Selasa, 09 Oktober 2012

Sang Pemenang dan Adversity Quotient


Bersama Kepala Kantor BCA Wilayah VII
Sabtu, 6 Oktober 2012 saya diminta oleh sahabat saya, Iwan Senjaya Kepala Kantor BCA Wilayah VII Malang, untuk berbicara mengenai Sang Pemenang di depan sekitar 100 orang anak buahnya yang terdiri atas pimpinan Kantor Cabang Pembantu (KCP), Kantor Cabang Utama (KCU), dan Team Bisnis.

Dalam acara yang berlangsung di Hotel Savana, Malang, salah satu isu yang saya angkat adalah keprihatinan atas banyaknya orang yang mengambil jalan pintas atas persoalan hidupnya atau situasi sulit yang terjadi dengan mengakhiri hidupnya. Bunuh diri saat ini sudah menjadi wabah bisu atau silent epidemics. Diperkirakan pada tahun 2020 depresi unipolar akan menduduki peringkat kedua sebagai beban global setelah penyakit jantung koroner (Kompas, 8 Oktober 2012). Tiap tahun tidak kurang sekitar 50.000 orang meninggal karena bunuh diri di Indonesia. Bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok usia 15-44 tahun. Dan kasus bunuh diri merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di setiap negara.
Mengapa ada orang-orang yang menyerah terhadap masalah atau situasi sulit yang dialaminya, sementara ada orang-orang yang tetap bertahan menghadapinya, seperti Beck Weathers atau Inggrid Betancourt? Kedua orang itu saya ceritakan untuk dibandingkan dengan situasi kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan kita. Beck Weathers adalah salah satu dari 31 pendaki yang berhasil mencapai puncak Everest pada 10 Mei 1996. Namun, tiba-tiba terjadi badai yang hebat. Peristiwa itu merupakan yang terburuk sepanjang masa dalam hal jumlah korban meninggal yang mencapai delapan orang. Dan tahun 1996 itu merupakan tahun terburuk bagi para pendaki gunung yang berusaha mencapai puncak Everest. Peristiwa itu menjadi cover story majalah Time dengan judul “Death Storm on Everest”. Kisah tragedi itu juga dapat ditemui di wikipedia dengan judul “1996 Mount Everest Disaster”.

Beck Weathers
Malam itu Beck Weathers terhempas dan jatuh pingsan di atas salju. Beberapa jam kemudian regu penyelamat menemukan tubuhnya. Tetapi regu tersebut memutuskan meninggalkan Weathers untuk mencari korban lain yang mungkin masih bisa diselamatkan. Keputusan tersebut didasarkan pada kondisi Weathers yang sepertinya tidak akan tertolong jiwanya. Lagipula lokasi tempat Wathers ditemukan jalannya sulit untuk evakuasi. Tapi, ternyata Weathers siuman. Badannya kaku, sarung tangannya terlepas dan entah kemana. Dia melihat tangannya sudah seperti plastik. Ada banyak alasan bagi Weathers untuk menyerah. Tak berdaya, sendirian, gelap, tanpa bekal apapun. Tapi, Weathers tidak menyerah. Dia bangkit dan mulai bergerak, bergerak, dan bergerak. Dia hanya tahu kalau dia berhenti bergerak maka kematian akan lebih cepat menjemputnya. Setelah bergerak beberapa jam dia merasakan kakinya terantuk sesuatu dan dia jatuh. Ternyata, itu adalah tenda tempat teman-temannya berlindung. Teman-temannya membawa tubuh Weathers masuk ke dalam tenda. Baju yang dikenakan Weathers sudah membatu sehingga harus dipotong. Sebotol air panas diletakkan di dadanya. Dan Weathers diberi oxygen. Melihat kondisinya teman-temannya tidak ada yang berharap Weathers akan selamat. Namun, Weathers bertahan dan akhirnya selamat. Kelak Weathers menceritakan pengalamannya ke dalam sebuah buku “Left For Dead: My Journey Home from Everest”.

Inggrid Betancourt saat ditawan
Inggrid Betancourt, lahir di Bogota, Kolombia dan besar di Perancis. Pada usia 32 tahun, wanita ini meninggalkan kenyamanan hidup di Perancis dan kembali ke Kolombia. Saat itu kehidupan di Kolombia sangat mencekam. Teror, pembunuhan, dan ketakutan menyelimuti kehidupan rakyat Kolombia. Terpanggil untuk menyelamatkan negaranya, Betancourt maju sebagai calon presiden Kolombia. Di tahun 2002, saat berkampanye dia dan asistennya diculik dan dibawa masuk ke markas gerilyawan kiri di dalam hutan Amazon sebagai tawanan. Tanpa penjagaan pun, bagi siapa saja yang  masuk ke dalam hutan Amazon akan merasakan kengerian. Lebatnya hutan dan binatang-binatang buas yang berkeliaran bebas adalah ancaman alami bagi siapa pun. Saat pertama digelandang masuk ke dalam hutan, Betancourt berpikir bahwa dia akan secepatnya dilepaskan dan menghirup udara bebas. Namun, begitu hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan maka Betancourt tidak yakin apakah dia akan dilepaskan atau tidak. Ada banyak alasan Betancourt untuk menyerah. Kehidupan sebagai tawanan adalah kehidupan yang sangat mencekam. Setelah begitu lama ditawan bagaimana Betancourt bisa punya harapan akan dibebaskan atau diselamatkan. Tapi, Betancourt tidak menyerah. Dia merancang pelarian. Hingga suatu hari dia berhasil melarikan diri. Tetapi, sebelum berhasil keluar dari hutan dia sudah tertangkap kembali. Betancourt tidak menyerah. Dia terus berupaya melarikan diri hingga empat kali, dan gagal. Tahun demi tahun berlalu. Bagaimana bisa seorang wanita yang hidup berkecukupan, seorang pemimpin partai dan calon presiden harus hidup seadanya bertahun-tahun di dalam hutan Amazon dengan rantai mengalungi lehernya, tidur di dalam kerangkeng terbuat dari kayu seperti seekor anjing serta di bawah tekanan orang-orang bersenjata. Ada banyak alasan bagi Betancourt untuk menyerah. Tetapi, Betancourt tidak menyerah. Dia terus bertahan sambil memikirkan cara lain untuk kembali melarikan diri dan keluar dari hutan Amazon, walaupun di sudah empat kali gagal. Dia bertahan hingga 6½ tahun! Hingga pada akhirnya, suatu hari di tahun 2008, dia bersama belasan tawanan lainnya berhasil diselamatkan oleh tentara Kolombia yang menipu kelompok gerilyawan itu. Tidak hanya gerilyawan bersenjata yang tidak tahu, para tawanan pun tidak tahu bahwa helikopter yang menjemput mereka adalah penyelamat yang akan membebaskan mereka. Mereka hanya berpikir akan dibawa ke markas lain para gerilyawan. Di atas helikopter yang sudah menjauhi lokasi barulah para tawanan, termasuk Betancourt, tahu bahwa hidup mereka sudah bebas. Betancourt menuliskan kisahnya ke dalam sebuah buku “Even Silence Has An End”.

Apa yang membedakan orang-orang seperti Weathers, Betancourt dengan mereka yang memilih jalan pintas keluar dari situasi sulit dengan cara bunuh diri? Paul G. Stoltz menyebutnya sebagai Adversity Quotient (AQ), yaitu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan. AQ meramalkan kemampuan seseorang untuk bertahan menghadapi situasi sulit dan terus bergerak maju menjalani kehidupannya. AQ terdiri atas 4 dimensi, yaitu CO2RE. C adalah control, yaitu mempertanyakan “Sebesar apa kendali yang Anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan?”. O2 merupakan gabungan Or (origin) dan Ow (ownership), mempertanyakan “Siapa atau apa yang menjadi penyebab kesulitan?” dan “Sampai sejauh manakah saya mengakui akibat-akibat kesulitan itu?”. R adalah reach atau jangkauan, yaitu mempertanyakan “Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan saya?”. E adalah endurance, yang mempertanyakan “Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung?” dan “Berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung?”

Ketika kita menghadapi situasi sulit, sejauh mana kita merasakan kendali atas situasi sulit itu. Memiliki kendali atas situasi sulit artinya kita akui ada situasi yang sulit, tapi kita mengambil sikap untuk menghadapi dan mengatasi situasi sulit itu. Semakin besar kendali yang dirasakan atas situasi sulit yang terjadi maka AQ akan semakin tinggi. Semakin besar kendali yang dirasakan maka kita pada posisi mental yang lebih siap dalam menghadapi situasi sulit itu. Ketika seseorang tidak merasakan kendali atas situasi sulit, maka orang itu akan merasa tidak berdaya, sehingga jika berkelanjutan akan menyebabkan depresi.

Ketika menghadapi situasi sulit, kita perlu tahu siapa / apa yang menjadi penyebab situasi sulit itu dan sampai sejauh mana kontribusi kita dalam situasi sulit itu. Dengan tahu persis penyebab situasi sulit dan menempatkan rasa bersalah kita pada proporsi yang tepat, maka kita sudah “menguasai” situasi sulit itu.

Jangan bakar lumbung Anda hanya untuk membunuh seekor tikus, demikian kalimat bijak yang pernah kita dengar. Suatu situasi sulit dari satu area kehidupan harus dilokalisir agar tidak menjalar ke area lain dalam kehidupan kita. Jika dilokalisir maka kita akan lebih fokus dalam mengatasi situasi sulit yang terjadi. Sebaliknya jika kita biarkan hal itu merasuki area-area lain dalam hidup kita maka situasi sulit yang ada akan dengan cepat membesar dan sulit di atasi.

Dimensi terakhir AQ adalah Endurance. Respon yang tepat dalam suatu situasi sulit adalah keyakinan bahwa situasi sulit itu sifatnya sementara. Artinya, segera akan berlalu karena kita akan segera mengatasinya. Mungkin Anda pernah mendengar seseorang berkata, “Selamanya saya tidak berani mengendarai mobil. Trauma karena pernah menabrak”. Dengan kalimat itu maka orang tersebut sudah menganggap traumanya bersifat permanen yang tidak dapat diatasi, sehingga dia tidak akan pernah berani mengendarai mobil. Sebaliknya jika ada yang berkata, “Saya trauma dalam mengendarai mobil. Saya tahu ini bukan permanen. Saya harus bisa mengalahkan rasa takut. Beri saya waktu untuk mengatasi rasa takut saya”. Anda dapat merasakan perbedaan kedua kalimat itu, bukan?

AQ dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki respon kita pada setiap situasi sulit yang kita hadapi. Ingat saja, ambil kendali pada setiap situasi sulit yang terjadi. Cari tahu siapa/apa yang menyebabkan situasi sulit itu. Tempatkan rasa bersalah kita (kalau memang kitalah penyebab terjadinya situasi sulit itu) pada proporsi yang benar. Rasa sesal yang terlalu berlebihan tidak akan membuat kita lebih baik. Lokalisir situasi sulit itu agar tidak menjangkau segi-segi lain kehidupan kita. Dan yakinlah setiap situasi sulit yang terjadi bersifat sementara. Lakukan sesuatu yang bisa dilakukan untuk mengatasi situasi sulit yang ada. Sang Pemenang tidak pernah menyerah. Sang Pemenang terus bertahan, bergerak maju ke depan dan ke atas sekalipun ada banyak rintangan / kesulitan yang menghalanginya.

Salam Pemenang!

Catatan
  • Terima kasih Anda sudah menyempatkan waktu membaca artikel ini. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat silahkan berbagi dengan keluarga dan teman Anda, atau berikan komentar pada kotak yang telah disediakan.
  • Bila Anda ingin secara otomatis mendapat artikel-artikel terbaru dari blog ini di email Anda, silahkan klik “Join this site” pada bagian kanan atas tampilan blog.