tuturnya.

Rachel datang dengan konsep galeri yang baru dan menghadirkan karya-karya seni yang unik jauh dari karya-karya mainstream yang ditawarkan galeri-galeri lain. Ia mencoba menciptakan pasarnya sendiri dengan karya-karya seni yang berbeda. Tiap bulan dengan giat Rachel memamerkan karya-karya seni yang unik tanpa memperdulikan cibiran yang menghampiri dirinya sebagai pendatang baru di dunia seni
“Saya tahu kelebihan dan kekurangan diri saya, maka saya juga tak segan untuk terus menerus belajar. Saya bepergian bolak balik Jakarta-Bandung untuk belajar dunia seni ini dari para pakarnya”, ungkapnya mengenai perjuangan panjang untuk eksis di dunia seni.

Sebuah terobosan dalam dunia seni ia lakukan saat bekerja sama dengan Ay Tjoe Christine, seniman wanita asal Bandung yang saat itu sedang naik daun. Ay Tjoe menghadirkan cerita hidupnya dalam lembaran kanvas yang panjangnya 20 meter.
“Saya berpikir luar biasa keras bagaimana memamerkan karya ini dan bagaimana memenuhi keinginan para kolektor untuk memilikinya. Saya tidak ingin karya sepanjang 20 meter ini hanya dimiliki oleh satu orang kolektor saja”, tuturnya. 

Rachel Ibrahim bersama buku ANGEL & DEMON
Maka karya Ay Tjoe itu dipamerkan oleh Rachel hanya bagi 20 orang yang ia undang secara khusus pada bulan Juni 2010. Sebagian besar dari kedua puluh orang ini belum pernah memiliki karya Ay Tjoe sama sekali. Karya Ay Tjoe sepanjang 20 meter itu dibentang di atas struktur bulat yang dibangun khusus untuk menampilkan karyanya.  Dalam ruang pamer tertutup itu, kedua puluh orang ini dibiarkan oleh Rachel untuk berdiskusi dan memutuskan bagaimana berbagi bidang kanvas Ay Tjoe yang diinginkan oleh mereka. Sebuah konsep terobosan oleh Rachel yang mengundang pembicaraan ramai dan eksposur yang luar biasa di berbagai media.

Semangat pemenang Rachel adalah keterbukaan dirinya. Ia memiliki sifat generosity yang menonjol. Rachel bukan orang yang menyimpan segala sesuatu dan ilmu bagi dirinya sendiri. Ia enjoy dan tidak segan berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada orang lain.
“Saya tidak pernah takut berbagi ilmu kepada siapa pun. Saya sangat percaya bahwa mereka yang menabur mereka jugalah yang akan menuai. Saya sangat terbuka untuk berbincang dengan siapapun mengenai dunia seni yang luar biasa menarik ini”, ungkap Rachel.

Dan Rachel tidak pernah berhenti belajar. Pengalaman hidupnya selalu memberi sebuah pelajaran baru yang positif dan membuatnya menjadi semakin arif dan bijaksana. Ia selalu mempunyai pandangan lain dalam melihat sebuah masalah, dan itu sangat menyejukkan.  Keberhasilannya tidak membuatnya angkuh, ia tetap rendah hati, ramah dan terbuka.
“Saya sangat memperhatikan hal-hal kecil dalam mengelola galeri serta artis-artis muda dibawah manajemen saya, termasuk untuk tidak pernah meremehkan satu pun telepon atau orang yang mencoba menghubungi kami”, cerita Rachel. Ia mendedikasi perhatian yang luar biasa terhadap hal tersebut, termasuk mewajibkan staffnya untuk memberi perhatian ekstra bagi klien-klien dan semua orang yang menjalin kontak dengan galeri dan dirinya.

Tiga tahun setelah memulai SIGIart, Rachel menemukan sebuah kejemuan karena ternyata kemapanan itu hadir kembali lebih cepat dari yang diduganya. Jiwanya kembali gelisah dan dia mendambakan sebuah terobosan baru lagi di dunia seni. Kini ia memiliki visi untuk memiliki sebuah galeri yang memiliki jaringan dan reputasi internasional. Visi ini bukan milik semua orang dan belum tentu dapat dipahami oleh semua orang. Tetapi, Rachel tidak keberatan membagi visinya. Termasuk juga berbagi peluang dengan orang lain.

Akhirnya, Rachel bertemu dengan mitra baru yang memiliki pandangan yang sama dengannya. Kini, jiwa Rachel bergelora dengan semangat baru. Gallery Rachel kini menyiapkan langkah-langkah baru untuk mewujudkan visinya. Rachel masih tetap sederhana, namun semangat yang menggebu terpancar dari jiwanya. Sifat generosity-nya yang dominan telah membawanya sejauh ini dari tidak memiliki pengalaman di bidang seni hingga memiliki sebuah galeri yang memiliki jaringan dan reputasi internasional. Rachel adalah Sang Pemenang. She is always a winner. Time will tell.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Kisah di atas adalah 1 dari 30 kisah dalam buku “ANGEL & DEMON: 30 Kisah Inspiratif Sang Pemenang”, yang merupakan hasil kolaborasi saya bersama dua sahabat, Timoteus Talip dan Helena Abidin. Temukan kisah-kisah lainnya dalam buku “ANGEL & DEMON”, yang telah menjadi National Best Seller dan dapat ditemukan di Gramedia dan Gunung Agung atau di amazon.com (search “ANGEL & DEMON Indonesia edition”).
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.    

1 komentar: